Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan bahwa pemerintah berutang untuk menangani dampak pandemi Covid-19 terhadap ekonomi nasional. Artinya, utang ini dilakukan untuk menyelamatkan Republik Indonesia. Pernyataan dari Sri Mulyani ini muncul menanggapi kritik mengenai kebijakan utang pemerintah yang terus membengkak.
"Terus pada orang yang nyinyir ke saya itu utang-utang. Ya enggak apa-apa orang ini utang untuk menyelamatkan jiwa seluruh republik Indonesia," ujar dia dalam webinar oleh LPDP bertajuk "STUDIUM GENERALE 2020: Rekacipta Generasi Muda Menuju Indonesia Emas", Senin (2/11/2020).
Advertisement
Sri Mulyani melanjutkan, utang juga digunakan untuk pembiayaan dana pendidikan sebesar 20 persen. Sebagaimana yang sudah menjadi mandat konstitusi, sehingga tidak dapat diubah. "Termasuk di dalam (utang) itu adalah anggaran pendidikan 20 persen tetap kita jaga. Ya kan kita sesuai konstitusi adalah 20 persen nah itu," tegasnya.
Lebih lanjut, dia menyebut utang ditempuh untuk memperkuat APBN sebagai instrumen pemerintah yang harus berperan dalam penanganan pandemi covid-19 sekaligus pemulihan ekonomi nasional atau countercyclical. Mengingat pada kuartal II 2020 lalu ekonomi Indonesia anjlok hingga minus 5,3 persen.
"Nah itu cara APBN itu instrumen pada saat dunia dan masyarakat menghadapi kondisi sulit. Itu yang disebut countercyclical jadi dia harus kuat ngangkat ekonomi kita," terangnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Krtitik DPR
Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Amir Uskara meminta pemerintah untuk berhati-hati dalam menetapkan utang luar negeri (ULN). Mengingat, saat ini pertumbuhan ULN pemerintah masih tumbuh positif meskipun berada di angka yang rendah.
Pada bulan April lalu, utang Pemerintah masih tumbuh positif di angka 1,6 persen. Sementara untuk utang swasta justru secara tahunan tumbuh negatif -4,2 persen.
"Pertumbuhan utang luar negeri Pemerintah perlu mendapatkan perhatian serius dari Pemerintah," ujar Amir di Jakarta, pada Selasa 23 Juni 2020.
Menurut Amir, risiko utang ini berkaitan juga pada fluktuasi nilai tukar Rupiah. Sebab, pada awal penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) nilai tukar Rupiah melemah meskipun saat ini kembali menguat.
"Kami melihatnya risiko utang pemerintah juga berkaitan dengan fluktuasi nilai tukar Rupiah. Pada saat pelonggaran PSBB Rupiah kembali mengalami pelemahan dan berakibat pada beban utang yang meningkat," jelasnya.
Advertisement