Upaya Warga Sulteng Melindungi Diri dari Covid-19 Sambil Menjaga Kekayaan Batik Lokal

Pandemi Covid-19 ternyata juga membuka asa untuk mengenalkan dan pengembangkan batik lokal di Sulawesi Tengah. Seperti yang dilakukan oleh komunitas Duta Batik Palu dengan produksi masker batik bermotif lokal.

oleh Heri Susanto diperbarui 04 Nov 2020, 08:00 WIB
Ketua Duta Batik Palu, Zakiyah Ramayanih dengan masker batik bermotif Taiganja khas Sulawesi Tengah. (Foto: Liputan6.com/ Heri Susanto).

Liputan6.com, Palu - Pandemi Covid-19 ternyata juga membuka asa untuk mengenalkan dan pengembangkan batik lokal di Sulawesi Tengah. Seperti yang dilakukan oleh komunitas Duta Batik Palu dengan produksi masker batik bermotif lokal.

Masker dengan motif lokal khas Sulawesi Tengah itu mulai diproduksi Komunitas Duta Batik Palu sejak Hari Batik Nasional, 2 Oktober 2020. Motif yang ada di alat pelindung diri dari Covid-19 itu di antaranya yakni motif daun kelor dan Taiganja.

Motif kelor dipilih lantaran tanaman itu sejak lama menjadi budaya mayoritas warga Sulawesi Tengah di antaranya melalui budaya kulinernya. Sementara, Taiganja yang dalam bahasa Indonesia berarti berbentuk perut adalah benda tradisional yang digunakan sebagai mas kawin untuk perempuan Suku Kaili.

"Kami ingin tetap bisa mengenalkan batik lokal dengan motif-motifnya namun juga mengampanyekan pencegahan Covid-19 dengan masker. Maka kami buat masker batik motif lokal ini," Ketua Duta Batik Palu, Zakiyah Ramayanih (28) menceritakan, Senin (2/11/2020).

 

** #IngatPesanIbu

Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.

Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.

Simak video pilihan berikut ini:


Produksi Terbatas Akibat Kesulitan Bahan Baku

Ketua Duta Batik Palu, Zakiyah Ramayanih menunjukkan masker batik bermotif Taiganja khas Sulawesi Tengah. (Foto: Liputan6.com/ Heri Susanto).

Zakiyah bilang, produksi batik dengan kearifan lokal tersebut merupakan siasat untuk tetap bisa memperkenalkan kekayaan batik Sulawesi Tengah meski di tengah pandemi yang membatasi komunitas itu berkegiatan.

Motif-motif lokal di masker batik itu sendiri adalah motif cetakan. Cara itu dipilih lantaran lebih murah ketimbang batik tulis. Pengerjaannya melibatkan 2 UMKM di Palu yakni perajin kain batik lokal dan penjahit pembuat masker.

Sejauh ini, masker-masker yang dihargai Rp20 ribu tersebut baru dijual terbatas untuk pelajar dan para anggota duta batik akibat keterbatasan bahan baku. Zakiyah berharap pemerintah daerah membantu inovasi promosi batik lokal itu agar menjangkau lebih luas masyarakat sekaligus menyadarkan akan kekayaan daerah dan kampanye protokol kesehatan.

"Sampai sekarang kami baru memproduksi 200 masker. Itu dengan biaya dan pemasaran kami sendiri dengan target mahasiswa dan pelajar," dia memungkasi.

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya