Liputan6.com, Jakarta - Suasana di sebuah kantor aplikasi bidang logistik di Mega Kuningan, Jakarta Selatan tetiba ramai, Sabtu, 12 Agustus 2020 siang itu. Rapat mendadak digelar. Sang manager memaparkan kondisi perusahaan yang terus memburuk pasca-dihantam pandemi Covid-19.
Akibatnya, pimpinan perusahaan memutuskan untuk merumahkan 90 persen karyawan agar perusahaan terus berjalan. Ada 30 nama yang diumumkan.
Advertisement
Kala itu, Diaz Adiguna salah satu karyawan perusahaan tersebut bersyukur, namanya tidak masuk daftar hitam. Namun, pikirnya tak tenang.
Setiap waktu, rasa cemas menghantuinya....
Ternyata, ketakutannya menjadi kenyataan pada malam di hari yang sama. Sekitar pukul 21.00 WIB, kala sebagian orang sudah bersiap untuk beristirahat, ponsel Diaz tiba-tiba berdering.
Matanya melongok ke layar telepon pintar, rupanya nama manager lah yang muncul. Buru-buru dia angkat panggilan tersebut.
Atasannya itu menyampaikan kabar, Diaz ikut dalam daftar karyawan yang dirumahkan.
Diaz sendiri sadar, sejak wabah Covid-19 menggerogoti Indonesia, sejumlah perusahaan terkena imbasnya. Namun, dia tak pernah menyangka akan menjadi salah satu korbannya.
Penelusuran Liputan6.com, di DKI Jakarta saja ada 39.664 perusahaan dengan 323.224 tenaga kerja yang terdampak pandemi Covid-19 akibat infeksi virus Corona. Jumlah ini berdasarkan data Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Energi DKI Jakarta pada Januari-11 Mei 2020.
Ada 6.785 perusahaan yang melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) dengan jumlah tenaga kerja yang terdampak 50.891 orang.
Sementara itu, 32.882 perusahaan merumahkan 272.333 karyawan. Perusahan tempat Diaz Adiguna bekerja termasuk di dalamnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Memilih Tak Bercerita ke Orangtua
Masalah tak sampai di situ. Diaz khawatir kenyataan pahit tersebut dapat menambah beban orangtuanya. Dia pun memilih diam, tak membagi soal kondisi pekerjaannya ke siapapun, terutama orangtua.
"Saya tidak ngomong. Saya cuma bilang masih kerja. Alasan saya work from home (WFH)," kata Diaz.
Di tengah diamnya, Diaz pontang-panting mencari kerja.
Dia tak pernah berhenti membuat lamaran dan mengirimkannya ke perusahaan masih menyediakan lowongan. Namun, asa tersebut terus pupus. Hingga sekarang, tak ada respons satupun dari perusahaan-perusahaan yang dilamarnya.
Kelamaan, dia tak kuat menyimpan masalah ini sendiri. Lagipula, sudah terlalu lama, dia berdiam.
September lalu, Diaz memberanikan diri jujur ke orangtua, dia telah dirumahkan.
"Orangtua kaget. Saya coba tenangin dan menjelaskan kondisi perusahaan memang tidak bagus sehingga perusahaan melakukan pengurangan 90 persen dari jumlah karyawan," tutur Diaz.
Dia lalu berdiskusi dengan orangtua tentang apa yang harus dilakukan dan bagaimana menghadapinya.
Diaz juga berkontempelasi selama tak lagi bekerja. Suatu hari, dia teringat nasihat guru mengajinya, "Tidak akan memberikan cobaan melebihi dari kemampuan hambanya."
Pesan itulah yang membakar semangat Diaz agar bangkit dari keterpurukan karena pandemi Covid-19.
Advertisement
Teringat Impian
Perusahaan Diaz sebetulnya tetap memberikan upah Rp 380.000 ke karyawan yang dirumahkan tiap bulannya. Bagi Diaz, uang itu tak mungkin mencukupi biaya hidupnya.
Lalu, dia teringat akan mimpinya. Impian yang pupus dan terlupakan karena hambatan modal.
Diaz ingin menjadi pengusaha coffee shop.
Pada 2012, dia memang pernah berkecimpung di dunia coffee shop. Bukan sebagai pemilik, tapi pegawai. Kala itu, Diaz adalah barista di sebuah coffee shop terkenal selama 3 tahun.
"Nah, berhenti bermimpi, saat saya resign dari coffee shop pada 2015 dan masuk dunia sales marketing. Lagi kuliah juga fokus ke sana, kuliah sambil kerja," cerita Diaz.
Dampak pandemi Covid-19 pada kariernya, membuat Diaz teringat akan mimpinya itu. Dia lalu berpikir untuk mewujudkannya, namun dengan modal sekecil mungkin.
"Mungkin karena ada dampak masalah ini jadi kebukalah pikiran saya," tutur Diaz.
Dia lalu nekat mencoba peruntungan dengan membuat coffee shop rumahan dengan sistem take away yang dipasarkan melalui aplikasi Grabfood, Tokopedia, dan Instagram.
Diaz membutuhkan modal Rp 10 juta untuk memulai usahanya. Mau tak mau, uang tabungan dikuras.
Dia lalu melakukan riset dengan mengunjungi beberapa tempat coffee shop ternama. Menurut dia, tiap coffee shop memiliki keunggulan masing-masing. Diaz kemudian berupaya menyatukan rasa tiap coffee shop itu pada kopi buatannya.
Diaz mempraktikkan ilmu yang didapatnya selama tiga tahun sebagai barista. Tak mau main-main, Diaz menggunakan bahan-bahan premium, mulai dari ekspreso, susu, sampai ke gula aren.
Walaupun pembuatannya masih dari rumah, soal rasa, Diaz berani diadu dengan coffee shops ternama.
Sebanyak 10 litter kopi aren latte dibuat Diaz untuk dibagikan secara cuma-cuma ke teman-temannya. Diaz ingin teman-temannya membantu memberikan penilaian kopi buatannya. Tujuannya, tak lain untuk mencari rasa yang benar-benar pas di lidah semua orang.
Diaz juga memutar otak untuk mencari nama bagi produknya agar dikenal masyarakat. Nama Yaz Coffee kemudian muncul dari usulan teman-temannya ketika sedang kongko.
Memang pada saat itu, dia meminta saran nama dari mereka.
"Teman-teman mengusulkan. Namanya Yaz Coffee. Kata dia biar gampang diingat. Jadi nanti kalau kita kumpul, "Maunya di mana? Oh di Yaz Coffee."," jelas Diaz.
Kopi buatan Diaz dipasarkan dengan harga Rp 75 ribu. Tak disangka, kopi ini mendapatkan respons positif di mata konsumen.
Meski sudah banyak konsumen yang menilai kopinya enak, Diaz tetap meminta saran dari pelanggannya. Caranya, dia menghubungi kembali konsumen yang telah memesan kopinya.
Setiap konsumen yang rela meluangkan waktu untuk memberikan kritik dan saran akan mendapatkan hadiah berupa satu botol ukuran 250 ml.
Sampai saat ini, Diaz bersyukur komentar konsumen tidak ada yang buruk. Bahkan ada konsumen yang rela datang ke rumahnya hanya untuk menyaksikan membuat kopi di Yaz Coffee.
"Dia bawa pasangannya. Di depan saya bilang enak, dia minta ke saya untuk segera buka kafe di Cijantung," kata Diaz.
Kini, tak cuma aren latte yang diproduksinya. Yaz Coffee juga menjual kopi dengan berbagai rasa seperti vanila latte, caramel latte, caramel, macchiato harzold, harzold latte, banana latte, red velvet latte.
"Paling laku, aren latte, red velvet latte," ujar Diaz.
Dia mengaku tak mengambil untung terlalu besar. Asalkan produk itu laku, sudah cukup membuatnya puas. Satu hari, dia mampu menjual 5 litter kopi. Bila dikalkulasikan, keuntungan per harinya minimal Rp 100 ribu. Perbulan, setidaknya dia mengantongi keuntungan bersih Rp 3 juta.
"Kopi produk basi sebenarnya, karena ada jangka waktu. Nah, tantangannya, gimana caranya jangka waktu habis kopinya sudah terjual. Itu lebih rugi lagi," kata Diaz.
Tak Boleh Kalah
Kini, Diaz kembali bermimpi dan ingin segera mewujudkannya. Suatu saat, dia ingin membangun kafe agar bisa membuka lapangan kerja.
Diaz pun memberikan semangat kepada karyawan yang bernasib sama dengannya, agar tak pantang menyerah dan tetap berusaha. Di mana ada usaha di situ pasti ada jalan.
"Seperti saya jualan kopi. Apapun itu ada kesempatan dan halal, kita ambil. Jangan pilih-pilih. Kita enggak boleh kalah," ujar Diaz.
Psikolog Universitas Mercu Buana Muhammad Iqbal berujar, pemutusan hubungan kerja (PHK) jangan dianggap sebagai musibah semata. Dia meminta masyarakat melihatnya sebagai peluang bagi mereka untuk beralih dari pekerja menjadi pemberi kerja.
Oleh karena itu, kata dia, karyawan yang terkena PHK tidak usah malu, gengsi. Siapkan mental, ilmu, modal untuk beralih. Karena kalau bersaing ke dunia kerja mungkin terhambat di usia.
"Sebagai manusia, tugasnya berusaha dan berdoa. Beberapa kasus, orang yang terkena PHK justru berakhir menjadi entrepreneur," kata Iqbal.
Menurut dia, karyawan yang terkena PHK mesti agresif dan hiperaktif.
Kebanyakan orang bakal terpuruk karena PHK. Sebab, mereka menganggap rezeki hanya dari seorang bos atau pemberi kerja. Padahal, lanjut dia, rezeki datang dari Allah SWT.
"Untuk itu, kita harus yakin dengan usaha, berdoa terus menerus jalan itu akan terbuka. Rezeki adalah milik Allah SWT maka mintalah kepada sang pemilik," tutur Iqbal.
Dia menilai, penting untuk mengubah paradigma orang yang di-PHK. Sebenarnya, yang memberi rezeki adalah Allah SWT melalui perusahaan.
"Kita harus terus berusaha dan jangan lupa belajar mencari tahu, menanyakan kepada orang-orang yang sudah melewati, baca buku, ikuti seminar. Insyaallah jalan mereka akan lebih mudah," ujar Iqbal.
Advertisement