KSPI Masih Temukan Pasal-Pasal Rugikan Buruh di UU Cipta Kerja, Apa Saja?

KSPI juga mempermasalahkan soal perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) atau karyawan kontrak seumur hidup di UU Cipta Kerja.

oleh Lizsa Egeham diperbarui 03 Nov 2020, 10:45 WIB
Massa buruh menggelar aksi menolak UU Cipta Kerja di kawasan Patung Kuda, Jakarta, Senin (2/11/2020). Massa buruh dari berbagai serikat pekerja tersebut menggelar demo terkait penolakan pengesahan omnibus law Undang-Undang Cipta Kerja dan upah minimum 2021. (merdeka.com/Iqbal S Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta - Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) mengaku menemukan pasal-pasal dalam Undang-undang (UU) Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang merugikan kaum buruh. Salah satu yang disorot KSPI yakni, sisipan Pasal 88 ayat (1).

Sebab, pasal itu menyebutkan gubernur wajib menetapkan upah minimum provinsi. Kemudian, Pasal 88C Ayat (2) yang menyebutkan gubernur dapat menetapkan upah minimum kabupaten/kota dengan syarat tertentu.

"Penggunaan frasa 'dapat' dalam penetapan upah minimum kabupaten/kota (UMK) sangat merugikan buruh. Karena penetapan UMK bukan kewajiban, bisa saja gubernur tidak menetapkan UMK," kata Presiden KSPI Said Iqbal dalam keterangan persnya, Selasa (3/11/2020).

"KSPI meminta agar UMK harus tetap ada tanpa syarat dan UMSK serta UMSP tidak boleh dhilangkan. Jika ini terjadi, maka akan berakibat tidak ada income security (kepastian pendapatan) akibat berlakunya upah murah," sambungnya.

KSPI juga mempermasalahkan soal perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) atau karyawan kontrak seumur hidup. Said menyebut UU Cipta Kerja menghilangkan periode batas waktu kontrak yang terdapat di dalam Pasal 59 UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Akibatnya, pengusaha bisa mengontrak berulang-ulang dan terus-menerus tanpa batas periode menggunakan PKWT atau karyawan. Dengan demikian, PKWT bisa diberlakukan seumur hidup tanpa pernah diangkat menjadi karyawan tetap.

"Hal ini berarti, tidak ada job security atau kepastian bekerja. Padahal, dalam UU Nomor 13 tahun 2003, PKWT batad waktu kontraknya dibatasi maksimal 5 tahun dan maksimal 3 periode kontrak," jelasnya.

KSPI turut menyoroti UU Cipta Kerja yang menghapus Pasal 64 dan 65 UU Nomor 13 tahun 2003. Menurut Said, UU Cipta Kerja menghapus batasan 5 jenis pekerjaan yang terdapat di dalam Pasal 66 UU Ketenagakerjaan.

Dalam pasal itu, penggunaan tenaga kerja outsourcing hanya untuk cleaning service, cattering, security, driver, dan jasa penunjang perminyakan. Sedangkan, Said melihat tidak adanya batasan terhadap jenis pekerjaan yang boleh menggunakan tenaga outsourcing.

"KSPI meminta penggunaan tenaga kerja outsourcing hanya dibatasi 5 jenis pekerjaan saja sebagaimana diatur dalam UU Nomor 13 Tahun 2003," ucap dia.

Saksikan video pilihan di bawah ini:


Soal Pesangon hingga PHK

Presiden KSPI Said Iqbal saat berorasi di depan para buruh di kawasan Patung Kuda, Jakarta, Senin (2/11/2020). Massa buruh dari berbagai serikat pekerja tersebut menggelar demo terkait penolakan pengesahan omnibus law Undang-Undang Cipta Kerja dan upah minimum 2021. (merdeka.com/Iqbal S Nugroho)

Selain itu, KSPI meminta agar nilai pesangon dikembalikan sesuai isi UU Ketenagakerjaan. Sebab, Said menilai UU Cipta Kerja mengurangi nilai pesangon buruh, dari 32 bulan upah menjadi 25 upah.

Adapun 19 bulan dibayar pengusaha dan 6 bulan melalui Jaminan Kehilangan Pekerjaan yang dibayarkan BPJS Ketenagakerjaan). Hal ini disebut merugikan buruh Indonesia, karena nilai jaminan hari tua dan jaminan pensiun buruh Indonesia masih kecil dibandingkan dengan beberapa neagra ASEAN.

Hal lainnya yang disoroti buruh dari UU Cipta Kerja adalah pemutusan hubungan kerja (PHK) yang menjadi mudah. Said menuturkan UU sapu jagat ini cenderung mempermudah tenaga kerja asing (TKA) masuk ke Indonesia.

Selanjutnya, cuti panjang berpotensi hilang dan jam kerja dalam penjelasan UU Cipta Kerja memberi peluang ketidakjelasan batas waktu kerja. Kata Said, sistem kerja kontrak dan outsourcing seumur hidup berpotensi menyebabkan buruh tidak mendapatkan jaminan kesehatan dan jaminan pensiun.

Sehari setelah UU Cipta Kerja diteken Presiden Joko Widodo atau Jokowi, KSPI bersama Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) versi Andi Gani Nena (AGN) mengajukan uji materi atau judicial review UU Cipta Kerja ke Mahkamah Konstitusi.

KSPI juga akan melakukan melanjutkan aksi-aksi dan mogok kerja sesuai dengan hak konstitusional buruh yang diatur dalam undang-undang dan berasifat anti kekerasan (non violence).

"Kami juga menuntut DPR untuk menerbitkan legislatif review terhadap UU Nomor 11 tahun 2020 dan melakukan kampanye/sosialisasi tentang isi pasal UU No 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang merugikan kaum buruh tanpa melakukan hoaks atau disinformasi," tegas Said Iqbal.


Jokowi Resmi Teken UU Cipta Kerja

Presiden Joko Widodo (Jokowi) minta belanja kementerian dan lembaga serta pemda mengutamakan penyerapan produk-produk dalam negeri saat Rakornas Pengendalian Inflasi Tahun 2020 pada Kamis (22/10/2020). (Biro Pers Sekretariat Presiden/Lukas)

Presiden Joko Widodo atau Jokowi resmi menandatangani Undang-Undang (UU) Cipta Kerja, Senin (2/11/2020). Pada tanggal yang sama, UU ini juga diteken oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly.

UU Cipta Kerja diundangkan dalam Nomor 11 tahun 2020. Adapun naskah UU yang disahkan DPR dalam rapat paripurna 5 Oktober lalu, setebal 1.187 halaman.

"Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan," bunyi Pasal 186 sebagaimana dikutip Liputan6.com dari salinan UU Cipta Kerja, Senin.

UU yang menuai berbagai penolakan kini sudah bisa diakses oleh publik melalui situs Kementerian Sekretariat Negara. Masyarakat dapat mengunduh UU Cipta Kerja melalui laman jdih.setneg.go.id, pada bagian produk hukum terbaru.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya