Pengemudi Ojek Online Apresiasi Jokowi Sahkan UU Cipta Kerja

Garda Indonesia, mengapresiasi penandatanganan Undang-Undang (UU) Omnibus Law Cipta Kerja oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi)

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 03 Nov 2020, 13:50 WIB
Pengemudi ojek online (ojol) memenuhi bahu jalan saat menunggu penumpang di kawasan Cililitan, Jakarta, Rabu (16/9/2020). Minimnya pengawasan membuat masih banyak pengemudi ojol yang berkerumun saat menunggu penumpang meski Pemprov DKI Jakarta telah melarangnya. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta - Kelompok pengemudi ojek online (ojol) yang tergabung dalam Gabungan Aksi Roda Dua (Garda) Indonesia, mengapresiasi penandatanganan Undang-Undang (UU) Omnibus Law Cipta Kerja oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Regulasi tersebut kemudian diundangkan dalam UU Nomor 11 Tahun 2020.

"Selamat atas telah disahkannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja/Omnibus Law yang telah disahkan dan ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo pada 2 November 2020," ungkap Ketua Presidium Garda Indonesia Igun Wicaksono dalam pesan tertulis kepada Liputan6.com, Selasa (3/11/2020).

Igun berharap, pengesahan UU Cipta Kerja oleh RI 1 ini dapat memberikan manfaat baik kepada seluruh kalangan. Khususnya kelompok pengemudi ojol yang pendapatannya naik-turun selama masa pandemi Covid-19 saat ini.

"Kami pengemudi ojek online berharap UU Nomor 11 Tahun 2020/Cipta Kerja dapat membawa perubahan yang lebih baik, khususnya bagi kami para pengemudi ojek online," kata dia.

Lebih lanjut, ia menyatakan, Garda Indonesia berencana untuk ikut mengkaji isi dari UU Cipta Kerja yang selama ini banyak diributkan oleh kelompok buruh. Untuk itu, pihaknya akan coba menggaet beberapa ahli guna membedah isi dari UU Cipta Kerja.

"Namun kami juga akan menggandeng berbagai lembaga, institusi pendidikan maupun para ahli di bidang transportasi dan teknologi untuk melakukan kajian mendalam pada UU Cipta Kerja," ujar Igun.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Buruh Resmi Gugat UU Cipta Kerja ke Mahkamah Konstitusi

Massa buruh menggelar aksi menolak UU Cipta Kerja di kawasan Patung Kuda, Jakarta, Senin (2/11/2020). Massa buruh dari berbagai serikat pekerja tersebut menggelar demo terkait penolakan pengesahan omnibus law Undang-Undang Cipta Kerja dan upah minimum 2021. (merdeka.com/Iqbal S Nugroho)

Sejumlah elemen buruh resmi mendaftarkan gugatan uji materi atau judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Gugatan ini diajukan oleh Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) versi Andi Gani Nena (AGN).

"Pendaftaran gugatan JR (judicial review) UU Cipta Kerja Nomor 11/2020 sudah resmi tadi pagi didaftarkan ke MK di bagian penerimaan berkas perkara oleh KSPI dan KSPSI AGN," kata Presiden KSPI Said Iqbal kepada Liputan6.com, Selasa (3/11/2020).

Said menyatakan, KSPI bersama buruh Indonesia secara tegas menolak dan meminta agar UU Cipta Kerja dibatalkan atau dicabut.

Menurut dia, isi UU Cipta Kerja merugikan para buruh.

"Setelah kami pelajari, isi undang-undang tersebut khususnya terkait klaster ketenagakerjaan hampir seluruhnya merugikan kaum buruh," kata dia.

Berdasarkan kajian dan analisis yang dilakukan, KSPI menemukan banyak pasal yang merugikan para buruh. Salah satunya yakni, sisipan Pasal 88C ayat (1) yang menyebutkan gubernur wajib menetapkan upah minimum provinsi dan Pasal 88C Ayat (2) yang menyebutkan gubernur dapat menetapkan upah minimum kabupaten/kota dengan syarat tertentu.

"Penggunaan frasa 'dapat' dalam penetapan upah minimum kabupaten/kota (UMK) sangat merugikan buruh. Karena penetapan UMK bukan kewajiban, bisa saja gubernur tidak menetapkan UMK," ujar Said.

Selain itu, KSPI menilai UU Cipta Kerja menghilangkan periode batas waktu kontrak yang terdapat di dalam Pasal 59 UU No 13 Tahun 2003. Akibatnya, pengusaha bisa mengontrak berulang-ulang dan terus-menerus tanpa batas periode menggunakan PKWT (Perjanjian Kerja Waktu Tertentu) atau karyawan.

"PKWT (karyawan kontrak) bisa diberlakukan seumur hidup tanpa pernah diangkat menjadi PKWTT (karyawan tetap). Hal ini berarti, tidak ada job security atau kepastian bekerja," tuturnya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya