Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah meneken Undang-Undang (UU) Cipta Kerja pada Senin 2 November 2020. Regulasi baru tersebut pun kemudian resmi berlaku.
Penandatanganan Uu Cipta Kerja tersebut semakin mempertebal penolakan kelompok buruh terhadap UU Cipta Kerja. Salah satu yang paling dikecam yakni terkait penetapan upah minimum, yang tertera pada Pasal 88C UU Cipta Kerja.
Advertisement
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengkritik keras kejanggalan yang tertuang di Pasal 88C UU Cipta Kerja. Terutama pada Pasal 88C ayat (2), dimana dituliskan bahwa gubernur dapat menetapkan upah minimum kabupaten atau kota (UMK) dengan syarat tertentu.
Di sisi lain, gubernur wajib menentukan upah minimum provinsi (UMP) di wilayah administrasinya. Kebijakan ini tertuang dalam Pasal 88C ayat (1).
"Penggunaan frasa 'dapat' dalam penetapan upah minimum kabupaten dan kota sangat merugikan buruh. Karena penetapan UMK bukan kewajiban, bisa saja gubernur tidak menetapkan UMK," kecam Iqbal, Selasa (3/11/2020).
Menurut dia, kebijakan tersebut akan mengakibatkan sistem upah murah. Iqbal menyatakan, jika gubernur hanya wajib menetapkan UMP, maka UMK di berbagai kabupaten/kota yang selama ini lebih tinggi dari nilai upah minimum provinsi bakal turun.
"Dengan kata lain, berlakunya UU Cipta Kerja mengembalikan kepada rezim upah murah. Hal yang sangat kontradiktif, apalagi Indonesia sudah lebih dari 75 tahun merdeka," seru dia.
Jika mencermati pasal pengupahan di UU Cipta Kerja, dalam Pasal 88C ayat (3) disebutkan, upah minimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan berdasarkan kondisi ekonomi dan ketenagakerjaan.
Adapun syarat tertentu dalam penetapan UMK sebagaimana dimaksud pada ayat (2), meliputi pertumbuhan ekonomi daerah atau inflasi pada kabupaten dan kota yang bersangkutan.
Namun, ditegaskan bahwa nilai UMK tersebut tetap harus lebih besar dari UMP yang telah ditetapkan masing-masing gubernur.
"Upah minimum kabupaten dan kota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus lebih tinggi dari upah minimum provinsi," tulis ayat (5) Pasal 88C UU Cipta Kerja.
Selanjutnya, ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penetapan upah minimum, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten kota, akan diatur dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP).
KSPI: UU Cipta Kerja Diteken Jokowi, Rezim Upah Murah Dimulai
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal, menilai berlakunya UU Cipta Kerja mengembalikan sistem pengupahan pada rezim upah murah.
“Berlakunya UU Cipta Kerja mengembalikan kepada rezim upah murah. Hal yang sangat kontradiktif, apalagi Indonesia sudah lebih dari 75 tahun merdeka,” kata Said, di Jakarta, Selasa (3/11/2020).
Hal ini terlihat dengan adanya sisipan Pasal 88C Ayat (1) yang menyebutkan gubernur wajib menetapkan upah minimum provinsi, dan Pasal 88C Ayat (2) yang menyebutkan gubernur dapat menetapkan upah minimum kabupaten/kota dengan syarat tertentu.
“Penggunaan frasa “dapat” dalam penetapan upah minimum kabupaten/kota (UMK) sangat merugikan buruh,” katanya.
Menurutnya penetapan UMK bukan kewajiban, bisa saja gubernur tidak menetapkan UMK. Hal ini akan mengakibatkan upah murah.
“Kita ambil contoh di Jawa Barat. Untuk tahun 2019, UMP Jawa Barat sebesar 1,8 juta. Sedang UMK Bekasi sebesar 4,2 juta. JIka hanya ditetapkan UMP, maka nilai upah minimum di Bekasi akan turun,” ujarnya.
Apalagi ditambah dengan dihilangkan upah minimum berdasarkan sektor pada wilayah provinsi atau kabupaten/kota (UMSK dan UMSP), karena UU No 11 Tahun 2020 menghapus Pasal 89 UU No 13 Tahun 2003.
Dihilangkannya UMSK dan UMSP sangat jelas sekali menyebabkan ketidakadilan. Bagaimana mungkin sektor industri otomotif seperti Toyota, Astra, dan lain-lain atau sektor pertambangan seperti Freeport, Nikel di Morowali dan lain-lain, nilai upah minimumnya sama dengan perusahan baju atau perusahaan kerupuk.
Itulah sebabnya, di seluruh dunia ada Upah Minimum Sektoral yang berlaku sesuai kontribusi nilai tambah tiap-tiap industri terhadap PDP negara.
Advertisement