Peneliti Temukan Risiko COVID-19 pada Wanita Hamil

U.S. health official melaporkan adanya peningkatan risiko penyakit parah, termasuk kematian pada wanita hamil yang terkena COVID-19.

oleh Fitri Syarifah diperbarui 05 Nov 2020, 19:00 WIB
Ilustrasi ibu hamil dan COVID-19. (unsplash.com).

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah Amerika Serikat melaporkan adanya peningkatan risiko penyakit parah termasuk kematian pada wanita hamil yang terkena COVID-19.

Seperti diberitakan NY Times, hal ini didasarkan pada studi besar pada puluhan ribu wanita hamil yang memiliki gejala COVID-19.

"Wanita hamil secara signifikan lebih mungkin membutuhkan perawatan intensif, untuk dihubungkan ke mesin bypass jantung-paru khusus, dan membutuhkan ventilasi mekanis daripada wanita tidak hamil pada usia yang sama yang memiliki gejala COVID-19," tulis peneliti.

Masalah selanjutnya, wanita hamil menghadapi peningkatan risiko kematian 70 persen dibandingkan dengan wanita tidak hamil yang bergejala.

Studi dari Centers for Disease Control and Prevention (CDC), studi terbesar sejauh ini, meneliti hasil dari 409.462 wanita bergejala berusia 15 hingga 44 tahun yang dites positif terkena virus corona. Ada 23.434 yang sedang hamil.

“Wanita hamil berada pada peningkatan risiko penyakit parah. Sebelumnya, kami mengatakan mereka 'mungkin' berisiko lebih tinggi untuk mengalami kondisi yang parah," kata Sascha Ellington, seorang ilmuwan kesehatan yang juga salah satu penulis studi baru tersebut.

Namun, Ellington menekankan bahwa risiko keseluruhan dari komplikasi dan kematian rendah.

“Risiko absolut dari hasil yang parah ini rendah di antara wanita berusia 15 hingga 44 tahun, terlepas dari status kehamilannya. Apa yang kami lihat adalah peningkatan risiko yang terkait dengan kehamilan,” katanya.

 

Simak Juga Video Berikut Ini:


Hindari Paparan Virus SARS-CoV-2

ilustrasi hamil/Photo by Michalina on Unsplash

Dr Denise Jamieson, Ketua Ginekologi dan Kebidanan di Emory University School of Medicine, mengatakan data baru tersebut menggarisbawahi pentingnya wanita hamil melakukan upaya pencegahan ekstra untuk menghindari paparan virus. Termasuk menghindari pertemuan sosial dan interaksi dengan orang, bahkan anggota keluarga di rumah sendiri, yang mungkin terpajan atau terinfeksi.

“Ini adalah informasi baru yang menambah bukti dan benar-benar menggarisbawahi pentingnya wanita hamil melindungi diri dari COVID-19,” kata Jamieson.

“Penting untuk memakai masker, dan menghindari orang-orang yang tidak memakai masker."

Meski begitu, ibu hamil tidak boleh melewatkan kunjungan perawatan prenatal dan harus mendapatkan vaksin yang mereka butuhkan. Penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa wanita hamil harus memiliki akses ke vaksin COVID-19 yang aman dan efektif, begitu tersedia.

Studi sebelumnya tidak menemukan risiko kematian yang lebih tinggi di antara pasien COVID-19 yang hamil, tetapi pasien hamil dalam studi baru 1,7 kali lebih mungkin meninggal dibandingkan pasien yang tidak hamil. Angka itu sama dengan angka kematian 1,5 per 1.000 kasus di antara wanita hamil bergejala, dibandingkan dengan 1,2 per 1.000 kasus wanita bergejala yang tidak hamil.

Bahkan setelah dilakukan penyesuaian berdasarkan usia, ras, etnis, dan kondisi kesehatan yang mendasari seperti diabetes dan penyakit paru-paru, wanita hamil tiga kali lebih mungkin dirawat di unit perawatan intensif dibandingkan wanita tidak hamil. Lalu, wanita hamil 9 kali lebih mungkin untuk menerima perawatan ventilasi mekanis.

Studi tersebut juga menyoroti perbedaan ras dan etnis. Hampir sepertiga dari wanita hamil yang menderita COVID-19 adalah Hispanik. Sementara wanita kulit hitam mewakili 14 persen wanita hamil yang termasuk dalam analisis, sembilan dari 34 kematian adalah wanita kulit hitam.

Ellington menekankan pentingnya mengambil tindakan pencegahan untuk menghindari infeksi. Salah satunya dengan membatasi interaksi untuk menghindari orang yang mungkin telah terpapar.

“Wanita hamil harus diberi konseling tentang pentingnya mencari perawatan medis segera jika mereka memiliki gejala,” tulis para penulis.

Sebuah studi yang lebih kecil, juga dirilis Senin dari CDC, melaporkan bahwa wanita yang dites positif terkena virus corona berisiko lebih tinggi melahirkan bayi mereka secara prematur. Sekitar 12,9 persen dari 3.912 wanita hamil dengan COVID-19 melahirkan secara prematur. Sementara pada populasi ibu hamil lainnya persentase prematur ada di angka 10,2 persen.

Di antara 610 bayi baru lahir yang dites virus corona ada 2,6 persen positif terinfeksi virus SARS-CoV-2. Sebagian besar infeksi terjadi dua minggu setelah bayu lahir.


Sehat Sejak dalam Kandungan

Kehamilan yang ideal adalah kehamilan yang direncanakan, diinginkan dan dijaga perkembangannya secara baik.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya