Saksi: Brigjen Prasetijo Minta Surat Jalan Tidak Ditandatangani Kabareskrim

Kepada Dody, Prasetijo meminta agar surat jalan tersebut tidak ditandatangani oleh Kabareskrim Komjen Listyo Sigit.

oleh Liputan6.com diperbarui 03 Nov 2020, 22:06 WIB
Bareskrim Polri menyerahkan tersangka dan barang bukti kasus hilangnya red notice Djoko Tjandra ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Selatan, Jumat (16/10/2020). Mereka adalah Irjen Napoleon Bonaparte, Brigjen Prasetijo Utomo, dan Tommy Sumardi. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan Kaur TU Ro Korwas PPNS Bafeskrim Polri, Dody Jaya selaku saksi dalam perkara surat jalan palsu Djoko Tjandra pada persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur, Selasa (3/11/2020).

Berdasarkan kesaksian dalam persidangan dan sebagaimana dalam dakwaan, Dody mengakui dialah yang membuat surat jalan atas permintaan dari Brigjen Prasetijo Utomo tujuan ke Pontianak.

"Surat jalan untuk beliau sendiri, tujuan ke Pontianak. Beliau meminta saya 'Tolong bikinkan surat jalan untuk saya'," ujar Dody dalam persidangan.

Atas permintaan surat jalan oleh Prasetijo, Dody sempat menanyakan tujuan pembuatan surat tersebut. Hanya saja, apa yang ditanyakan Dody tidak dijawab secara rinci oleh Prasetijo.

"Atas namanya Prasetijo pengikut Kompol Jhony tujuannya ke Pontianak. Saya tanya 'Tujuannya apa', (jawab Prasetijo) 'Tulis saja Pontianak'," sambungnya.

Setelah rampung membuat surat tersebut, Dody menyerahkannya pada Prasetijo dan tak lama langsung menaruh di atas meja di ruangannya.

"Saya serahkan ke beliau, beliau melihat langsung, saya taruh di meja beliau, saya keluar," ujarnya.

Selanjutnya, Dody mengungkapkan, dirinya sempat dipanggil oleh Prasetijo guna mengoreksi surat yang telah dibuat. Kepada Dody, Prasetijo meminta agar surat jalan tersebut tidak ditandatangani oleh Kabareskrim Komjen Listyo Sigit.

"Setelah beberapa minggu, sesprinya bilang dipanggil bapak (Prasetijo). Beliau mengatakan 'Ini yang tanda tangan saya', posisi itu (surat) sudah tercoret. 'Yang tanda tangani saya jangan Kabareskrim'. Harusnya yang tanda tangan Kabareskrim atau Waka lalu diganti jadi nama bapak. Prasetijo Utomo," jelas Dody.

Dody bersaksi, dia tidak hanya satu kali diminta untuk membuat surat jalan. Dia kembali diminta untuk membuat surat jalan atas nama Anita Kolopaking dan Djoko Segiarto pada 3 Juni 2020.

Dalam hal ini, Dody sudah tiga kali diminta untuk membuat surat jalan. Surat tersebut atas nama Brigjen Prasetijo Utomo, Anita Kolopaking, dan Djoko Tjandra.

"Total ada 3 (surat), atas nama pak Prasetijo pengikut Jhony. Kedua Ibu Anita pengikut Djoko Soegiarto. Tanggalnya bersamaan kalau tidak salah tanggal 3 bulan Juni. Surat berikutnya atas nama Djoko Soegiarto. Tidak ada pengikut cuma dia saja, itu tanggal 18 Juni 2020," imbuhnya.

Padahal lanjutnya soal perintah pembuatan surat tersebut, Dody telah mengingatkan kepada Brigjen Prasetijo bahwa ada kesalahan terkait pembuatan surat tersebut.

"Saya sudah kasih tahu bahwa ada yang salah nih," jelasnya.

Namun kembali, Dody dalam persidangan bahwa dirinya hanya menjalankan perintah atasannya yakni Brigjen Prasetijo dan tidak mengetahui tujuan dibuatnya surat tersebut.

"Tidak tahu tujuannya (kegunaan surat tersebut)," Brigjen Prasetijo Lempar Pembuatan Surat ke Dody.

Saksikan video pilihan di bawah ini:


Brigjen Prasetijo Bantah Buat Surat Jalan

Sebelumnya, dalam Gelar sidang pembacaan eksepsi atau nota keberatan terhadap dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Terdakwa surat jalan palsu, Brigjen Prasetijo Utomo membantah dirinya yang membuat surat jalan untuk Djoko Sugiarto Tjandra.

Tim Kuasa hukum Prasetijo yang secara bergantian membacakan eksepsi tersebut, menilai bahwa yang membuat surat jalan palsu adalah saksi Dodi Jaya-lah yang membuat surat jalan.

"Berdasarkan dan sebagaimana keterangan saksi Dodi Jaya tersebut, sesungguhnya sudah jelas bahwa yang membuat surat-surat jalan tersebut adalah Dodi Jaya," kata Tim Kuasa hukum Prasetijo pada sidang di PN Jakarta Timur, Selasa (20/10/2020).

Sehingga tidak tepat tim jaksa penuntut umum mendakwa terdakwa, sebagai orang yang membuat surat palsu sebagaimana dimaksud dalam pasal 263 ayat (1) KUHP.

"Atas hal itu, kekeliruan Penuntut Umum dalam menempatkan locus delicti yang tidak tepat berakibat Surat Dakwaan Penuntut Umum, batal demi hukum, hal ini sesuai dengan Yurisprudensi Mahkamah Agung Nomor808K /PID/ 1984," katanya.

Reporter : Bachtiarudin Alam

Sumber: Merdeka

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya