Liputan6.com, Jakarta - Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, Febrio Nathan Kacaribu mengklaim penanganan kasus positif covid-19 dilakukan pemerintah sudah menunjukan perbaikan. Hal ini ditandai dengan kasus harian dan kasus aktif nasional mulai melandai.
"Kalau kita lihat perkembangan penanganan covid-19 di Indonesia sudah menunjukkan perbaikan," kata dia dalam acara Simposium Nasional Keuangan Negara (SNKN) 2020, Rabu (4/11).
Advertisement
Dia mengatakan, penurunan angka kasus positif Covid-19 terjadi setelah pemerintah dan Pemprov DKI Jakarta melakukan kembali Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) secara ketat. Di mana PSBB terhitung pada periode 14 September - 11 Oktober 2020.
Berdasarkan data hingga Selasa (3/11) kemarin, kasus positif Covid-19 di Tanah Air bertambah 2.973. Angka ini mengalami penurunan dibandingkan pada beberapa waktu lalu yang tembus mencapai di atas 4.000 kasus per harinya.
Adapun secara keseluruhan total kasus positif menjadi 418.375 kasus. Pasien sembuh bertambah 3.931 menjadi 349.497 orang. Kasus kematian bertambah 102 menjadi 14.146 orang.
Meski dalam tren baik, kondisi tersebut tetap perlu diwaspadai. Pemerintah mengkhawatirkan setelah libur panjang Maulid Nabi akan terjadi peningkatan kembali. "Namun kondisi ini tetap perlu diwaspadai khususnya setelah libur panjang Minggu lalu sampai nanti ditemukan vaksin," kata dia.
Untuk itu, pemerintah tidak henti-hentinya meminta agar masyarakat menerapkan protokol kesehatan yang mencakup 3M (Mencuci tangan, Menjaga jarak, dan Memakai masker. Sehingga diharapkan, mampu meminimalisir terjadinya penyebaran Covid-19.
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Sri Mulyani Gambarkan Brutalnya Dampak Covid-19 ke Ekonomi Dunia
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati mengatakan dampak pandemi Covid-19 telah mempengaruhi seluruh aktivitas ekonomi di dunia. Kehadiran virus ini bahkan tidak pandang bulu, memberikan tekanan terhadap ekonomi baik di negara maju, negara barat, negara timur, negara berkembang, negara yang dalam low income atau high income semuanya terkena.
"Ini yang menggambarkan betapa sangat dalam dan brutalnya covid mempengaruhi seluruh perekonomian di dunia," kata Sri Mulyani dalam acara Capital Market Summit & Expo 2020, Senin (19/10).
Dia mengatakan, dampak Covid-19 di Indonesia sendiri sebetulnya cukup mengejutkan. Ekonomi pada kuartal II-2020 saat itu mengalami kontraksi hingga minus 5,3 persen.
Kendati begitu, jika dilihat dalam perspektif antara negara-negara baik tergabung di dalam G20, atau negara-negara yang emerging, pertumbuhan ekonomi Indonesia relatif dalam situasi yang cukup baik. "Meskipun ini tentu tidak membuat kita terlena. kita tetap berusaha untuk mengembalikan perekonomian kita kepada zona positif," kata dia.
Bendahara Negara itu menyebut, tak hanya Indonesia, di negara sekitar juga mengalami kontraksi yang lebih dalam. Tentu kalau melihat Malaysia, Thailand, Singapura, Filipina mengalami kontraksi bahkan sudah di atas 10 persen semuanya.
"Dan untuk kuartal III-nya mereka juga masih menghadapi kontraksi yang sangat dalam di atas 4 persen. Misalnya saja, Malaysia dari 17,1 persen kontraksi kuartal kedua, kuartal III-nya proyeksinya 4,5 persen," katanya.
Kemudian untuk Filipina 16,5 persen kontraksinya di kuartal II, kemungkinan akan kontraksi di kuartal III 6,3 persen, Thailand yang mengalami kontraksi kuartal II 12,2 persen, kuartal III masih akan menghadapi kontraksi 9,3 persen.
"Kalau Singapura memang sangat terpukul karena memang negara ini sangat bergantung pada trade, pada tourism, pada mobility dari seluruh dunia dan oleh karena itu mengalami kontraksi di 13,2 persen, dan untuk kuartal III masih di 6,0 persen," katanya.
Sementara Pemerintah Indonesia sendiri mengharapkan proyeksi pertumbuhan ekonomi di kuartal III kontraksinya diantara minus 1 persen hingga minus 2,9 persen. Dengan demikian, secara keselurihan ekonomi 2020 berada di minus 1,7 persen hingga minus 0,6 persen.
"Ada negara yang bisa pulih dan kecepatan pemulihannya sangat tergantung dari berbagai hal termasuk kemampuan mereka untuk menangani covid, namun juga instrumen kebijakan yang mereka miliki, baik itu fiskal, moneter maupun kebijakan di sektor keuangan," tandas dia.
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com
Advertisement