Liputan6.com, Jakarta - Di pasaran banyak alat pacu jantung dan perangkat jantung implan lainnya yang digunakan untuk memantau dan mengobati aritmia dan masalah jantung lainnya.
Namun umumnya, alat-alat itu memiliki kelemahan karena penggunaan bahan kaku yang tidak dapat bergerak untuk menampung detak jantung. Atau, alat-alat itu terbuat dari bahan lembut yang hanya dapat mengumpulkan informasi dalam jumlah terbatas.
Para peneliti dari University of Houston telah menemukan sebuah tambalan (patch) yang terbuat dari bahan elektronik elastis yang dapat ditempatkan langsung di jantung.
Baca Juga
Advertisement
Tambalan ini dapat merekam informasi aktivitas elektrofisiologis, suhu, detak jantung, dan indikator lainnya pada waktu bersamaan.
Cunjiang Yu, Associate Professor of Mechanical Engineering di University of Houston dan co-author di penelitian ini mengatakan perangkat tersebut menandai babak baru bioelektronika yang dikembangkan berdasarkan bahan elektronik kenyal yang kompatibel dengan jaringan jantung.
Hal ini, kata dia, memungkinkan perangkat untuk memperbaiki kekurangan pada implan jantung sebelumnya, yang sebagian besar terbuat dari bahan elektronik kaku.
"Untuk orang yang mengalami aritmia jantung atau serangan jantung, Anda perlu segera mengidentifikasi masalahnya. Perangkat ini bisa melakukan identifikasi itu," kata Yu dikutip dari Eurekalert, Rabu (4/11/2020).
Kemampuan Lain
Selain itu, perangkat ini dapat memanen energi dari detak jantung, sehingga ia dapat berfungsi tanpa sumber daya eksternal.
Dengan demikian, perangkat ini tidak hanya dapat melacak data untuk diagnostik dan pemantauan, tetapi juga menawarkan manfaat terapeutik seperti kecepatan listrik dan ablasi termal.
"Tidak seperti bioelektronik yang terutama didasarkan pada bahan kaku dengan struktur mekanis yang dapat direntangkan pada tingkat makroskopis, membangun bioelektronika dari bahan dengan modulus yang sesuai dengan jaringan biologis akan mengantarkan kita pada bioelektronika generasi berikutnya dan biosensor yang tidak memiliki perangkat keras," kata para peneliti.
Advertisement