Liputan6.com, Jakarta - Wisata selam, sebagaimana sub-sektor pariwisata lain, mau-tak mau harus menelan pil pahit akibat pandemi. Pembatasan perjalanan bermaksud memutus rantai penyebaran virus SARS-CoV-2 meninggalkan mereka dengan napas terengah.
Setelah beberapa bulan sejak awal pandemi, Rizky Soerapoetra selaku Ketua Umum Perkumpulan Usaha Wisata Selam Indonesia (PUWSI) mengatakan bahwa pihaknya sedang mengupayakan Desember 2020--Januari 2021 sebagai starting point.
"Tapi, itu pun masih tergantung bagaimana penanganan COVID-19," katanya dalam Sosialisasi Panduan CHSE Wisata Selam dan Dive Tourism Market Updates Jakarta secara daring, Selasa 3 November 2020.
Baca Juga
Advertisement
Berdasarkan keterangan Goto dari Laguna Gili di Lombok, NTB, penyelam yang datang sekarang 70 persennya berasal dari lokal. "Kebanyakan dari Jakarta dan Surabaya," imbuhnya. 20 persennya merupakan orang asing yang bekerja di Indonesia, dan sisanya merupakan orang asing yang tinggal di dalam negeri karena tak bisa pulang.
Total dari 50-an dive center di seluruh wilayah Lombok, dikatakan hanya 30 persen yang baru beroperasi, mengingat belum ramainya wisatawan. Sebagian besar pekerja pun banting setir, entah jadi nelayan maupun petani, untuk tetap punya pemasukan.
"Baru Oktober kemarin saat ada libur panjang lumayan ramai. Tapi, habis itu sepi lagi," katanya. Selama pandemi COVID-19, pihaknya menjelaskan tetap melakukan promosi di media sosial dan memberi harga spesial lewat paket perusahaan.
** #IngatPesanIbu
Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.
Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Ada Kerja Sama Secara Natural
Sementara, I Wayan Tambir dari Puri Madha Dive Resort Bali, mengatakan bahwa pihaknya telah mempersiapkan diri dan siap memberi pelayanan sebaik-baiknya dengan tetap menjalankan protokol kesehatan secara ketat.
"Semua pelaku wisata bersatu mendatangkan wisawatawan domestik. Kami juga memberi arahan pada karyawan dan masyarakat untuk bersinergi mendatangkan wisatawan nuasantara. Juga, memberi informasi, serta pemahaman bahwa segala sesuatu harus dilakukan dengan baik, sesuai arahan protokol kesehatan," ungkapnya.
Pihaknya pun menggagas perubahan layanan demi mencegah penyebaran COVID-19. Pertama, ada pembatasan kunjungan. Kemudian, menyediakan tempat cuci tangan dan hand sanitizer, serta mempersiapkan disinfektan.
"Pengusaha wisata selam di Tulamben juga sepakat untuk membatasi menerima tamu dalam jumlah besar karena takutnya tak bisa jaga jarak. Kami juga sepakat tak menerima tamu dalam jumlah besar di ruangan tertutup. Misal, 10--50 orang, semua kegiatan di luar ruang alias outdoor," ujarnya.
Kemudian, berdasarkan keterangan Aprita Primayuda dari Gabungan Usaha Wisata Bahari dan Tirta Indonesia (GAHAWISRI) Labuan Bajo, 80 persen pelaku wisata selam sudah kembali membuka bisnisnya. "20 persennya menunggu buka di 2021," katanya.
Advertisement
Protokol Wisata Selam
Selama tak ada tamu akibat pandemi, pihaknya tetap melakukan berbagai kegiatan. Termasuk di dalamnya pelatihan reef check, pelatihan ecodiver, serta melakukan analisa dan rekomendasi bersama Balai Taman Nasional Komodo.
Kondisi sulit yang dihadapi membuat para pengusaha justru berbagi biaya operasional sebagai strategi bisnis selama masa pemulihan. "Secara tak langsung sudah ada standar harga, ada kerja sama secara natural," tuturnya.
John Rahasia dari Tagaroa Dive Center Manado mengatakan, pihaknya bersyukur dan berterima kasih atas protokol wisata selam yang sudah dirilis Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf/Baparekraf).
Dengan begitu, sudah ada standar jelas dalam operasioal wisata selam. Protokol CHSE wisata selam tersebut sudah bisa diakses dan diunduh di laman resmi Kemenparekraf.