Restrukturisasi Jiwasraya Opsi Terbaik, Nasabah Butuh Kepastian Dana

Restrukturisasi PT Asuransi Jiwasraya merupakan langkah tepat untuk menyelamatkan pihak nasabah

oleh Liputan6.com diperbarui 05 Nov 2020, 11:03 WIB
Ilustrasi Jiwasraya (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta Pengamat Asuransi Irvan Rahardjo menilai restrukturisasi PT Asuransi Jiwasraya merupakan langkah tepat untuk menyelamatkan pihak nasabah. Sebagai langkah lanjutan, pemerintah pun memberikan dukungan dana lewat Penyertaan Modal Negara (PMN).

Menurut Irvan, nasabah saat ini membutuhkan kepastian dana segar dari berbagai skema, termasuk PMN setelah menunggu selama 2 tahun terakhir.

"Selama ada penyelesaian yang konkrit (soal) pembayaran dalam bentuk tunai, itu sudah sangat ditunggu. Kalau yang ada sekarang PMN bagus. Sepertinya akan ada uang besar dari APBN," kata Irvan kepada wartawan, Rabu (4/11/2020).

Adapun rencana pemberian PMN kepada Jiwasraya ini akan disalurkan melalui PT Bahana Pembiayaan Usaha Indonesia (BPUI), yakni senilai Rp 22 triliun. Keputusan ini diambil setelah Komisi VI DPR RI bersepakat dengan Kementerian BUMN untuk memberikan skema PMN.

Di samping itu, Jiwasraya melakukan restrukturisasi kepada pemegang polis semua produknya, dengan agenda utama menurunkan bunga yang sebelumnya dijanjikan sebesar 13-14 persen menjadi 6-7 persen.

Nasabah yang setuju akan dipindahkan ke perusahaan cangkang, IFG Life yang berada di bawah BPUI.

Namun demikian, Irvan mengingatkan agar seluruh rencana tersebut dapat segera dieksekusi, apapun itu skemanya. Sebab nasabah Jiwasraya disebutnya telah menanti pemasukan dana jauh sebelum pandemi Covid-19 merebak.

"Dari semua itu yang penting nasabah sudah menunggu 2 tahun ini. Yang penting ada uang tunai, yang penting ada uangnya. Tapi kan kenyataannya kan belum ada sampai sekarang," ujar Irvan.

Seperti diketahui, per 30 September 2020, liabilitas Jiwasraya berada di angka Rp 54,5 trilun dengan sisa aset mencapai Rp 16 triliun. Dengan begitu ekuitas Jiwasraya telah berada di posisi minus Rp 38,5 triliun.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Kasus Jiwasraya Jadi Momentum Wujudkan Pasar Modal Lebih Sehat

Suasana kantor Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Kamis (10/11). Dari 538 saham yang diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia, 181 saham menguat, 39 saham melemah, 63 saham stagnan, dan sisanya belum diperdagangkan. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sederet nama-nama yang terlibat dalam kasus korupsi Jiwasraya telah dihukum seumur hidup. Hukuman ini termasuk hukuman yang cukup berat dalam kasus yang melibatkan pimpinan perusahaan asuransi plat merah tersebut.

Menaggapi hal ini, Pengamat Pasar Modal Budi Frensidy mengaku apa yang sudah dilaukan penegak hukum harus dibarengi upaya otoritas, dalam hal ini Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bursa Efek Indonesia (BEI), untuk mereformasi pasar modal.

"Ini omen bagus untuk reformasi pasar modal. Bahwa sebelumnya banyak orang yangg berkomplot untuk meraup keuntungan pribadi dan kelompoknya dengan melakukan banyak manipulasi canggih dan kecurangan yang sulit dibongkar para pengawas dan otoritas," ungkap dia kepada wartawan, Selasa (27/10/2020).

Senada, Pengamat Pasar Modal Hans Kwee melihat, industri pasar modal saat ini lebih bersih dantransparan

"Kita melihat ini menjadi wajah baru pasar saham. Kita melihat dahulu pasar saham dilihat kalau tidak ada group tertentu tida ramai. Terbukti, sekarang pasar tetap ramai, indeks tetap naik, jadi tidak diwarnai transaksi yang tidak sehat. Artinya kita sudah menemukan inilah pasar yang baru, lebih bersih, lebih transparan," ungkap Hans Kwee kepada wartawan.

Dia melihat, apa yang dilakukan OJK dan BEI sudah bejalan dengan baik dan sebagaimana mestinya. Dengan begitu, kepercayaan investor hingga saat ini terus meningkat. Terbukti, investor domestik di pasar modal tembus di angka 3 juta.

Hanya saja, dia menyarankan kepada otoritas untuk lebih meningkatkan kedalaman pasar. Di tengah kepercayaan investor meningkat, dia melihat kedalaman pasar juga harus ditingkatkan demi keseimbangan industri. Caranya, dengan meningkatkan jumlah produk-produk derivatif.

"Tujuannya kalau market turun bisa lakukan lindung nilai, sehingga pasar lebih stabil," tambah dia.

Ttidak hanya itu, otoritas juga dinilai harus membentuk atiran mengenai liquidity provider. "Sehingga kita tahu persisis siapa yang bertanggung jawab terhadap suatu emiten tertentu," ucapnya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya