Media Sosial Sebut Komitmen Berantas Hoaks Selama Pemilu AS, Simak Penelusurannya

Pemberantasan hoaks yang dimaksud Facebook, Twitter, hingga YouTube adalah tuduhan tidak mendasar dan pernyataan prematur tentang kemenangan salah satu kandidat calon dalam pemilu.

oleh Cakrayuri Nuralam diperbarui 05 Nov 2020, 14:00 WIB
Ilustrasi Penggunaan Media Sosial Credit: pexels.com/pixabay

Liputan6.com, Jakarta - Raksasa media sosial, seperti Facebook, Twitter, dan YouTube berkomitmen untuk memberantas hoaks di ruang digital, terlebih saat pemilihan umum (pemilu) Amerika Serikat (AS), yang saat ini sudah dilaksanakan.

Pemberantasan hoaks yang dimaksud Facebook, Twitter, hingga YouTube adalah tuduhan tidak mendasar dan pernyataan prematur tentang kemenangan salah satu kandidat calon, sebagai contoh di pemilu AS.

Kendati demikian, seorang asisten profesor jurnalisme dan media di University of North Carolina, Shannon McGregor, mengatakan kalau publik tidak melihat apa yang diharapkan dari janji para raksasa media sosial.

Disebutkan McGregor, seperti dikutip dari Latin Post, khususnya di Facebook, masih ada banyak hoaks yang bertebaran di ruang digital itu.

Lalu, apakah benar para raksasa media sosial menepati janjinya untuk memberantas hoaks selama pemilu?

 

Saksikan video pilihan berikut ini:


Facebook

Logo Facebook. (Sumber Pixabay)

Dikutip dari Latin Post, Facebook memberlakukan langkah-langkah tertentu untuk mencegah informasi yang salah, seperti membiarkan pengguna mematikan semua iklan politik di situs platform mereka. Ada juga layanan mematikan berbagi foto di Instagram menjelang periode pemilu.

Dikutip dari The Verge, wakil Presiden Facebook untuk urusan global, Nick Clegg mengatakan, platform mereka sudah menggunakan kecerdasan buatan untuk menghapus banyak kiriman dan akun palsu. Untuk memverifikasi sebuah informasi, Facebook bermitra dengan 70 outlet media, lima di antaranya di Prancis.

"Orang-orang beralih ke Grup Facebook untuk terhubung dengan orang lain dengan minat yang sama. Tetapi, mereka tetap harus mengikuti aturan yang diterapkan Facebook untuk semua," katanya.

Salah satu hoaks yang baru dihilangkan oleh Facebook adalah foto Joe Biden, salah satu kandidat Presiden AS, yang mendukung aborsi lima menit sebelum kelahiran. Jika bayi itu selamat, bisa saja dibunuh jika disetujui oleh orang tuanya.

 

 


Twitter

Ilustrasi Twitter (Foto: Pixabay)

Seperti Facebook, Twitter melarang iklan politik, yang dianggap sebagai salah satu keputusan terberat perusahaan. Twitter juga berjanji menghapus kicauan yang melanggar aturan mereka.

Teranyar, Twitter telah menandai cuitan tentang Joe Biden yang diedit seakan-akan lupa nama daerah di mana ia kampanye. Video itu ternyata sudah dilihat lebih dari 1 juta kali di Twitter sejak muncul akhir pekan lalu.

Dalam video asli yang belum diedit, tanda di depan dan di belakang Biden saat d atas panggung bertuliskan "Teks MN ke 30330" - memperjelas bahwa acara tersebut di Minnesota.

Namun dalam video palsu, tanda-tanda di atas panggung diedit menjadi "Tampa, Florida," dan "Teks FL ke 30330." Video itu dibagikan di Twitter oleh seseorang yang menuduh Biden melupakan peristiwa itu.

Twitter pun melabeli kicauan itu sebagai informasi yang berpotensi menyesatkan. Kicauan itu juga disembunyikan dari pandangan warganet.

Seorang pakar media sosial, Jennifer Grygiel, seperti dikutip dari Latin Post, menyebut hal yang dilakukan Twitter kurang efektif.

"Ketika sebuah tweet, pada dasarnya, sudah go public. Itu artinya sudah membawa kekuatan penuh dari dampak reaksi pasar," ujarnya.

 


Google dan YouTube

Google / Sumber: Pixabay

Untuk sementara, Google juga melakukan kebijakan yang sama seperti Facebook dan Twitter, yakni melarang iklan politik. Platform layanan video mereka juga melarang video yang mempromosikan konspirasi palsu.

Namun di YouTube, video tentang Donald Trump yang memenangkan pemilu tidak dihapus karena tak melangar kebijakan. Bahkan, YouTube, dalam laporan The Verge, masih mengizinkan orang melihat video itu, meski proses penghitungan belum selesai.

 


Tentang Cek Fakta

Liputan6.com merupakan media terverifikasi Jaringan Periksa Fakta Internasional atau International Fact Checking Network (IFCN) bersama puluhan media massa lainnya di seluruh dunia. 

Cek Fakta Liputan6.com juga adalah mitra Facebook untuk memberantas hoaks, fake news, atau disinformasi yang beredar di platform media sosial itu. 

Kami juga bekerjasama dengan 21 media nasional dan lokal dalam cekfakta.com untuk memverifikasi berbagai informasi yang tersebar di masyarakat.

Jika Anda memiliki informasi seputar hoaks yang ingin kami telusuri dan verifikasi, silahkan menyampaikan kepada tim CEK FAKTA Liputan6.com di email cekfakta.liputan6@kly.id.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya