Tenaga Ahli KSP: Pemerintah Libatkan Organisasi Keagamaan soal Kehalalan Vaksin Covid-19

Ketua LAKPESDAM NU ini meyakini, para ulama mempunyai perangkat keilmuan untuk tidak menghalangi penggunaan vaksin, jika yang tersedia belum bisa dipastikan kehalalannya.

oleh Lizsa Egeham diperbarui 05 Nov 2020, 13:08 WIB
Petugas kesehatan saat persiapan simulasi vaksin COVID-19 di Puskesmas Tapos, Depok, Jawa Barat, Kamis (22/10/2020). Pemkot Depok menggelar simulasi vaksin COVID-19 dalam rangka persiapan vaksinasi yang rencananya akan dilaksanakan bulan November 2020. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah melibatkan berbagai organisasi keagamaan untuk memastikan kehalalan vaksin virus Corona atau Covid-19. Untuk itu, masyarakat diminta tidak mudah terprovokasi terhadap penolakan vaksin, sebelum ada pernyataan resmi dari lembaga rerkait.

"Pemerintah ingin ada keterbukaan informasi terkait produksi vaksin," ujar Tenaga Ahli Utama Kedeputian V Kantor Staf Presiden (KSP) Rumadi Ahmad melalui keterangan resmi di Jakarta, Kamis (5/11/2020).

Ketua Lajnah Kajian Pengembangan Sumberdaya Manusia (LAKPESDAM) NU ini meyakini, para ulama mempunyai perangkat keilmuan untuk tidak menghalangi penggunaan vaksin, jika yang tersedia belum bisa dipastikan kehalalannya. Namun, pada prinsipnya segala sesuatu yang masuk dan dikonsumsi umat Islam sangat penting memastikan kehalalan.

"Tapi dalam keadaan darurat, jika belum ada obat yang lain, Islam tidak melarang mengkonsumsi obat tersebut," jelas Rumadi.

Pernyataan Rumadi merujuk pada hukum Islam mengenai teori darurat atau nadhariyat ad-darurah. Ada juga pembahasan tentang rukhsah atau kemudahan yang diberikan oleh Allah SWT. Kemudahan itu sebagai jalan bagi umat Islam jika dihadapkan pada situasi yang mengancam jiwa, hal yang sangat dilindungi Islam.

"Para ulama Indonesia pasti sangat memahami hal tersebut dan akan memberi panduan yang memudahkan, bukan mempersulit," kata dia.

Sebelumnya, Wakil Presiden Ma’ruf Amin menjelaskan, vaksin yang tidak berlabel halal bisa digunakan oleh masyarakat, namun harus mendapatkan ketetapan dari Majelis Ulama Indonesia (MUI). Ma’ruf menyinggung ketika vaksin meningitis pada tahun 2010 tersedia di Indonesia belum mendapatkan sertifikasi kehalalan.

Saat itu, MUI menetapkan keputusan haram terhadap vaksin meningitis buatan Glaxo Smith Kline dari Belgia.

"Seperti (vaksin) meningitis itu ternyata belum ada yang halal, tetapi kalau itu tidak ada atau kalau tidak digunakan vaksin akan timbul kebahayaan akan timbulkan penyakit berkepanjangan, maka bisa digunakan secara darurat," ucap Ma'ruf Amin pada pertengahan Oktober lalu.

Saksikan video pilihan di bawah ini:


Jokowi Ajak Dokter hingga Apoteker Bantu Program Vaksinasi Covid-19

Petugas kesehatan menyuntik pasien saat simulasi vaksin COVID-19 di Puskesmas Tapos, Depok, Jawa Barat, Kamis (22/10/2020). Pemkot Depok menggelar simulasi vaksin COVID-19 dalam rangka persiapan vaksinasi yang rencananya akan dilaksanakan bulan November 2020. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengajak para dokter, perawat, apoteker, dan profesi lainnya membantu menyukseskan pelaksanaan vaksinasi Covid-19.

Hal ini disampaikan Jokowi saat memberikan sambutan dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) dan Pertemuan Ilmiah Tahunan Ikatan Apoteker Indonesia secara virtual, Kamis (5/11/2020).

"Saya mengajak peran serta dalam rantai produksi, distribusi, dan pelayanan vaksinasi dengan memberikan pelatihan teknis terkait penanganan vaksin, serta bisa berperan menjadi promotor dan memberikan edukasi tentang vaksin," kata Jokowi dikutip dari siaran pers Sekretariat Presiden.

Dia turut mengajak semua pihak untuk bersama-sama melakukan reformasi sistem kesehatan nasional secara besar-besaran. Reformasi tersebut mencakup kemandirian obat dan bahan baku obat yang diharapkan dapat segera dicapai.

Jokowi mengatakan, sekitar 90 persen obat dan bahan baku obat masih mengandalkan impor. Padahal, Indonesia sangat kaya dengan keberagaman hayati baik di daratan maupun di lautan.

"Hal ini jelas memboroskan devisa negara, menambah defisit neraca transaksi berjalan, dan membuat industri farmasi dalam negeri tidak bisa tumbuh dengan baik," ujar Jokowi.

Untuk itu, Jokowi meminta agar kemandirian dalam industri obat-obatan dan alat kesehatan menjadi prioritas bersama. Hal ini dilakukan dengan cara-cara yang luar biasa di tengah pandemi Covid-19 yang saat ini terjadi.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya