Sri Mulyani Sebut Progres Vaksin Covid-19 Jadi Kunci Orang Kaya Belanja Lagi

BPS melaporkan konsumsi rumah tangga pada kuartal III-2020 mengalami kontraksi sebesar minus 4,0 persen.

oleh Liputan6.com diperbarui 05 Nov 2020, 15:05 WIB
Menkeu Sri Mulyani saat rapat kerja gabungan bersama BPJS dan DPR di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (18/2/2020). Rapat membahas kenaikan iuran BPJS Kesehatan, data peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI), dan peran pemda dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan konsumsi rumah tangga pada kuartal III-2020 mengalami kontraksi sebesar minus 4,0 persen. Capaian ini lebih baik dibandingkan posisi pada kuartal II-2020 yang tercatat minus 5,5 persen.

Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati mengatakan, konsumsi rumah tangga memang masih sangat terbatas di kuartal III-2020 ini. Hal itu disebabkan, karena pada periode Juli - September kondisi pandemi Covid-19 sedang berada pada puncaknya.

"Konsumsi dari rumah tangga kelas menengah atas masih terbatas. Ini dikarenakan kondisi covid memang belum berakhir," kata dia dalam video conference, di Jakarta, Kamis (5/11/2020).

Sri Mulyani mengatakan, karakter dari konsumsi rumah tangga menengah atas didominasi oleh barang dan jasa yang sensitif terhadap mobilitas. Sehingga, dampak dari pandemi covid-19, secara tidak langsung menahan konsumsi kelas menengah atas.

"Dengan adanya Covid-19 di mana mobilitas menjadi terbatas, maka konsumsi kelas menengah atas juga menjadi tertahan," kata dia.

Oleh karena itu, salah satu upaya pemerintah untuk mendongkrak kembali konsumsi rumah tangga adalah dengan penemuan vaksin.

Dengan demikian, harapan akan adanya vaksin tersebut mampu mengembalikan tren konsumsi rumah tangga terutama kelompok menengah atas.

"Sehingga perbaikan diharapkan dan diyakini akan terjadi pada uartal keempat dan seterusnya," tandas Sri Mulyani.

Seperti diketahui, pada kuartal III 2020, pertumbuhan ekonomi Indonesia tercatat minus 3,49 persen secara year on year (yoy).

Meski begitu, ekonomi kuartal III tumbuh 5,05 persen dibandingkan dengan kuartal II, dan secara year to date (ytd) sejak kuartal I sampai dengan kuartal III, ekonomi tercatat minus 2,03 persen.

Dwi Aditya Putra

Merdeka.com

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Orang Kaya Malas Belanja, Ekonomi Indonesia Minus 3,49 Persen di Kuartal III 2020

Pengunjung dengan mengenakan masker berkeliling Mall Senayan City, Jakarta, Senin (15/6/2020). Pusat perbelanjaan atau mal di Jakarta kembali dibuka pada Senin (15/6) di masa PSBB transisi dengan jumlah pengunjung masih dibatasi hanya 50 persen dari kapasitas normal. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Pertumbuhan ekonomi Inodnesia kembali kontraksi pada kuartal III 2020. Badan Pusat Statistik (BPS) menyebut pertumbuhan ekonomi minus 3,49 persen. Pada kuartal Sebelumnya, ekonomi Indonesia juga minus 5,23 persen.

Peneliti Indef Bhima Yudhistira mengatakan, konsumsi rumah tangga pada kuartal III-2020 masih minus 4,04 persen. Kondisi ini bermakna masyarakat, khususnya kalangan menengah ke atas belum percaya terhadap penanganan pandemi yang dilakukan pemerintah.

"Masyarakat khususnya menengah ke atas belum percaya terhadap penanganan Covid-19 yang dilakukan oleh pemerintah," kata Bhima di Jakarta, Kamis, (5/11/2020).

Dia menilai, orang kaya di Indonesia atau kalangan menengah dan atas masih diliputi kekhawatiran untuk belanja di luar rumah masih cukup tinggi. Ini membuat kelas menengah dan atas mengalihkan uang ke simpanan perbankan atau aset aman. Hal ini tentu saja membuat ekonomi Indonesia tidak bergerak,

Situasi ini sulit mengalami perubahan jika masalah fundamental gerak masyarakat masih terbatas. Sebab, masalah pandemi belum juga diselesaikan.

Sisi lain, belanja pemerintah belum mampu mendorong pemulihan ekonomi. Meskipun ada kenaikan pertumbuhan sebesar 9,76 persen, namun kontribusi belanja pemerintah baru mencapai 9,69 persen pada kuartal ketiga ini.

"Kontribusi belanja pemerintah baru mencapai 9,69 persen pada kuartal ke III, hanya naik tipis dibanding kuartal ke II yakni 8,67 persen dari PDB," kata dia.

Selain itu, efektivitas belanja program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) sebesar Rp 695 triliun masih rendah sehingga membuat pertumbuhan ekonomi Indonesia masih rendah. Bhima menilai terdapat kesalahan konsep dalam penyaluran stimulus.

Dia mencontohkan program Kartu Prakerja yang tetap dilanjutkan. Padahal target sasaran tidak fokus dan training secara online belum dibutuhkan dalam situasi masyarakat membutuhkan bantuan langsung.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya