Liputan6.com, Jakarta Kepala Pusat Penelitian LIPI, Herry Yogaswara mengatakan transformasi kota perlu dilakukan dengan melibatkan secara utuh seluruh komponen masyarakat termasuk masukan yang bersifat informal. Menurut Harry, transformasi kota merupakan sebuah perubahan fundamental yang menyangkut perubahan kerangka pembangunan.
"Oleh karena itu pendekatan kependudukan perlu menjadi salah satu aspek penting untuk dipertimbangkan,” tegasnya dalam acara webinar World Cities Day 2020 melalui daring, Kamis (5/10/2020).
Advertisement
Herry menyebutkan, strategi informal yang ada di level masyarakat, yang dibangun kelompok masyarakat khususnya kelompok rentan di perkotaan, selama ini belum dapat diintegrasikan ke dalam perencanaan kota yang cenderung bersifat formal.
Sementara, urbanisasi dan keberlanjutan kota perlu dikelola dengan tepat, mengingat kecepatan urbanisasi khususnya pada kota-kota kecil dan menengah menjadi tantangan bagi tata kelola dan perencanaan perkotaan.
"Sehingga harus disiapkan kebijakan yang tepat untuk mengantisipasi peningkatan ketimpangan yang mungkin terjadi,” katanya.
Sementara itu Peneliti Pusat Penelitian Kependudukan LIPI, Luh Kitty Katherina menjelaskan bahwa studi tentang urbanisasi, khususnya di negara berkembang, terfokus pada kota-kota utama dari suatu negara yang mengalami proses urbanisasi sangat cepat, membentuk kawasan perkotaan yang besar atau megaurban, meninggalkan kota-kota lain di negaranya.
"Selain sebagai tempat konsentrasi penduduk, kota-kota tersebut memiliki kontribusi ekonomi yang sangat tinggi terhadap perekonomian nasional. Namun saat ini, peta urbanisasi mulai bergeser,” tegas Kitty.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Penyeimbang Pembangunan Desa
Pergeseran ini, menurut Kitty menunjukkan bahwa saat ini kota kecil dan menengah memiliki peran penting sebagai pemicu dan pusat yang dapat menarik masyarakat untuk datang dan bertempat tinggal.
Kota kecil dan menengah menurutnya juga berpotensi memiliki peran penting dalam penyeimbang wilayah dan pembangunan pedesaan jika direncanakan dan dikelola dengan baik.
"Di Indonesia, geliat perkembangan kota menengah atau yang sering juga disebut sebagai kota lapis kedua (secondary cities) mulai terlihat sekitar 1970-an,” sebut Kitty
Advertisement