Liputan6.com, Jakarta Vaksin COVID-19 diyakini Pemerintah dibutuhkan sesegera mungkin kehadirannya guna mengatasi pandemi yang berdampak pada kehidupan masyarakat di Indonesia. Rencana Pemerintah dalam menghadirkan vaksin tersebut terus jadi sorotan, terutama pada sisi keamanannya.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), badan regulator setempat suatu negara boleh mengeluarkan izin penggunaan darurat baik untuk obat, alat kesehatan, maupun vaksin untuk mempercepat penanganan COVID-19. Izin tersebut dikenal dengan emergency use authorization (EUA).
Advertisement
Ada beberapa alasan mendasar bagi Pemerintah untuk mengeluarkan izin penggunaan darurat terkait vaksin COVID-19, antara lain karena kondisi pandemi yang membutuhkan ketersediaan vaksin dengan cepat dan tidak ada atau terbatasnya pilihan vaksin untuk pencegahan penyakit yang menjadi pandemi.
Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran Prof Dr dr Cissy Rachiana Sudjana Prawira-Kartasasmita menjelaskan, semenjak Pemerintah mendeklarasikan Indonesia terkena pandemi COVID-19 pada awal Maret lalu, jumlah kasus COVID-19 terus meningkat sampai saat ini. Upaya untuk menurunkan atau memutus ranai penularan telah dilakukan, namun masyarakat masih banyak yang tidak patuh melaksanakan protokol kesehatan dan masih senang berkumpul atau tidak menghindari kerumunan. Oleh karena itu dibutuhkan usaha lain untuk mengurangi transmisi virus yaitu dengan vaksin.
Menurut Cissy yang juga Ketua Satuan Tugas (Satgas) Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Indonesia membutuhkan vaksin untuk melindungi rakyatnya terhadap penularan virus SARS-CoV-2.
"Secara normal, pengembangan suatu vaksin baru memerlukan waktu lama, namun WHO memperbolehkan adanya percepatan pengembangan vaksin COVID-19 karena kebutuhan yang mendesak saat pandemi," ujarnya.
Salah satu cara percepatan yang diperbolehkan adalah dengan adanya Izin Penggunaan Darurat atau EUA, "Izin itu diberikan oleh badan regulator di negara masing-masing, untuk Indonesia itu berarti Badan POM. Penting diketahui juga persetujuan darurat itu hanya untuk pemakaian terbatas di saat pandemi dan EUA bukanlah izin edar. Tentunya EUA harus perhatikan aspek keamanan, khasiat dan mutu," tambah Cissy.
Saksikan juga video menarik berikut ini:
EUA dengan Mempertimbangkan Manfaat dan Risiko
Dia menambahkan bahwa Izin Penggunaan Darurat yang diberikan oleh badan regulator mempertimbangkan rasio kemanfaatan dan risiko berdasarkan seluruh data mutu, non klinik dan klinik serta risiko kondisi kesehatan masyarakat yang ditimbulkan penyakit. Selain itu juga data uji klinik untuk memastikan keamanan dan khasiat serta mutu vaksin untuk digunakan masyarakat.
"Menurut WHO, syarat sebuah vaksin dapat diberikan EUA adalah minimal 50 persen relawan sudah divaksinasi secara penuh dan terus dipantau selama 3 bulan setelah suntikan terakhir. Hal tersebut juga berlaku untuk vaksin jadi yang diimpor," imbuh Cissy melalui pesan singkat.
Sebelumnya, Pelaksana Tugas Deputi I BPOM Togi Hutadjulu menjelaskan bahwa pengambilan keputusan pemberian izin penggunaan darurat harus dilakukan dengan pertimbangan kemanfaatan yang lebih tinggi dari risikonya. Keputusan diambil berdasarkan hasil evaluasi data keamanan dan khasiat vaksin. Proses evaluasi keamanan dan khasiat kandidat vaksin melibatkan Tim Komite Nasional Penilai Obat yang terdiri atas para ahli farmakologi, klinisi, dan pakar bidang terkait lain. Jika hasil evaluasi vaksin dinyatakan telah memenuhi syarat keamanan khasiat, dan mutu, maka BPOM dapat memberikan persetujuan penggunaan kategori EUA.
Advertisement