Liputan6.com, Jakarta - Menurut laporan Vogue US dilansir Jumat, 6 November 2020, fesyen adalah bisnis senilai 2,5 triliun dolar Amerika yang mempekerjakan lebih dari 1,8 juta orang di Amerika Serikat sebelum COVID-19. Sentuhannya meluas dari karpet merah acara bergengsi hingga toko-toko sederhana di Bangladesh.
Menurut beberapa perkiraan, industri ini bertanggung jawab atas 10 persen emisi karbon global tahunan. Fesyen juga menyulap impian masyarakat, menantang norma-norma, dan mencerminkan kembali apa yang diyakini. Dari penemuan tersebut, muncul pertanyaan, bisakah fesyen jadi sarat nuansa politik?
Pada Abad Pertengahan, hukum melarang orang biasa berpakaian secara setara. Lalu, selama Revolusi Prancis, kaum sansculotte mengenakan celana panjang sebagai lambang kebanggaan kelas pekerja. Mendekati era sekarang, Black Panthers menggunakan pakaian untuk merebut kekuasaan dan melawannya.
Baca Juga
Advertisement
Mereka mengadopsi seragam jaket kulit dan baret untuk menandakan perlawanan sebagai pasukan kontra polisi. Sementara dalam "Greed is good" pada tahun 1980-an, power suit dan rok pouf melambangkan kemenangan perusahaan Reaganite.
"Mode berfungsi sebagai cerminan zaman. Jadi, secara inheren itu memang bersifat politis," kata Andrew Bolton, Kurator Wendy Yu yang bertanggung jawab atas Institut Kostum di Museum Seni Metropolitan.
"Itu (fesyen) telah digunakan untuk mengekspresikan kecenderungan patriotik, nasionalistik, dan propaganda, serta masalah kompleks yang terkait dengan kelas, ras, etnis, jenis kelamin, dan seksualitas." imbuhnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Roda Perubahan
Faktor radikal di masa sekarang, Bolton menjelaskan, adalah cara kesadaran sosial dan kepedulian lingkungan menginformasikan mode. Desainer di seluruh dunia, baik perusahaan rintisan indie atau maisons terkenal secara internasional, memasukkan politik di setiap tingkat merek mereka.
Cangkupannya ada mulai dari fantasi di runway, hingga 'mur dan baut' tentang bagaimana koleksi diproduksi. Desainer ini tak hanya merancang pakaian bersama aktivis dan penyelenggara, mereka juga membuat perubahan, dan itu adalah nilai jual.
Desainer Inggris, Martine Rose, percaya bahwa, berkat COVID, publik sekarang, tiba-tiba, hidup dengan masa depan lagi. Akhir sejarah berakhir saat roda gigi dunia terhenti, menciptakan robekan pada jalinan realitas, seperti yang dikatakannya.
"Saya pikir COVID telah memunculkan percakapan yang selama ini hanya terjadi di bawah tanah," katanya. “Saya tidak percaya itu berarti kita akan menyetel ulang tatanan sosial secara total."
Tapi, Rose menyambung, itu telah menciptakan ruang untuk mengajukan pertanyaan. "Kita dapat melihat sistemnya sekarang dan memilih untuk mengembangkannya ke arah lebih manusiawi. Yang menjadikannya waktu menyenangkan jadi desainer karena Anda dapat membantu mendorong perubahan," katanya.
Pergeseran itu tak akan jadi hasil dari satu pemilihan. Bahkan, mungkin bukan pekerjaan satu generasi. Tapi, pekerjaannya dimulai hari ini, dan bagian penting dari fesyen adalah menggunakan kejeniusan dalam menciptakan mimpi guna membantu orang membayangkan apa yang akan terjadi selanjutnya.
“Mari kita rangkul perubahan," kata desainer Prancis, Olivier Rousteing Rousteing. Itulah yang membuat sejarah baru.
Advertisement