Minyak dan Ikan Jadi Instrumen yang Bisa Keluarkan Indonesia dari Jurang Resesi

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, Indonesia masih punya harapan agar ekonominya bisa segera pulih.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 06 Nov 2020, 18:30 WIB
Pedagang mengecek ikan di Pelelangan ikan Muara Baru, Jakarta, Sabtu (6/7/2019). Angka ini mengalami kenaikan 24% dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang hanya mencapai Rp32 triliun. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Indonesia resmi resesi setelah realisasi pertumbuhan ekonomi terkontraksi dua kuartal beruntun yaitu pada triwulan II dan III 2020. Ini menjadi yang pertama sejak Indonesia terakhir kali resesi pada 1999.

Kepastian resesi ini tampaknya sudah dibaca oleh pemerintah sejak jauh hari sebelum Badan Pusat Statistik (NPS) mengumumkan ekonomi Indonesia kuartal III minus 3,49 persen pada Kamis 5 November 2020. Berbagai instrumen pun telah dipersiapkan agar perekonomian nasional bisa kembali pulih pasca resesi.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, Indonesia masih punya harapan agar ekonomi bisa segera pulih. Ujaran itu keluar lantaran ia melihat sebenarnya adanya beberapa sinyal positif di kuartal III 2020, terutama pada sektor kegiatan manufaktur dan munculnya perbaikan harga pada sejumlah komoditas.

Dalam hal ini, Sri Mulyani mengutip harga minyak sawit mentah atau Crude Palm Oil (CPO) yang terus merangkak naik setelah tertekan luar biasa di Mei dan Juni. Sehingga pada Agustus dan September harga pasarannya sudah terpantau pulih.

Selain itu, ia juga menyinggung soal harga minyak dunia yang masih tinggi. Bahkan melebihi asumsi pada Perpres 54/2020, dimana baseline asumsi harga Indonesia Crude Price (ICP) sebesar USD 38 per barel untuk harga rata-rata sepanjang 2020.

"Ini dilihat dari berbagai harga komoditas, harga minyak di atas USD 40 per barel. Lebih tinggi dari asumsi di Perpres yang masih di USD 35, USD 36, dan sekarang sudah ada di atas USD 40 per barel," jelas Sri Mulyani, seperti dikutip Kamis (5/11/2020).

Lainnya, ada harga emas yang disebut Sri Mulyani terus naik seiring dengan posisinya sebagai aset aman investasi (safe haven).

"Harga komoditas lain ada perbaikan, emas safe haven dari situasi ketidakpastian, makanya melonjak di Agustus dan masih bertahan tinggi di September. LNG turun tajam di September, dari harga tembaga juga mengalami kenaikan," paparnya.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:


Ikan Sang Juru Selamat

Nelayan menurunkan ikan hasil tangkapan laut di Muara Baru, Jakarta, Kamis (29/3). Untuk mendorong ekspor komoditas perikanan KKP akan memberikan bantuan alat penangkapan ikan yang ramah lingkungan. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sektor perikanan pun dinilai mampu memulihkan perekonomian nasional pasca resesi. Hal itu diutarakan Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Edhy Prabowo, yang optimis sektor kelautan dan perikanan bisa menjadi solusi mendongkrak kembali pertumbuhan ekonomi Indonesia.

"Untuk meyakinkan kita bahwa dalam menghadapi sulitnya kondisi saat ini imbas Covid-19, saya sangat optimis sektor kelautan dan perikanan menjadi solusi, baik itu lapangan pekerjaan maupun devisa negara," ungkapnya.

Optimisme ini berangkat dari tercerminnya permintaan hasil perikanan Indonesia yang tetap tinggi di pasar internasional. Terjadi peningkatan ekspor sebesar 6,9 persen pada semester I 2020, atau setara USD 2,4 miliar.

Sumber daya ikan di laut Indonesia juga sangat melimpah. Baik di sektor perikanan tangkap maupun perikanan budidaya.

Perikanan tangkap memiliki potensi mencapai 12,5 juta ton per tahun, dan lahan budidaya lebih dari 4,5 juta ha. Hanya saja, Edhy menganggap hasilnya saat ini belum optimal.

 


Bantuan Swasta

Pemandangan deretan gedung dan permukiman di Jakarta, Rabu (1/10/2020). Meski membaik, namun pertumbuhan ekonomi kuartal III 2020 masih tetap minus. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Ketua Satuan Tugas Pemulihan Ekonomi Nasional (Satgas PEN), Budi Gunadi Sadikin, juga turut mencermati risiko terjadinya resesi. Oleh karenanya, ia meminta bantuan kepada pihak swasta untuk mau bergerak guna memulihkan perekonomian jika Indonesia benar-benar jatuh ke lubang resesi.

"Di mata kami memang setelah kita lihat struktur ekonomi Indonesia paling besar tetap kontribusinya ada di swasta. 70 persen lebih dari ekonomi Indonesia yang Rp 1.000 triliun ini merupakan kontribusi swasta. Sisanya 16 persen BUMN, sisanya lagi baru pemerintah," terangnya.

Secara porsi, ia menyebutkan, pemerintah telah mengeluarkan banyak effort melalui program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Namun itu kontribusinya hanya sekitar 16-17 persen saja dari kementerian/lembaga, ditambah 5-6 persen untuk PEN.

"Sebagian besar tetap sangat bergantung ke temen-temen di swasta," sambung pria yang juga menjabat selaku Wakil Menteri BUMN I ini.

 


Potensi Wakaf

Suasana arus lalu lintas di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, Kamis (5/11/2020). Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ekonomi Indonesia pada kuartal III-2020 minus 3,49 persen, Indonesia dipastikan resesi karena pertumbuhan ekonomi dua kali mengalami minus. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Sekretaris Ditjen Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama (Kemenag), Muhammad Fuad Nasar, menilai wakaf merupakan instrumen penting untuk menopang perekonomian Indonesia di tengah masa krisis akibat resesi.

"Pengembangan wakaf menjadi salah satu isu penting sebagai buffer penyangga ekonomi nasional kita yang sedang menghadapi resesi," kata Fuad.

Menurut dia, gerakan wakaf memperoleh momentum baru dengan terafirmasinya kebijakan pemberdayaan dana sosial keagamaan. Pemerintah juga telah memasukan pengembangan kelembagaan ekonomi umat dalam program prioritas nasional pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024.

"Pemerintah melalui Kementerian Agama RI memiliki peran yang strategis sebagai regulator dan dinamisator pengelolaan (dana) wakaf sesuai perundang-undangan," ungkap Fuad.

Fuad menyatakan, pertumbuhan ekonomi dan keuangan syariah dengan dukungan instrumen wakaf haruslah ditempatkan dalam konteks memakmurkan bangsa. Sinergitas kebijakan lintas otoritas disebutnya harus memberikan kontribusi terhadap ekosistem wakaf, bahkan menjangkau seluruh pemangku kepentingan di tingkat pusat maupun daerah

"Beberapa tahun belakangan ini semakin disadari pentingnya memperkuat ekosistem dan sinergi pengembangan wakaf. Pengembangan tata kelola wakaf memerlukan ekosistem yang mengembangkan hubungan timbal balik para pembuat kebijakan dan praktisi di lapangan," ucapnya.

"Sejalan dengan spirit penguatan ekosistem pemberdayaan wakaf, maka regulasi, tata kelola, struktur kelembagaan, literasi dan sebagainya harus lebih terkonsolidasi dan berkolaborasi lebih sinergis dengan lingkungan eksternal yang berkembang secara dinamis," seru dia.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya