Liputan6.com, Jakarta - Tak lagi terelakkan bahwa perubahan ekstrem adalah buntut pandemi yang dirasakan di semua sendi kehidupan, baik secara individu maupun kolektif. Pergeseran kebiasaan secara drastis ini nyatanya juga dirasakan para socialpreneur, sebutan bagi para pengusaha yang juga memberdayakan warga dan lingkungan sekitarnya dengan konsep fair trade.
Mau-tak mau, mereka harus beradaptasi, tak hanya dengan cepat, tapi juga cermat. "Akhirnya kami memproduksi hal-hal esensial. Bikin rencana pun maksimal hanya untuk dua bulan ke depan karena harus terus menyesuaikan," kata Ida, founder sekaligus owner House of Diamonds (HoD) pada Liputan6.com melalui sambungan telepon, Jumat, 6 November 2020.
Perubahan alur produksi pun diutarakan Founder Kreskros, Deasy Esterina. Sebelumnya, mereka bisa produksi secara terus-menerus. Tapi, sejak pandemi, mereka hanya melakukannya berdasarkan pesanan.
"Yang sebelumnya semua dikerjakan di workshop, sekarang hanya ambil material dan dikerjakan di rumah. Setelah jadi, dikumpulkan lagi ke workshop," paparnya melalui pesan, Jumat, 6 November 2020.
Baca Juga
Advertisement
Di samping, kata Ida, adaptasi pun menjamah ranah emosi. "Menurut saya, manusiawi bila terhantam sesuatu yang mendadak perubahan emosi jadi terlalu naik-turun. Makanya, adaptasi ini jangan sampai mengabaikan sisi-sisi emosi," tuturnya.
Sambil terus membentuk kebiasaan baru, Ida menjelaskan, HoD yang biasanya memproduksi produk rumah tangga, sangat hati-hati supaya tak terjebak konsep fast fashion. Karenanya, produksi beberapa item, termasuk masker kain, sebisa mungkin menggunakan material yang sudah ada. "Kalau pun harus beli material baru, harus yang eco-friendly," sambungnya.
Sementara, bagi Kreskros, setelah sempat shock karena terpaksa mengurangi dan merumahkan sementara sejumlah tim pekerja, pihaknya memilih memanfaatkan 'momen tenang' ini untuk lebih memperperbaiki sistem dan merefleksi diri. Mereka berupaya melihat apa saja yang kurang, meningkatkan yang sudah baik, dan menyiapkan desain, juga strategi baru untuk kembali bangkit di masa pandemi.
"Tahap demi tahap usaha retail daring dan titip jual mulai membaik. Bisnis B2B mulai bergerak bersama partner dan jaringan yang semua membaik." katanya.
** #IngatPesanIbu
Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.
Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Peranan Socialpreneur
Menurut Daesy, di samping membantu masyarakat dan meningkatkan perputaran ekonomi di dalam negara, socialpreneur dapat mendukung para beneficiaries di masa krisis kesehatan global seperti sekarang.
Ida menambahkan, peranan socialpreneur di masa pandemi harusnya justu lebih terasa. "Sekarang momen untuk membuktikan kalau benar social enterprise dengan mengelola profit untuk dikembalikan ke masyarakat," katanya.
Praktiknya pun dilakukan HoD dalam berbagai bentuk, sesuai kebutuhan publik di waktu tertentu. Awal pandemi, yakni sampai sekitar bulan Mei, mereka memberi bantuan berupa barang kebutuhan pokok.
"Kemudian di-adjust sesuai kebutuhan. Sempat kasih bantuan listrik saat rate-nya melonjak parah. Kemudian, kuota dan data yang jadi kebutuhan dasar sekolah anak-anak. Subsidi ke hal-hal macam itu," katanya.
Yang terbaru, pihaknya sedang menggalakkan urban farming. Di samping membantu menjamin ketahanan pangan secara mandiri, praktiknya dipercaya bisa menekan biaya kebutuhan makan sehari-hari karena bisa mengambil dari kebun sendiri, di mana bahan-bahan tersebut nantinya punya andil dalam menjaga kesehatan.
"Kami sengaja tak memberi bantuan berupa uang tunai. Selain kurang mendidik, takutnya nanti tak tepat guna," Ida menerangkan.
Advertisement
Adopsi Kebiasaan Sampai ke Pascapandemi
Selain permodalan, Ida beranggapan, socialpreneur juga butuh bantuan berupa pendampingan mengurus izin usaha. "Wadah SE (social enterprise) se-Indonesia juga belum ada. Jadi, sekarang paling cuma tanya-tanya sama komunitas di Jakarta," katanya.
Kemudian, bagi HoD yang pasarnya terkonsenterasi di Eropa, Kanada, dan sebagian Amerika Serikat, isu biaya pengiriman barang terjangkau, terutama di masa pandemi, juga jadi kendala lain. "Bisnis rumahan seperti kami terlalu berat kalau sampai harus sewa kontainer," tuturnya.
Sedangkan, pihak Kreskros tengah fokus pada pengembalian jumlah pesanan untuk memutar roda pemasukan bisnis mereka. Soal kebiasaan yang akan dibawa bahkan sampai pascapandemi, Deasy menyebut soal disiplin. "Disiplin dalam pencatatan, pendataan, dan, terutama, kebersihan. Karena tidak tahu pandemi bakal sampai kapan, kebiasaan untuk lebih bersih dan hidup sehat akan bertahan hingga di lingkungan kerja," katanya.
Secara kondisi produksi, HoD akan terus membawa kultur memanfaatkan peluang di luar negeri. Juga, bereksplorasi dengan apa yang dimiliki. "Indonesia punya resources yang sangat luar biasa. Kalau bisa dikelola dengan baik dan bijak, bakal jadi kekuatan ekonomi," Ida menuturkan.
Juga, pihaknya tengah mempertimbangkan melanggengkan kebiasaan bekerja dari rumah. Jadi, pengeluaran operasional bisa dialihkan ke gaji lebih layak. "Tinggal di-break enaknya bagaimana," tandasnya.