Rasa Syukur Handa Saat Operasi Usus Buntu Sang Ayah Dijamin JKN-KIS

Handa bersyukur operasi usus buntu sang ayah dijamin JKN-KIS.

oleh Fitri Haryanti Harsono diperbarui 09 Nov 2020, 17:00 WIB
Handa bersyukur operasi usus buntu sang ayah dijamin JKN-KIS. Ilustrasi operasi | pexels.com/@vidalbalielojrfotografia

Liputan6.com, Jakarta Handa (29) bersyukur operasi usus buntu sang ayah tercinta dijamin program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS). Operasi besar tersebut dilakukan pada Mei 2020, di kala kasus COVID-19 di Indonesia merangkak naik. Apalagi terjadi peningkatan kasus baru COVID-19 secara nasional pasca libur Hari Raya Idul Fitri dari 22-25 Mei 2020.

Pertimbangan memanfaatkan JKN-KIS memikirkan keringanan biaya. Maklum, operasi usus buntu membutuhkan biaya cukup besar bila ditanggung sendiri. Pelayanan dan penanganan rumah sakit yang diberikan kepada ayah Handa juga baik.

“Kami sekeluarga memutuskan pakai JKN-KIS buat operasi Bapak. Soalnya mikir keringanan biayanya. Kami berharap ada keringanan biaya, mengingat biaya operasi kan lumayan mahal,” tutur Handa saat berbincang dengan Health Liputan6.com melalui pesan singkat, Sabtu (7/11/2020).

Operasi usus buntu ayah Handa yang dijamin JKN sekitar Rp12 juta. Biaya tersebut sudah secara keseluruhan dijamin JKN, baik operasi, obat maupun rawat inap. Handa dan sekeluarga tidak mengeluarkan biaya tambahan.

“Alhamdulillah, dicover (dijamin JKN) semuanya. Enggak ada tambahan biaya. Di rumah sakit, Bapak dirawat sampai lukanya kering. Setelah itu, ada kontrol juga. Kalau kontrol ke puskesmas,” lanjut Handa yang tinggal di Sleman, Yogyakarta.

Saksikan Video Menarik Berikut Ini:


Langsung Peroleh Jadwal Operasi

Peroleh jadwal operasi. Ilustrasi operasi (Unsplash/Piron Guillaume)

Jika biasanya operasi menggunakan JKN-KIS harus mengantre cukup lama, hal itu tidak dialami ayah Handa. Rasa nyeri yang kian menyerang dan tak tertahankan membuat ayah Handa yang berusia 63 tahun masuk Unit Gawat Darurat (UGD) di rumah sakit swasta di Sleman.

 

“Waktu operasi Bapak, kami enggak ngantre. Kami datang ke UGD jam 12 malam, terus langsung ditangani. Waktu itu, sebenarnya mau disuruh pulang lagi sambil diresepin obat,” ujar Handa.

“Tapi kami bilang kalau Bapak sudah diresepin obat beberapa kali (di klinik dan rumah sakit lain) dan enggak berhasil. Lalu udah enggak bisa makan/minum normal 5 hari. Jadi, kami minta Bapak minimal Bapak diinfus dulu sebelum pulang, biar ada nutrisi yang masuk.”

 

Ayah Handa sebelumnya memeriksakan diri ke klinik dan rumah sakit tatkala gejala nyeri dirasakan. Pada waktu itu, diagnosis belum diketahui adanya usus buntu, sehingga dokter memberikan obat asam lambung. Namun, kondisi tak jua membaik.

Ketika masuk UGD dan langsung ditangani dokter, ayah Handa diperiksa detak jantung dan dirontgen. Hasil rontgen pun menunjukkan, nyeri yang dialami selama ini karena usus buntu. Jadwal operasi ditetapkan keesokan paginya.

“Sempat berobat di RS A, dikasih obat untuk asam lambung. Lalu enggak ada perubahan, kemudian ke klinik, dikasih obat asam lambung lagi dan disuruh nunggu tiga hari. Kalau tiga hari enggak sembuh, diminta ke rumah sakit. Karena dicurigai ada masalah usus,” cerita Handa.


Usus Buntu yang Pecah

Usus buntu pecah. sumber: Pixabay

Keputusan tindakan operasi dari hasil rontgen pun harus segera dilakukan. Terlebih lagi obat yang masuk tidak mengobati gejala nyeri. Dokter yang menangani ayah Handa mengatakan, saat operasi, usus buntu sudah pecah.  

 

“Belum sampai tiga hari, pas hari pertama minum obat ternyata Bapak kesakitan. Jadi, malamnya langsung dibawa ke rumah sakit. Bapak diperiksa detak jantungnya sm dirontgen. Dari hasil rontgen, akhirnya diputuskan untuk opname dan operasi segera. Kami dapat jadwal operasi pagi harinya, jam 9 atau 10,” kata Handa.

“Ini diputuskan segera karena dari hasil rontgen ada banyak gas di perut. Makanya, perut juga keras banget dan enggak bisa dimasukin apa-apa (makan/minum). Dan waktu operasi baru ketahuan ternyata usus buntunya pecah. Jadi, ya operasi besar itu.”

 

Operasi usus buntu berjalan lancar, ayah Handa dirawat 10-15 hari di rumah sakit. Pelayanan JKN yang diterima adalah kelas 3. Untuk kontrol rutin ke puskesmas. Apabila saat kontrol membutuhkan penanganan di rumah sakit, maka dirujuk dari puskesmas. Rujukan ini tetap menggunakan akses JKN.

“Waktu itu, lukanya sempat ada sobekan. Misal, kita mau minta rujuk lagi ke rumah sakit, sebenarnya bisa, lewat rekomendasi puskesmas. Tapi karena waktu itu masih bisa dirawat mandiri. Jadi, rawat mandiri sampai sembuh,” imbuh Handa.

“Kalau enggak ada masalah apa-apa, ya ke puskesmas cuma ngecek doang. Karena ada luka sobekan itu, jadi kami kontrol rutin ke puskesmas.”

 


JKN-KIS dan Kebutuhan Dasar Kesehatan

Petugas melayani warga yang mengurus iuran BPJS Kesehatan di Kantor BPJS Jalan Raya Pasar Minggu, Jakarta, Senin (4/11/2019). Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia memprediksi akan terjadi migrasi turun kelas pada peserta akibat kenaikan iuran 100 persen pada awal 2020. (merdeka.com/Arie Basuki)

Program JKN-KIS yang digunakan ayah Handa untuk operasi usus buntu sangat membantu keringanan biaya. Proses administrasi untuk operasi cukup menyerahkan e-KTP dan kartu JKN-KIS. Bagi Handa sekeluarga, proses administrasi tidak menyulitkan.

 

“Enggak menyulitkan sih. Sejak masuk UGD, hanya diminta KTP sama kartu BPJS Kesehatan. Waktu itu karena ada data yang enggak sinkron. Kalau enggak salah nomor di KTP sama BPJS Kesehatan lain,” tutup Handa.

“Kami diminta untuk mengurus dulu di Kantor Cabang BPJS Kesehatan dan diberi waktu beberapa hari. Setelah diurus ternyata langsung jadi dan bisa dipakai. Selama proses pengurusan kartu BPJS Kesehatan, pelayanan kepada Bapak di rumah sakit tetap dilakukan.”

 

Chief of Party, USAID Health Activity Hasbullah Thabrany mengatakan, program JKN-KIS ditujukan agar masyarakat mendapatkan pelayanan sesuai kebutuhan kesehatan. Cakupan masyarakat menyasar hingga masyarakat berpenghasilan rendah ke bawah dan berada di garis kemiskinan. 

Pada masyarakat miskin, jaminan kesehatan pun pembiayaan kesehatan ditanggung negara. Mereka dapat didaftarkan menjadi peserta JKN-KIS Penerima Bantuan Iuran (PBI). Ketika mereka membutuhkan layanan kesehatan, JKN-KIS sangat membantu.

“Di Indonesia, masyarakat di atas garis kemiskinan yang tidak mampu bayar iuran JKN, dibayarin iurannya oleh negara. Sederhana dan simple, jadi semua penduduk harus mampu memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak,” jelas Hasbullah saat dialog virtual Menjaga Keberlangsungan Program JKN di Masa Pandemi.

“Kalau dia sakit dan harus diobati, meskipun transplantasi ginjal ya dilayani. Karena itu (kesehatan) adalah kebutuhan dasar, bukan kebutuhan tambahan. Kebutuhan dasar kesehatan adalah segala konsumsi fisiologis yang memungkinkan seseorang bisa hidup normal kembali, bisa kembali bekerja, belajar, dan bersosialisasi. Intinya, JKN-KIS ini bersifat keadilan sosial. Jangan sampai orang di daerah yang ekonominya tidak bagus, PDB per kapitanya tidak bagus, lalu dia tidak mendapat pelayanan sesuai kebutuhan kesehatannya.”

 


Akses Layanan Kesehatan Seluas-luasnya

Pegawai melayani warga di Kantor BPJS Kesehatan Cabang Jakarta Selatan, Jumat (15/5/2020). Pemerintah akan menaikkan iuran BPJS Kesehatan pada 1 Juli 2020 dengan rincian kelas I naik menjadi Rp150.000, kelas II menjadi Rp100.000 dan kelas III menjadi 42.000. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Esensi Undang-undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) JKN menekankan dana yang terkumpul merupakan dana amanat. Dana JKN dikelola secara terpisah dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). Dana pun diamanatkan kepada seluruh rakyat dan pemerintah sebaik-baiknya.

Hasbullah menjelaskan, yang dijamin oleh JKN adalah pengobatan sesuai kebutuhan dasar medis akibat risiko yang seumur hidup dari penyakit yang dijamin JKN, seperti jantung, ginjal, kanker, dan paru. Melalui iuran JKN, biaya pengobatan mahal inilah bergotong-royong dilakukan.

“Apakah kita sanggup menjamin semua kebutuhan itu untuk seluruh rakyat? Ini (JKN) memang dalam pengembangan. Ya, sanggup. Tuhan telah menciptakan semua risiko dapat ditangani. Tapi saya sering dengar, seolah-olah program JKN terlalu cenderung menanggung semuanya, nanti negara bangkrut,” jelasnya.

“Tidak pernah ada negara bangkrut karena menjamin pelayanan kesehatan komprehensif. Tentunya, harus efisien mengelola dana amanat dari dana iuran yang terkumpul. Kita harus bertanggung jawab terhadap dana publik.”

Senada dengan Hasbullah, pakar asuransi kesehatan Budi Hidayat mengatakan, Undang-undang SJSN sepakat bahwa semua penduduk terjamin dalam program jaminan kesehatan. Dari hasil kajian-kajian yang sudah dilakukan, JKN terbukti memberikan peluang seluas-luasnya juga memperbaiki aksesibilitas penduduk terhadap pelayanan kesehatan formal yang ada di Indonesia.

 

“Secara empiris, ini sudah terbukti. Kemudian JKN juga berhasil menutup ‘ketidaksetaraan antar sosial ekonomi penduduk dalam mengakses layanan kesehatan. JKN juga mendorong upaya perbaikan status kesehatan masyarakat serta pertumbuhan ekonomi berbagai kanal industri kesehatan,” kata Budi saat memaparkan Pandemi COVID-19 sedang Menguji Eksistensi JKN.

“Upaya perbaikan akses kesehatan, masyarakat diharapkan akan membaik kesehatannya. Perlu kita cermati kehadiran JKN di berbagai industri kesehatan terbukti eksistensinya ini sudah mendulang terkait pertumbuhan ekonomi. Kita bisa lihat selama pandemi COVID-19, keberadaan JKN justru semakin terasa.”

 

Program JKN dioptimalkan, terutama pembayaran klaim pelayanan kesehatan terkait dengan COVID-19. Kita melihat mekanisme penggantian klaim COVID-19 yang sumber dana diperoleh dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana, bukan bagian dari iuran JKN yang biasa dikumpulkan. Ada alokasi khusus dana klaim. 

Selanjutnya, juga terbit surat Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan yang memberikan penugasan secara khusus kepada BPJS Kesehatan untuk memverifikasi klaim-klaim rumah sakit atas pemberian layanan kesehatan akibat COVID-19. Kementerian Kesehatan telah menerbitkan petunjuk teknis dan surat edaran Menteri Kesehatan tentang cara mekanisme penggantian biaya perawatan pasien penyakit infeksi--dalam hal rumah sakit yang menyelenggarakan layanan COVID-19.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya