Mentan Sebut Ketersediaan Beras hingga Minyak Goreng Aman Selama Pandemi COVID-19

Menteri Pertanian RI Syahrul Yasin Limpo mengatakan, ada 11 komoditi pangan yang terus dijaga ketersediannya selama pandemi COVID-19.

oleh Fitri Haryanti Harsono diperbarui 10 Nov 2020, 07:00 WIB
Beras beraneka jenis dijual di sebuah toko di Jalan Raya Pamulang Timur, Tangerang Selatan, Banten, Kamis (22/7/2020). Bulog melakukan penyerapan gabah dari petani sehingga harga beras di pasaran masih normal. (merdeka.com/Dwi Narwoko)

Liputan6.com, Jakarta Ketersediaan pangan, dari beras sampai minyak goreng terjaga aman selama pandemi COVID-19. Kecukupan pangan tersebut tidak hanya aman hingga Desember 2020, melainkan untuk dua tahun. Produk yang termasuk dalam 11 komoditi pangan tersebut terus dijaga ketersediannya selama pandemi COVID-19 seperti disampaikan Menteri Pertanian RI Syahrul Yasin Limpo.

"Komoditinya, ada beras, jagung, bawang merah, bawang putih, cabai besar, cabai rawit, daging sapi atau kerbau, daging ayam ras, telur ayam ras, gula pasir, dan minyak goreng," papar Yasin saat dialog virtual Ketahanan dan Swasembada Pangan Indonesia 2045 dalam Hubungan dengan Kualitas SDM, Senin (9/11/2020).

"Insha Allah, sesuai dengan prediksi kita, sampai Desember 2020 ini aman. Ada yang bersubstitusi (pangan pengganti) impor, di antaranya, bawang putih dan 225.000 ton daging sapi impor kurang lebihnya."

Yasin menegaskan, ketersediaan komoditi pangan di atas juga terjamin sampai dua tahun.

"Kami mempersiapkan ketersediaan pangan sampai dua tahun. Tidak hanya sampai Desember nanti. Untuk musim tanam pertama dan kedua pada 2020, beras sekitar lebih dari 31 juta ton dan konsumsi kita di angka 29,37 juta ton beras, tegasnya.

"Sehingga kita masih memprediksi Desember itu (beras) carry over atau kita punya percadangan 8 juta ton."

 

 

 

** #IngatPesanIbu

Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.

Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.

Saksikan Video Menarik Berikut Ini:


Rincian Komoditi Pangan dan Titik Risiko Pasokan

Pedagang menata telur ayam lokal dagangannya di pinggir jalan Pamulang Permai, Tangerang Selatan, Banten, Jumat (30/10/2020). Memasuki libur panjang pada pekan ini, harga telur dipasaran yang sebelumnya mencapai 23 ribu kini turun menjadi Rp 21 ribu per kilogram. (merdeka.com/Dwi Narwoko)

Guru Besar Ekonomi Pertanian Universitas Lampung Bustanul Arifin memaparkan rincian sejumlah komoditi dan risiko pangan pada 2020. Rincian ini dilengkapi persentase impor, resiliensi (kapasitas penyerapan) rantai nilai, titik kritis pasokan, dan langkah kebijakan yang dapat diambil.

"Saya membuat ikhtisar hasil analisis resiliensi dan risiko pangan tahun 2020. Dalam negara kita yang berdemokrasi, harus peningkatan produksi dan produktivitas di sektor pangan, katanya.

"Semua orang berlomba-lomba untuk mencapai kriteria indikator yang sudah ditetapkan. Dan komoditi yang ada diprediksi aman sampai akhir tahun ini, sebagaimana yang sudah disampaikan Bapak Mentan Yasin."

Berikut ini ikhtisar resiliensi pangan 2020:

1. Beras: 3-5 persen impor, industri modern beras tumbuh, ada relasi kuat antara petani dan pedagang. Titik kritis pasokan di musim kemarau panjang, Oktober-November-Januari. Langkah kebijakan, impor menjadi opsi, tapi perlu dipertimbangkan, negara suplier makin sulit.

2. Gula: 60-70 persen impor, gula rafinasi (gula pasir putih) langsung diserap ke pasar. Titik kritis pasokan, modernisasi industri terbilang masih lambat. Penyederhanaan impor dan fleksibilitas gula rafinasi dapat dilakukan.

3. Telur ayam ras: rantai nilai solid, relasi peternak swasta-pedagang berjalan. Titik kritis pasokan saat Ramadan dan hari besar keagamaan. Perlu ada sistem logistik dan kemitraan.

4. Daging ayam ras: relasi peternak swasta-industri-pedagang berjalan. Titik kritis pasokan saat Ramadan dan hari besar keagamaan. Perlu ada sistem logistik dan persaingan usaha sehat.


Daging Sapi - Cabai Rawit

Pedagang menyiapkan paket cabai rawit merah saat Operasi Pasar Murah di Pasar Senen, Senin, Jakarta (3/2/2020). Harga cabai rawit merah dijual Rp40.000 per kilogram, lebih murah dibandingkan harga pasar saat ini mencapai 90 ribu per kilogram. (merdeka.com/Iqbal S Nugroho)

5. Daging sapi: 70-75 persen impor, penggemukan domestik. Titik kritis pasokan saat Ramadan dan hari besar. Langkah kebijakan yang bisa diambil berupa subsitusi, yakni mengimpor daging kerbau.

6. Bawang merah: 10-20 persen impor. Titik kritis pasokan saat musim hujan, yang mana panen produksi kecil. Perbaikan sistem distribusi dapat dilakukan.

7. Bawang putih: 95-97 persen impor, ada program pengembangan di beberapa sentra produksi. Titik kritis pasokan akibat dampak impor. Manakala impor terganggu, harga naik. Perlu ada review kebijakan tanam.

8. Minyak goreng: luas lahan sawit sebagai bahan baku semakin bertambah. Titik kritis pasokan terkendala pada risiko logistik, Crude Palm Oil (CPO) atau minyak kelapa sawit dan minyak bumi rendah. Kepastian pasokan intensif petani sawit.

9. Cabai merah: 5-20 persen impor, pemanfaatan lahan pekarangan naik. Permintaan industri dan pertanian sedang naik. Titik kritis pasokan terjadi pada musim panen. Harga anjlok dan biasa terjadi di akhir musim hujan. Perlu ada stabilisasi harga antar musim untuk mengantisipasi inflasi.

10. Cabai rawit: 5-15 persen impor, ada pemanfaatan lahan pekarangan. Titik kritis pasokan terjadi pada musim panen, harga anjlok. Saat musim hujan, produksi turun. Antisipasi inflasi dengan perbaikan benih dan varietas.


Infografis Harga Cabai

Di balik harga cabai Jakarta yang melambung (liputan6.com/Deisy)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya