Liputan6.com, Jakarta - Banyak penyintas COVID-19 cenderung berisiko lebih besar terkena penyakit mental, kata psikiater pada Senin 9 November 2020, setelah sebuah penelitian besar menemukan bahwa 20 persen dari mereka yang terinfeksi Virus Corona jenis baru itu didiagnosis dengan gangguan kejiwaan dalam waktu 90 hari.
Kecemasan, depresi, dan insomnia adalah yang gejala paling umum di antara pasien COVID-19 yang pulih, dalam penelitian yang mengembangkan masalah kesehatan mental. Para peneliti juga menemukan risiko demensia yang secara signifikan lebih tinggi yakni kondisi gangguan otak. Demikian seperti melansir laman Channel News Asia, Selasa (10/11/2020).
Baca Juga
Advertisement
"Orang-orang khawatir bahwa orang yang selamat dari COVID-19 akan memiliki risiko lebih besar terhadap masalah kesehatan mental, dan temuan kami ... menunjukkan kemungkinan besar," kata Paul Harrison, seorang profesor psikiatri di Universitas Oxford Inggris.
Dokter dan ilmuwan di seluruh dunia sangat perlu menyelidiki penyebabnya dan mengidentifikasi perawatan baru untuk penyakit mental setelah COVID-19, kata Harrison.
"Pelayanan (kesehatan) harus siap memberikan perawatan, terutama karena hasil kami cenderung diremehkan (jumlah pasien psikiatri)," tambahnya.
Simak Video Pilihan Berikut Ini:
1 dari 5 Pasien COVID-19 Alami Gangguan Mental
Studi yang diterbitkan dalam jurnal The Lancet Psychiatry, menganalisis catatan kesehatan elektronik dari 69 juta orang di Amerika Serikat, termasuk lebih dari 62.000 kasus COVID-19.
Dalam tiga bulan setelah dites positif COVID-19, satu dari lima orang yang selamat tercatat memiliki diagnosis kecemasan, depresi, atau insomnia untuk pertama kali. Ini dua kali lebih mungkin dibandingkan dengan kelompok pasien lain pada periode yang sama, kata para peneliti.
Studi ini juga menemukan bahwa orang dengan penyakit mental yang sudah ada sebelumnya 65 persen lebih mungkin didiagnosis dengan COVID-19 daripada mereka yang tidak.
Pakar kesehatan mental yang tidak terlibat langsung dengan penelitian tersebut mengatakan temuannya menambah bukti yang berkembang bahwa COVID-19 dapat memengaruhi otak dan pikiran sehingga meningkatkan risiko berbagai penyakit kejiwaan.
"Ini mungkin karena kombinasi stres psikologis yang terkait dengan pandemi khusus ini dan efek fisik dari penyakit tersebut," kata Michael Bloomfield, konsultan psikiater di University College London.
Simon Wessely, profesor psikiatri regius di King's College London, mengatakan temuan bahwa mereka yang memiliki gangguan kesehatan mental juga berisiko lebih tinggi terkena COVID-19 menggemakan temuan serupa pada wabah penyakit menular sebelumnya.
"COVID-19 mempengaruhi sistem saraf pusat, dan dengan demikian mungkin secara langsung meningkatkan gangguan berikutnya. Tetapi penelitian ini menegaskan bahwa itu bukanlah keseluruhan cerita, dan bahwa risiko ini meningkat oleh kesehatan yang buruk sebelumnya," katanya.
Advertisement