Ekonom Sebut Masalah Covid-19 Seperti Lingkaran Setan

Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal IV diprediksi masih terkontraksi negatif.

oleh Tira Santia diperbarui 10 Nov 2020, 13:00 WIB
Petugas gabungan Satpol PP, Dishub dan TNI Polri melakukan operasi yustisi protokol kesehatan untuk meningkatkan kesadaran dan kedisiplinan warga di Lebek Bulus, Jakarta, Senin (14/9/2020). Pemprov DKI memperketat kembali PSBB karena kasus Covid-19 mengalami peningkatan. (merdeka.com/Dwi Narwoko)

Liputan6.com, Jakarta Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Abra el Talattov memprediksi pertumbuhan ekonomi kuartal IV masih terkontraksi negatif. 

“Kalau kita (Indef) melihat kuartal IV ini masih berpotensi terkontraksi negatif. Bahkan sampai tahun depan 2021, pertumbuhan ekonomi kita juga masih berpotensi mengalami tekanan atau kontraksi,” kata Abra kepada Liputan6.com, Selasa (10/11/2020).

Menurut Abra, masalah Covid-19 ini seperti lingkaran setan. Itu lantaran ketika satu sektor konsumsi rumah tangganya melemah, akan memicu pelemahan di sektor riil industri. Dengan demikian jika sektor riil menurun, maka masyarakat mau tidak mau harus melakukan rasionalisasi.

“Harus ada faktor yang mengembalikan atau memutar jarum jam tadi, sekarangkan kit aini siklus searah jarum jam turun semua. Maka harus ada membalikan arah jarum jam itu yakni belanja pemerintah,” ujarnya.

Belanja pemerintah itu diharapkan bisa meningkatkan konsumsi masyarakat sehingga nanti permintaan terhadap produk-produk industri itu meningkat, sehingga industri dan investasi akan meningkat lagi, dan akan menyerap lapangan kerja lagi, kata Abra.

Sayangnya belanja pemerintah itu stimulusnya masih belum mencapai yang diharapkan yakni baru terserap 52 persen.

Jika dilihat PDB belanja pemerintah di kuartal III dan konsumsi pemerintah hanya tumbuh 9,7 persen. Menurutnya, tumbuh cukup signifikan.

“Kita harapkan pertumbuhan belanja pemerintah kuartal IV bisa lebih tinggi lagi sehingga bisa memicu pertumbuhan di komponen yang lain terutama konsumsi rumah tangga,” ujarnya.

Selain itu, terkait prediksi pertumbuhan ekonomi kuartal IV yang masih berpotensi tumbuh negatif untuk angkanya belum bisa ditebak, bisa jadi lebih tinggi dari kuartal III minusnya, atau justru akan lebih rendah. Namun yang pasti itu tergantung dengan realisasi belanja pemerintah dan realisasi stimulus fiskal kuartal IV ini. 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Belanja Pemerintah jadi Penentu Pertumbuhan Ekonomi di Akhir 2020

Suasana gedung-gedung bertingkat yang diselimuti asap polusi di Jakarta, Selasa (30/7/2019). Badan Anggaran (Banggar) DPR bersama dengan pemerintah menyetujui target pertumbuhan ekonomi Indonesia berada di kisaran angka 5,2% pada 2019 atau melesat dari target awal 5,3%. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Febrio Nathan Kacaribu, memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang 2020 minus 1,1 persen. Sementara untuk skenario terbaik, ekonomi nasional hanya tumbuh sebesar 0,2 persen.

"Prediksi kita untuk akhir tahun 2020 ekonomi -1,1 persen sampai 0,2 persen. Tadinya jadi -1,7 persen sampai -0,6 persen," ujar dia dalam acara Dialogue Kita, Jumat (2/10).

Menurut Febrio, prediksi atas pertumbuhan ekonomi nasional tahun ini dipengaruhi oleh jebloknya pertumbuhan ekonomi sejak kuartal I 2020. Kemudian, di kuartal II terkontraksi cukup dalam sebesar 5,32 persen.

"Karena kita berangkat dari lowbase di 2020, satu, jadi pasti ada dampaknya ke pertumbuhan kita," terang Bos BKF itu.

Lebih lanjut, dia menyebut satu-satunya sektor yang bisa tumbuh positif dan mampu menjadi bantalan ekonomi nasional hingga akhir tahun ialah pengeluaran pemerintah sendiri. Untuk itu, belanja pemerintah harus digenjot pada sisa dua kuartal tahun ini dan tahun selanjutnya.

"Jadi, memang pemerintah tetap melanjutkan kebijakan countercyclical pada 2021. Tetap juga akan dilakukan belanja pemerintah," tambahnya.

Kemudian, pemerintah juga terus melakukan evaluasi terhadap berbagi program ekonomi nasional (PEN) yang tidak berjalan. Khususnya program yang dianggap sulit untuk diimplementasikan segera.

" Seperti, KUR banyak tidak digunakan untuk pagu 2020. Harapannya dari waktu ke waktu kita terus evaluasi, apakah policy yang disiapkan ini inline dengan kebutuhan usaha dan ekonomi keseluruhan," tandasnya

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya