Liputan6.com, Jakarta Ada orang-orang yang berandil besar dalam upaya Indonesia berjuang memproduksi vaksin COVID-19 secara mandiri. Salah satunya adalah Prof Dr dr Sri Rezeki Hadinegoro yang tak ubahnya pahlawan di bidang kesehatan. Sejak lama dia berjuang bagi kesehatan anak-anak Indonesia.
Sri mulai akrab dengan vaksin sejak bergelut dengan penyakit infeksi pada anak-anak. Baginya, kesehatan anak adalah ilmu tersulit dalam bidang kedokteran. Alasannya sederhana, bayi dan anak-anak sulit untuk ditanya sehingga dokter punya tantangan tersendiri dalam menegakkan diagnosis.
Advertisement
Berangkat dari minat tersebut, Sri berpikir bahwa imunisasi perlu dilakukan lebih masif untuk mencegah anak-anak terjangkit penyakit infeksi. Seiring berjalannya waktu, perempuan kelahiran Solo pada 3 Mei 1946 ini kemudian bertugas di RS Cipto Mangunkusumo dan semakin banyak bergelut dengan penyakit infeksi pada anak-anak.
Perjalanan Sri dalam memperjuangkan imunisasi semakin matang setelah didapuk sebagia Ketua Satgas Imunisasi dalam Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dan menjadi Ketua Indonesia Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI) hingga saat ini.
Saksikan juga video menarik berikut ini:
Masalah Kesehatan Anak Indonesia Cukup Besar
Sejak awal, guru besar Ilmu Kesehatan Anak di Universitas Indonesia ini menyadari bahwa permasalahan kesehatan anak-anak Indonesia cukup besar. Kesadaran tentang pentingnya vaksin semakin terpupuk setelah dia pindah tugas ke Jakarta dan merintis program Karang Balita, yang kemudian bertransformasi menjadi Posyandu.
Bagi Sri, vaksinasi atau imunisasi merupakan standar kesejahteraan sebuah negara. Cakupan vaksinasi yang luas, memberi gambaran sejauh mana negara tersebut maju- baik secara ekonomi atau sosialnya.
"Jadi kalau mau melihat standar sejahteranya satu negara, imunisasi adalah salah satu indikatornya," katanya dalam Dialog Produktif bertema ‘Berjuang Tanpa Lelah Menyiapkan Vaksin’ yang digelar di Media Center Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN), Selasa (10/11/2020).
Dalam upaya pencegahan penyakit, Sri menyebut dua aspek dasar yang harus dipenuhi oleh negara, yakni air bersih yang merata dan imunisasi. Jika dua hal ini bisa disediakan oleh negara, maka 70 persen masalah kesehatan anak terkait infeksi dapat diatasi.
Perempuan yang dilantik sebagai Guru Besar FKUI pada 2010 lalu ini menempuh pendidikan kedokteran di Fakultas kedokteran Universitas Padjajaran, Bandung dan lulus pada 1972. Dia kemudian melanjutkan studi di FKUI dengan spesialisasi Ilmu Kesehatan anak hingga 1983. Gelar doktor ilmu kesehatan anak didapatnya dari Universitas Indonesia pada 1996. Selain itu, Sri juga sempat menempuh pendidikan tambahan di Jepang.
Advertisement