Liputan6.com, Jakarta - Indonesia merupakan pasar yang sangat potensial bagi produk-produk dalam negeri maupun luar negeri. Hal ini karena populasi penduduk Indonesia yang besar bertindak sebagai konsumen. Oleh karena itu, perlindungan konsumen menjadi hal yang sangat penting.
“Dengan jumlah konsumen yang besar ini, tidaklah mungkin pelaksanaan Perlindungan Konsumen dilakukan sendiri oleh pemerintah. Diperlukan juga sinergitas yang kuat dan terarah dari seluruh penyelenggara perlindungan konsumen,” ujar Menteri Perdagangan Agus Suparmanto pada acara Syukuran Kantor Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), Rabu (11/11/2020).
Advertisement
Agus menuturkan, aktivitas perdagangan merupakan suatu hal yang sangat dinamis dan cepat bertransformasi mengikuti perkembangan teknologi. Oleh sebab itu, penyelenggaraan perlindungan konsumen yang melekat pada aktivitas perdagangan juga harus menyesuaikan dengan kondisi yang terjadi.
“Apalagi dengan kondisi pandemi yang saat ini terjadi telah mengubah perilaku konsumen. berbagai perubahan pola perilaku konsumen terus dan harus diimbangi dengan berbagai kebijakan yang dapat melindungi aktivitas pola perdagangan baru yang saat ini telah berbasis digital,” kata dia.
Sebagai informasi, Agus membeberkan hasil survei Indeks keberdayaan konsumen (IKK) Indonesia tahun 2019 adalah 41,7 berada pada level mampu. Artinya konsumen sudah mengenal hak dan kewajibannya serta mampu menentukan pilihan konsumsinya. Namun belum terlalu aktif dalam memperjuangkan hak-haknya sebagai konsumen.
“IKK yang masih rendah ini tergambar dengan perilaku konsumen yang masih enggan apabila terjadi permasalahan dalam konsumsi barang dan atau jasa,” kata Agus.
Untuk itu, keberadaan para penyelenggara perlindungan Konsumen di tengah-tengah masyarakat sangat diperlukan. Dalam kesempatan ini, Agus mengapresiasi seluruh penyelenggara perlindungan konsumen. Baik kepada kementerian lembaga maupun sektor swasta yang telah membuka saluran pengaduan konsumen.
“Dengan banyaknya saluran, hal ini akan memudahkan konsumen untuk mengadu sesuai masalah. hal ini menunjukkan kepada masyarakat bahwa negara hadir dalam melindungi hak-hak konsumen,” pungkas dia.
Dukung Pemulihan Ekonomi, Kemendag Optimalkan Perlindungan Konsumen
Sebelumnya, Konsumsi rumah tangga (household consumption) mengacu pada pengeluaran rumah tangga untuk pembelian barang atau jasa. Konsumsi rumah tangga menyumbang sangat signifikan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan bahwa komponen konsumsi rumah tangga pada bulan Agustus tahun 2020 memegang porsi 57.85 persen dari PDB.
Pernyataan tersebut disampaikan oleh Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga (PKTN), Veri Anggrijono, dalam kegiatan Media Gathering dengan tema Perlindungan Konsumen Menuju Indonesia Maju. Media Gathering merupakan rangkaian kegiatan dalam memperingati Hari Konsumen Nasional (Harkonas) 2020.
“Konsumen memiliki peran penting agar ekonomi bangsa dapat terus meningkat. Hal ini membuat perlunya penyeimbangan dengan perlindungan hak konsumen. Disitulah negara harus hadir," ucap Veri di Jakarta, pada Senin 2 November 2020.
Dia menyampaikan, Kemendag dalam pandemi Covid-19 ini, terus memperkuat pelaksanaan perannya dalam perlindungan konsumen dari sisi pengawasan kegiatan perdagangan dan barang beredar dan/atau jasa, edukasi melalui daring dan iklan layanan masyarakat serta pengaduan konsumen.
“Perubahan pola perilaku perdagangan yang memanfaatkan sistem elektronik ini perlu didukung oleh perlindungan hak konsumen, sehingga konsumen selalu percaya kalau transaksi yang dilakukannya aman," ujar Veri.
Dalam perdagangan melalui sistem elektronik terdapat resiko yang mungkin terjadi dan dapat merugikan konsumen. Oleh karena itu, tidak cukup hanya perlindungan konsumen yangdilakukan oleh pemerintah, namun juga perlu ada peningkatan keberdayaan konsumen. Peningkatan pemahaman konsumen terhadap hak menjadi kunci penting untuk terciptanya lingkungan transaksi perdagangan melalui sistem elektronik yang aman.
Oleh karena itu, saat ini pemerintah terus berupaya meningkatkan implementasi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dalam menyelesaikan berbagai persoalan konsumen yang timbul. Pada tahun 2019, Indeks Keberdayaan Konsumen Indonesia adalah 41,70 atau baru berada pada level mampu.
Pada level ini, artinya konsumen sudah mengenali haknya, namun belum terlalu aktif memperjuangkan hak-haknya sebagai konsumen. Kemendag dalam melaksanakan kebijakan perlindungan konsumen, berkoordinasi dengan berbagai instansi terkait, salah satunya adalah Badan Perlindungan Konsumen Nasional.
"Sesuai UU Perlindungan Konsumen, BPKN melaksanakan fungsidengan memberikan saran dan pertimbangan kepada pemerintah dalam upaya mengembangkan perlindungan konsumen di Indonesia. Pelaksanaan fungsi ini dilakukan melalui memberikan wadah untuk menindaklanjuti pengaduan konsumen sebagai dasar pemberian rekomendasi kepada pemerintah untuk dapat ditindaklanjuti," kata Ketua BPKN Rizal E. Halim.
"Peningkatan transaksi elektronik selama masa pandemi Covid-19, menambah risiko kerugian bagi konsumen. Untuk itu, perlu ditingkatkan kesadaran konsumen dalam membela haknya melaluisaluran pengaduan atau penyelesaian sengketa konsumen yang dibentuk oleh masing-masing instansi pemerintah terkait seperti Kementerian Perdagangan," lanjut dia.
Advertisement