Ternyata Ini Penyebab Sulitnya Ada Data Valid Ayam Hidup

Saat ini para peternak yang membangun usaha di darah hanya melapor melalui sistem perizinan satu atap yang bisa diurus secara daring.

oleh Liputan6.com diperbarui 11 Nov 2020, 19:14 WIB
Peternak ayam petelur Madsai (41) mengambil telur yang siap dikirim ke pasar di Desa Pengasinan, Gunung Sindur, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Selasa (6/10/2020). Harga telur eceran sempat mencapai Rp 24 ribu per kilogram, sekarang turun Rp 18,500 per kilogram. (merdeka.com/Dwi Narwoko)

Liputan6.com, Jakarta Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Dirjen PKH) Kementerian Pertanian, Nasrullah, mengungkapkan alasan utama sulitnya menyediakan data valid ayam hidup. Hal ini karena penyesuaian regulasi perizinan berusaha dan ketidakjujuran pelaku usaha dalam melaporkan jumlah ayam hidup yang ada.

"Saya tanya beberapa dinas peternakan di daerah, ada berapa kandang dan populasi di daerahmu? Jawaban mereka tidak tahu, karena orang bangun kandang tidak ada yang melapor," jelas dia, Rabu, (11/11/2020).

Dirjen PKH mengungkapkan, saat ini para peternak yang membangun usaha di darah hanya melapor melalui sistem perizinan satu atap yang bisa diurus secara daring. Namun, proses perizinan itu belum terintegrasi dengan dinas bidang peternakan.

Padahal, semestinya membuka usaha peternakan tetap harus dengan rekomendasi dinas peternakan di wilayah setempat. Sehingga dapat diketahui data ayam hidup secara pasti dan mencegah terjadinya over supply.

"Selayaknya dia dapat rekomendasi sehingga bisa dilihat. Semisal sudah over harusnya tidak bisa karena nanti ketika produksi, malah kaget (over supply). Kecuali untuk ekspor. Artinya tidak dilempar ke pasar dalam negeri itu bisa," papar dia.

 

Saksikan video di bawah ini:


Pengusaha Tak Kooperatif

Pekerja mengumpulkan telur dari peternakan ayam di kawasan Depok, Jawa Barat, Senin (23/7). Tingginya harga telur ayam di pasaran karena tingginya permintaan saat lebaran lalu yang berimbas belum stabilnya produksi telur. (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Apalagi, banyak pelaku usaha di sektor tersebut juga dianggap tidak kooperatif untuk melaporkan jumlah ayam hidup yang riil untuk menghindari persangkutan terkait pajak. Sehingga data di lapangan tidak sesuai dengan data pusat yang dikantongi oleh pemerintah.

"Jujur saya katakan, populasi (livebird) saat ini, InsyaAllah kita tidak punya data valid. Karena data di kami dari peternak setelah di kroscek data sangat berbeda. Temen-temen peternak banyak yang menyembunyikan karena takut dikenakan pajak, belum lagi korporasi," terangnya.

Oleh karena itu, pemerintah daerah juga sulit untuk menata arus keluar masuk ayam hidup siap potong. Menyusul data produksi di tiap-tiap daerah sampai saat ini tidak diketahui secara pasti.

"Inilah salah satu kendala kita dalam pendataan dan ini data dasar. Saya katakan populasi dan berapa penguasaan unggas oleh rakyat yang clear saya tidak punya data valid," imbuh dia.

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya