Liputan6.com, Jakarta - Standardisasi ukuran pakaian merupakan hal penting bagi industri fesyen di tanah air. Pada kenyataannya, kata Poppy Dharsono, Indonesia belum mempunyai standardisasi tersebut, berbeda dengan dengan negara-negara lain.
"Hampir 27 tahun hingga 28 tahun di APPMI, kami melihat belum ada standardisasi dari Indonesia. Jepang sudah punya, Taiwan, kalau Eropa sudah pastilah, Jerman, Prancis, Italia, Inggris, Belanda, Amerika. Nah, Indonesia belum ada," ungkap Presiden Asosiasi Pengusaha Perancang Mode Indonesia (APPMI), Poppy Dharsono dalam konferensi pers tentang Indonesia Fashion Week (IFW), baru-baru ini.
Baca Juga
Advertisement
Menurut Poppy, bila kita ingin membina UKM atau industri kreatif yang bergerak di bidang fesyen, standardisasi ukuran pakaian sangat diperlukan agar tak membuat bingung. Ia mencontohkan, jika ada pembeli dari luar negeri sebanyak 1000 pieces baju, APPMI bisa bekerja sama dengan IFW untuk membeli ke desainer masing-masing sebanyak 10 pieces dengan standar yang sama.
"Jadi, tidak ada ukuran berbeda di antara desainer. Oleh karena itu, kami tidak memakai ukuran S-M-L, karena itu relatif sekali. Kami memakai ukuran yang biasa di pakai di Italia dan Prancis, karena ukuran badan kita tak sebesar orang Inggris atau Jerman," ujarnya.
"Jadi, kita pakai ukuran 36 untuk ukuran yang kurus sekali, 38, 40, 42, 44, 46, kemudian juga bagi yang pria mulai dari 42, 44 hingga ke atas," imbuh Poppy Dharsono.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Pakai Standar Italia dan Prancis
Sementara itu, Poppy Dharsono selalu mengikuti standar dari Prancis, karena pernah bersekolah di sana.
"Sekarang banyak desainer yang sekolah di Amerika, Inggris, Jepang, mereka standar size-nya berbeda. Mereka yang dari Amerika memakai standar Amerika, sedangkan saya dari Prancis memakai size Prancis," ujar Poppy.
Namun, karena ia sudah berpengalaman cukup lama di APPMI, ia menggunakan standar antara Italia dan Prancis.
Advertisement