Pengusaha Besar Dukung Program Kemitraan Rantai Pasok dengan UMKM

Apindo mendukung rencana kemitraan rantai pasok antara perusahaan besar dengan para pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM).

oleh Maulandy Rizki Bayu Kencana diperbarui 12 Nov 2020, 12:20 WIB
Pekerja menyelesaikan produksi kulit lumpia di rumah industri Rusun Griya Tipar Cakung, Jakarta, Kamis (28/11/2019). Pemerintah melalui Kementerian Koperasi dan UKM terus mendongkrak UMKM dengan menyediakan Kredit Usaha Rakyat (KUR) berbunga cukup rendah, yakni 6 persen. (merdeka.com/Iqbal Nugroho)
Pekerja menyelesaikan produksi kulit lumpia di rumah industri Rusun Griya Tipar Cakung, Jakarta, Kamis (28/11/2019). Pemerintah melalui Kementerian Koperasi dan UKM terus mendongkrak UMKM dengan menyediakan Kredit Usaha Rakyat (KUR) berbunga cukup rendah, yakni 6 persen. (merdeka.com/Iqbal Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta - Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mendukung rencana kemitraan rantai pasok antara perusahaan besar dengan para pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM).

"Kemitraan rantai pasok adalah kata kunci yang sangat penting sekali. Kalau bisa antara kerjasama korporasi dengan koperasi itu sifatnya adalah rangkaian mata rantai. Itu penting," ujar Anggota Dewan Pertimbangan Apindo Franky Sibarani, Kamis (12/11/2020).

Franky menyatakan, para pengusaha besar yang tergabung dalam Apindo tak ingin kemitraan bersama pelaku UMKM hanya bersifat sebagai tanggung jawab sosial atau corporate social responsibility (CSR).

"Jadi jangan pernah korporasi diminta hanya sekadar CSR atau charity, itu tidak akan sustain. Saya puluhan tahun jadi pembina. Jadi lebih baik adalah dikaitkan dengan pasok mata rantai tadi," tegasnya.

Sebagai contoh, ia menyebutkan kemitraan rantai pasok pada industri minyak kelapa sawit (Crude Palm Oil/CPO) yang telah terjalin sejak periode 1980-an. Jalinan tersebut berhasil membuat Indonesia menjadi pengekspor CPO nomor Wahid di dunia.

"Itu yang dijadikan pasok mata rantai di situ adalah belasan juta petani sawit. Karena terkait, pengusaha besarnya tergantung pada petaninya untuk bisa mengolah bahan bakunya," ungkap Franky.

Contoh lainnya, ia mengutip program pendampingan yang saat ini dilakukan PT Astra International Tbk.

"Lalu di Astra, Yayasan Dharma Bhakti Astra itu tergantung kepada para pengrajin logam yang membuat peralatan-peralatan sederhana yang dikaitkan dengan mobil atau sepeda motor," tutur Franky.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Pemerintah Siapkan Rp 2,5 Miliar untuk Pengadaan Barang dan Jasa dari UMKM

Pedagang kerajinan menunggu pembeli saat pameran UMKM Export BRILian Preneur 2019 di Jakarta Convention Center, Jakarta, Jumat (20/12/2019). UMKM Export BRILian Preneur 2019 berlangsung hingga 22 Desember. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Kementerian Koperasi dan UKM mendorong pelaku UMKM untuk aktif mengikuti pengadaan barang dan jasa pemerintah. Sebab, kegiatan ini diyakini sebagai peluang bisnis yang sangat besar dan harus dimanfaatkan pelaku UMKM.

"Ini saja dimanfaatkan UMKM, potensinya sangat besar," kata Deputi Produksi dan Pemasaran Kementerian Koperasi dan UKM Victoria Simanungkalit, pada pembukaan Pelatihan Teknis Pelibatan KUMKM dalam Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah, di tulis Kamis (12/11).

Victoria mengatakan, melalui Peraturan Presiden Nomor 16/2018 mewajibkan Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah mencadangkan belanja pengadaan yang nilainya sampai dengan Rp2,5 miliar untuk UMKM.

"Pelibatan UMKM ini juga diperkuat dalam UU Cipta Kerja yang menyatakan bahwa 40 persen dari pengadaan barang dan jasa pemerintah diperuntukkan bagi UMKM," paparnya.

Sehingga, pelaku UMKM dapat mengakses tiga platform digital yang diperuntukkan bagi UMKM untuk transaksi pengadaan barang dan jasa pemerintah. Yaitu, Pasar Digital (PaDi) UMKM, Bela Pengadaan, dan Laman UKM.

"Ini bukan program yang dibuat hanya saat Pandemi, tapi program yang akan berlangsung terus menerus. Semua aplikasi itu diperuntukkan bagi pelaku UMKM," terangnya.

Maka dari itu, pihaknya juga meminta pelaku UMKM memperhatikan kualitas produk yang akan masuk dalam transaksi belanja pemerintah. Dimana produk harus memenuhi standar yang ditetapkan dan bahkan dapat bersaing secara global.

"Misalnya, pemerintah butuh furnitur untuk kantor, tapi baru sebulan dibeli sudah rusak. Ini akan jadi temuan BPKP. Saya harap, pelaku UMKM harus berpikir bisnis tidak lagi sekadar atau asal produksi," ungkap Victoria. 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya