Kenalkan Pasangan Miliarder di Balik Keampuhan Vaksin Covid-19 Pfizer

Vaksin Covid-19 milik Pfizermenjadi vaksin tercepat yang pernah dikembangkan dan kemanjurannya jauh lebih tinggi daripada yang diharapkan oleh ahli virologi.

oleh Liputan6.com diperbarui 15 Nov 2020, 21:00 WIB
Vaksin Pfizer Efektif 90 Persen Lawan Covid-19

Liputan6.com, Jakarta Perusahaan farmasi Pfizer membuat sejarah baru berkaitan dengan hasil vaksin Covid-19 tahap terakhirnya. Vaksin Pfizer ini sendiri dikembangkan dengan mitra Jerman BioNTech yang memiliki kemanjuran lebih dari 90 persen per data uji klinis awal.

Vaksin Pfizer disebut menjadi vaksin tercepat yang pernah dikembangkan dan kemanjurannya jauh lebih tinggi daripada yang diharapkan oleh ahli virologi, sehingga dapat menjadi kabar baik untuk masa depan pandemi yang sedang terjadi.

Ternyata, ada pasangan dibalik vaksin Covid-19 ini. Adalah CEO BioNTech, Dr. Ugur Sahin yang mendirikan firma tersebut bersama istrinya, Dr. Ozlem Teruci yang merupakan kepala petugas medis.

Pasangan tersebut kian memperkuat posisi sebagai miliarder dengan mencatat kekayaan hampir mencapai USD 4 miliar pada bulan Juni. Hartanya meningkat usai saham BioNTech melonjak setelah pakta vaksin Pfizer diumumkan.

“Sehingga ini bisa menjadi awal dari akhir era Covid-19,” ujar Dr Sahin mengatakan soal vaksin yang diproduksi Pfizer mengutip dari businessinsider.com, Minggu  (15/11/2020).

Pasangan ini merupakan warga negara Jerman dengan keluarga asal Turki. Sahin berimigrasi ke Jerman dari Turki ketika ia berusia 4 tahun dan Turechi sendiri lahir di Jerman.

Mereka datang ke dunia kedokteran melalui rute yang berbeda. Sahin adalah anak seorang pekerja pabrik mobil dan sejak kecil diperkenalkan dengan buku-buku sains.

Ayah Tureci adalah seorang ahli bedah. Dia tumbuh sambil menyaksikan bagaimana sang ayah mengoperasikan pasien. Pasangan ini bertemu saat mereka bekerja di rumah sakit Universitas di Barat Daya Jerman.

Sahin sendiri juga pernah bekerja di rumah sakit di Cologne dan memperoleh gelar MD dari Universitas Cologne pada tahun 1990. Sedangkan Tureci mendapatkan gelar MD dari Fakultas Kedokteran di Universitas Saarland.

Hingga pada akhirnya pasangan ini mendirikan perusahaan farmasi pertama mereka pada 2001 dan menikah pada tahun berikutnya.

Tahun 2000, pasangan ini bersama-sama memimpin kelompok penelitian di Universitas Mainz. Kemudian, tahun 2001 mereka mendirikan Ganymed Pharmaceuticals yang fokus pada peran antibodi dalam mengobati kanker.

Pada tahun 2016 perusahaan farmasi mereka diakuisisi oleh Astellas Pharma dengan nilai sekitar uSD 1,4 miliar.

Hingga pada tahun 2008, pasangan ini menjadi salah satu pendiri BioNTech dengan Sahin sebagai CEO, namun dia tetap menjadi CEO Ganymend. Selain itu juga bekerja sebagai penasihat ilmiah untuk BioNTech.

BioNTech dan Sahin mulai mempersempit penelitian virus Covid-19 pada Januari. Pfizer sendiri bermitra dengan mereka pada bulan Maret dan mulai penelitian vaksin untuk manusia pada akhir April.

Pada bulan September, Jerman Weltam Sonntag mencantumkan pasangan ini sebagai salah satu dari 100 orang terkaya di Jerman dan mereka menduduki posisi ke-85.

Sahin juga mengajar di Pusat Medis Universitas Mainz pada tahun 2014, sedangkan Teruci sebagai presiden Asosiasi Imunoterapi Kanker di BioNTech.

Sementara BioNTech melonjak hingga distribusi serta produksi vaksin meningkat, namun pasangan tersebut tetap fokus kepada kemajuan medis bukan uangnya.

 Reporter: Tasya Stevany

 

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:


3 Sosok Miliarder yang Kian Kaya Raya dari Vaksin Covid-19

Ilustrasi penyuntikan vaksin Covid-19 (Liputan6.com / Abdillah)

Perusahaan farmasi raksasa Pfizer baru saja mengumumkan hasil positif dari 3 fase pengujian vaksin Covid-19. Alhasil, nilai valuasi saham perusahaan langsung terdongkrak.

Bekerja sama dengan firma biotek Jerman, BioNTech, Pfizer mengindikasikan vaksin yang diproduksinya tersebut 90 persen efektif melawan virus Covid-19.

Berita ini pun membuat saham BioNTech menanjak sebesar 14 persen, yang sekaligus memperkaya pendiri firma ini, Ugur Sahin, serta investor terbesar perusahaan, Thomas dan Andreas Struengmann.

Peningkatan nilai saham dari perusahaan farmasi Pfizer, mendorong nilai kekayaan dari Sahin lebih dari USD 500 juta menjadi total sebesar USD 4,4 miliar (Rp 62,4 triliun).

Sementara untuk Struengmann bersaudara, mereka berdua berhasil menambahkan penghasilan sekitar USD 1,5 miliar. Dengan kekayaannya masing-masing diestimasi hampir mencapai USD 10,4 miliar, seperti melansir Forbes, Kamis (12/11/2020).

Sahin sendiri mendirikan BioNTech di Mainz, Jerman pada 2008. Dirinya saat itu didukung secara finansial oleh Struengmann bersaudara yang sudah pernah terlebih dahulu melakukan investasi di perusahaan Sahin sebelumnya.

Perusahaan tersebut pun adalah Ganymed Pharmaceuticals, yang akhirnya dijual kepada Astellas Pharmaceuticals di tahun 2016, sebesar USD 460 juta.

Hasil tersebut pun menjadi satu dari beberapa langkah kesuksesan yang berhasil diraih oleh Steungman bersaudara, yang pertama kali meraih kekayaan setelah menjual perusahaan obat mereka sendiri bernama Hexal, dengan harga USD 7 miliar di tahun 2005.

Beda dengan komposisi vaksinasi sebelumnya, yang bergantung kepada virus lemah, vaksin Covid-19 yang diproduksi oleh Pfizer dan BioNTech ini menggunakan kurir RNA.

RNA sendiri merupakan sebuah molekul di dalam sel yang mengkontrol kadar produksi protein, untuk nantinya diarahkan sebagai antibodi dari Covid-19.

Hal tersebut merupakan teknologi terbaru dari Moderna yang merupakan perusahan biotek dari Cambridge, dimana saham dari firma ini pun meningkat sebesar 9 persen di hari Senin lalu.

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya