Liputan6.com, Jakarta - Masyarakat wajib meningkatkan imunitas tubuh sebagai salah satu strategi untuk menjaga kesehatan di tengah pandemi Covid-19.
Selain menerapkan perilaku disiplin protokol kesehatan memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak, dan menghindari kerumunan, meningkatkan imunitas tubuh wajib dilakukan oleh masyarakat.
Advertisement
Demikian rangkuman pendapat Medical Senior Manager PT Kalbe Farma Tbk, dr Dedyanto Henky Saputra, M.Gizi, CEO dan Founder Sekolah Otak Indonesia, Dr dr Taufiq Pasiak MKes M.Pd.I, dan Kepala Dinas Pekerjaan Umum Pemerintah Kota Bandung, Didi Ruswandi dalam diskusi virtual Upaya Meningkatkan Imunitas di Tengah Pandemi Covid-19 yang digelar Jurnalis Peduli Kesehatan Masyarakat (JPKM), Kamis (12/11/2020).
Dalam acara yang juga didukung PT Toyota Astra Motor dan PT Pertamina (Persero) itu, dr Dedyanto mengatakan, ada beberapa cara untuk meningkatkan imunitas tubuh. Pertama, menerapkan pola makan sehat.
“Pilih sumber makanan yang segar. Kurangi asupan makanan kaleng dan berpengawet. Susunan asupan makanan sehari-hari berdasarkan jenis dan jumlah zat gizinya disesuaikan dengan kebutuhan harian tubuh agar tercipta berat badan ideal,” jelas dr Dedyanto, Kamis (12/11/2020)
Kebutuhan gizi dini, kata dr Dedyanto, dipenuhi dengan memerhatikan prinsip keanekaragaman pangan. Tujuannya agar kebutuhan zat gizi makro (karbohidrat, protein, lemak) dan zat gizi mikro (vitamin, mineral) serta air dapat terpenuhi.
Kedua, kata dr Dedyanto, berolahraga secara teratur. American Heart Association merekomedasikan durasi olaharaga aerobik 150 menit/pekan atau kombinasi dari 75 menit/pekan olahraga aerobik dengan dua hari olahraga beban.
“Olahraga aerobik bermanfaat untuk menjaga kesehatan jantung dan pembuluh darah. Sedangkan, olahraga beban penting untuk memelihara masa otot dan kesehatan tulang dan persendian. Durasi olahraga antara 30-60 menit untuk setiap sesi latihan. Berolahraga sesuai dengan kemampuan tubuh, jangan berlebihan,” ujar dr Dedyanto.
Ketiga, menurut dr Dedyanto, adalah menjalankan kebiasaan hidup yang baik. Ada beberapa kebiasaan baik yang harus mulai dilakukan, selain mencuci tangan dan menjaga kebersihan badan, yaitu berjemur pada pagi hari adalah kebiasaan baik yang akan membantu mengoptimalkan sistem imunitas tubuh manusia.
“Berjemur akan mengaktifkan cadangan vitamin D yang tersimpan di bawah kulit. Vitamin D adalah salah satu zat nutrisi yang memiliki peran penting dalam kerja sistem imun tubuh. Rendahnya kadar vitamin D akan meningkatkan risiko paparan infeksi. Berjemur bagi orang yang tinggal di Indonesia sebaiknya dilakukan pada jam 09.30-10.00,” ujar dr Dedyanto.
Dalam rentang waktu itu, menurut dr Dedyanto, kadar ultraviolet B (UVB) dinilai cukup untuk mengaktifkan vitamin D dan kadar UVA (yang dapat menyebabkan kerusakan kulit) dinilai tidak terlalu tinggi. Durasi berjemur, menurut dia, selama 10-20 menit, tanpa tabir surya, dan mengenai minimal 1/3 luas permukaan tubuh.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Pikiran Positif
Dalam kesempatan itu, CEO dan Founder Sekolah Otak Indonesia, Dr dr Taufiq Pasiak MKes M.Pd.I turut menjelaskan, cara meningkatkan imunitas tubuh manusia juga bisa melalui cara menanamkan pikiran positif. “Pikiran positif akan menimbulkan sikap tenang dalam menghadapi sesuatu. Dalam kondisi tenang, hormon endorfin akan muncul,” jelas dr Taufiq.
Di dalam tubuh manusia, kata dr Taufiq, sudah terdapat hormon endorfin yang bisa memberikan energi positif. Hormon endorfin dapat dipicu dalam kondisi tenang.
Endorfin adalah zat kimia seperti morfin yang dapat dihasilkan secara alami oleh tubuh dan memiliki peran dalam membantu mengurangi rasa sakit saat memicu perasaan positif. Hormon endorfin diproduksi oleh kelenjar pituari dan sistem saraf pusat manusia.
“Banyak berbagai cara untuk meningkatkan imunitas. Selain bersikap tenang dan waspada, tapi rileks agar tidak muncul kepanikan. Lalu, kita juga berusaha meningkatkan imunitas berdasarkan prosedur kesehatan. Misalnya, tidur cukup, mengonsumsi makanan bergizi, dan olahraga, untuk meningkatkan imunitas,” jelas dr Taufiq.
Namun, apabila panik, kata dr Taufiq, akan menimbulkan hormon stres. Saat mengalami stres, tertekan, atau terancam, area di otak yang disebut hipotalamus bertindak sebagai alarm. Area ini mengeluarkan sejumlah perintah yang dirancang bagi tubuh untuk bersiap-siap melawan atau menghindar dikenal sebagai respons fight or flight.
Bagian pertama yang menerima sinyal ini adalah kelenjar adrenal yang lalu mengeluarkan hormon adrenalin. Selanjutnya, hormon ini membuat jantung berdebar dan frekuensi napas meningkat.
Gejala lain yang muncul akibat peningkatan adrenalin yakni kaku otot di area leher, bahu, dan rahang. Keringat tiba-tiba bercucuran, timbul sakit kepala, dan gangguan saluran cerna seperti mual, nyeri ulu hati, diare, konstipasi, perubahan selera makan (baik meningkat maupun menurun), munculnya jerawat dan rasa gatal di tubuh, rasa lelah yang tak biasa, terdapat gangguan tidur, gangguan haid, hingga gairah seksual yang menurun.
Selain adrenalin, tubuh juga mengeluarkan hormon kortisol sebagai respons terhadap stres. Hormon ini memicu peningkatan kadar gula darah.
Di otak, kortisol terikat dengan sel-sel saraf serta memengaruhi proses berpikir, termasuk bagaimana situasi-situasi yang membuat stres direkam dalam ingatan. Keberadaan hormon ini dapat menjelaskan mengapa seseorang mampu mengingat situasi yang amat traumatis atau emosional dengan sangat jelas.
“Penderita Covid-19 biasanya panik. Rasa panik akan memicu hormon stressor yang menimbulkan kepanikan. Akibatnya, akan memicu berbagai macam penyakit. Kepanikan biasanya termanifestasi dalam kehidupan sehari-hari, seperti saling curiga. Begitu pula seperti saat sebelum Covid-19. Pada awal pandemi, orang bingung karena tidak tahu petunjuk, tidak tahu jalan keluar. Sebenarnya yang harus dimaksimalkan adalah komunikasi. Tapi, komunikasi tidak maksimal akhirnya muncul kepanikan. Dalam keadaan stres, orang akan mudah mengalami gangguan imunitas dan menimbulkan penyakit lain,” jelas dr Taufiq.
Advertisement