Liputan6.com, Jakarta - Mantan Juru Bicara Divisi Humas Polri Slamet Pribadi harus ikhlas saat mengetahui dirinya dan keluarga terkonfirmasi positif virus Corona Covid-19. Dia, istri, dan satu anaknya merasa tenang, tak panik saat hasil tes swab menyatakan virus tersebut menempel di dalam dirinya dan keluarga.
Kepada Liputan6.com, Slamet bercerita, di akhir Oktober 2020, flu ringan menyerangnya. Batuk, pilek, dan demam dia rasakan di hari berikutnya. Untuk membantu meredakan rasa sakitnya, dia meminum obat flu berikut pereda demam. Walhasil, demam mereda. Namun rupanya, istri dan anaknya malah mengalami hal yang sama.
Advertisement
"Kecurigaan terhadap penularan Covid-19 mulai melanda pikiran saya dan keluarga, jangan-jangan kita terpapar Covid-19," awal cerita Slamet kepada Liputan6.com, Kamis (12/11/2020) malam.
Keesokan harinya, dia dan keluarga memutuskan pergi ke RS Polri Kramatjati, Jakarta Timur untuk menjalani tes swab mandiri. Selama perjalanan menuju rumah sakit, mantan Juru Bicara BNN itu mengaku tetap berseda gurau dengan istri dan anaknya.
"Tidak ada ketegangan antara saya, istri dan anak. Kami bertiga tetap tenang di dalam mobil seperti keseharian biasa, meski sempat terpikir jika kami terpapar Covid-19," kata dia.
Sesampainya di RS Polri, setelah mendapat giliran, sambil berdoa semoga tak terpapar Covid-19, mereka menjalani prosedur tes swab. Susana di RS Polri saat itu sedang hujan. Usai tes swab, mereka kembali ke rumah.
Keesokan harinya, 2 November 2020, dia menerima pesan bahwa dirinya dan keluarga terkonfirmasi positif Covid-19. Pesan tersebut dia terima sekitar pukul 05.00 WIB. Sebelum menjalani salat subuh, dia terlebih dahulu memberikan kabar tersebut kepada keluarganya.
"Bahwa kita mendapatkan karunia Covid-19," begitu kata dia.
Slamet dan keluarga tetap tenang saat mendengar kabar tersebut. Suasana di rumahnya tetap biasa sedia kala. Mereka pun menyiapkan segala sesuatunya untuk menjalani isolasi. Menjelang siang, mereka bergegas menuju RS Polri.
Di RS Polri, mereka menjalani prosedur pemeriksaan kesehatan, mulai dari rontgen paru hingga wawancara ringan bersama dokter untuk melacak siapa saja pihak yang sempat kontak dekat dengan mereka.
Setelah pemeriksaan awal, mereka mendapatkan ruang isolasi yang berada di lantai 5 gedung Promoter 2. Dengan diantar dua petugas rumah sakit berpakaian APD lengkap, mereka berjalan menuju ruang isolasi. Dia sempat membayangkan bahwa ruang isolasi merupakan tempat menakutkan. Namun rupaya tidak. Ruangan isolasi, rupaya tak jauh berbeda dengan ruangan rawat inap lainnya.
"Karena satu-satunya pilihan saat ini adalah kita harus berdamai dengan Covid-19 ini, agar kita dapat menghadapi virus ini dengan tenang sehingga imun manusia dapat terkelola dengan baik," kata dia.
Slamet dan keluarga masuk dalam kategori orang tanpa gejala (OTG). Hanya demam di awal dan tak merasakan sesak nafas. Dia mengaku masih bisa bernafas dengan normal.
Di hari pertama isolasi, selang infus menancap di tangan kirinya, sebagai langkah awal proses perawatan.
Seiring berjalannya waktu, di ruang isolasi dia mulai terbiasa berhadapan dengan perawat medis dan dokter yang berpakaian APD lengkap, seperti astronaut yang bersikap ramah dan banyak memberikan penjelasan maupun tips untuk menghadapi Covid-19.
Ukur tekanan darah, suhu badan, pemberian obat-obatan adalah hal yang rutin yang diberikan kepada pasien sakit tertentu. "Kita terima, ikhlas," kata dia.
Pada hari kedua mereka kembali menjalani tes swab lanjutan. Saat tes swab, dia berharap hasilnya negatif meski akan menerima jika hasilnya tak sesuai harapan.
Di sela-sela isolasi, dia sempat menghubungi mantan stafnya di BNN. Dia menginformasikan sedang diisolasi di RS Polri karena covid-19. Dia bercerita bahwa dirinya dan keluarga perlu asupan buah pisang untuk memaksimalkan isi perut. "Saya terus terang, bolehkah saya minta bantuan mengirimkan pisang satu sisir. Dengan senang hati dia menjawab 'siap pak'. Sorenya saya menerima pisang itu," kata dia.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Swab Ketiga Negatif
Di hari empat, 5 November 2020 saat dokter datang berkunjung, dia mengaku merasakan hal normal ketika dokter bertanya. Namun rupanya saat pemeriksaan, dirinya kekurangan oksigen dalam darah. Hanya satu digit. Jika idealnya 96 hingga 100, dia hanya 95.
Akhirnya dia harus menerima asupan oksigen lewat dua lubang hidungnya selama 6 jam. Ketika diperiksa kembali, oksigen dalam darahnya normal.
Hari keenam, 7 November 2020, infus mulai dilepas. Suasana di dalam ruang isolasi tak jauh berbeda. Stasiun televisi terus menemani dirinya dan keluarga. Para perawat dan dokter mempertanyakan hal serupa setiap hari. Kondisinya baik-baik saja.
Keesokan harinya, dia dan keluarga kembali menjalani tes swab lanjutan. Sambil menunggu hasil, dia sengaja menyaksikan stasiun televisi yang menayangkan komedi. Hal itu dia lakukan agar tetap merasa seperti sedia kala. Tertawa terbahak-bahak bersama keluarga.
"Tayangan menggembirakan bagi saya memberikan efek senang batiniyah, katanya endorfin muncul secara maksimal kalau kita bisa tertawa atau terbahak-bahak, begitulah kebiasaan kita, termasuk tontonan religi yang menyejukkan rohani," kata dia.
Menunggu hasil swab ketiga ini menurutnya betul-betul spesial, ibarat menunggu karunia besar, karena sudah disampaikan oleh petugas swab hasilnya hari Senin, 9 November 2020. Tepat pukul 11.20 WIB, dokter menyampaikan dirinya dan sang anak sudah negatif, akan tetapi istri masih positif.
"Dan Istri saya masih melaksanakan isolasi sekitar 2 hari berikutnya. Tuhan tidak akan meninggalkan kita, sepanjang manusia tetapi berbuat baik kapan pun dimana pun," kata dia.
Dia kini sudah berkumpul kembali bersama keluarganya di rumah dengan status negatif Covid-19.
"Alhamdulillah. Terimakasih dokterku, terimakasih perawatku, kalian adalah pejuang-pejuang kemanusiaan serta terimakasih RS Polri, RS Soekanto, Kramatjati, Jakarta Timur,"
"Hadapi dan damailah dengan Covid-19, tetapkan pikiran kita lebih mandiri, terima sebagai karunia, terima dengan ikhlas bahwa ini adalah bagian dari putaran hidup kita, tetap semangat menatap masa depan, sambil menerima petunjuk perawatan dari tenaga medis, kita juga harus merawat diri sendiri secara mental, spiritual dan fisik, Pejuang-pejuang medis adalah unsur pembantu dan mengantar kita yang tidak memahami teknik pengobatan," kata dia.
Advertisement