Konsumsi Junk Food Picu Anak Dapat Menstruasi Pertama Lebih Awal

Makin banyak anak Indonesia yang mendapat menstruasi pertama saat usianya baru 9--11 tahun. Hal itu berkorelasi pada junk food yang dikonsumsi.

oleh Dinny Mutiah diperbarui 13 Nov 2020, 10:03 WIB
Ilustrasi junk food. (dok. Caleb Oquendo/Pexels.com)

Liputan6.com, Jakarta - Dalam beberapa tahun terakhir terjadi perubahan signifikan terkait usia anak mendapatkan menstruasi pertama (menarche). Dalam sebuah studi yang dilakukan pada 2019 ditemukan angka menarche dini meningkat. Dengan membandingkan dua kelompok tahun lahir, hasilnya menunjukkan angka kejadian menstruasi dini lebih tinggi pada kelompok responden kelahiran 2002--2007, yakni mencapai 16,7 persen dari total responden, sedangkan angka kejadian pada kelompok responden kelahiran 1997--2001 hanya 8,4 persen.

Ahli gizi Beta Sindiana menerangkan usia dini itu adalah yang berada di rentang 9--11 tahun. Hal itu dipicu oleh kondisi status gizi, terutama yang mengalami overweight dan obesitas. Banyak faktor yang menjadi penyebabnya, salah satunya kebiasaan mengonsumsi junk food, atau makanan yang tinggi kalori dan GGL alias gula, garam, lemak tinggi.

"Kalau kita berpikir junk food hanya makanan dari restoran cepat saji saja, itu salah. Enggak hanya itu. Kalau kita masak di rumah tapi cara masaknya salah sehingga tinggi kalori dan GGL, dan dimakan terus-menerus, itu jadi junk food juga. Junk food itu bukan darimana asalnya, tetapi kandungan gizinya," kata Beta dalam jumpa pers virtual peluncuran microsite Charm, Kamis, 12 November 2020.

Beta menyatakan anak gadis yang makan junk food lebih dari dua kali seminggu, memiliki persentasi menstruasi dini 1,8 kali lebih tinggi dibandingkan mereka yang memakan junk food lebih sedikit. Mereka berpeluang mengalami menstruasi pertama di bawah usia 12 tahun lebih tinggi dibandingkan yang terjaga pola makan sehatnya.

Ia juga menyebut menstruasi pertama merupakan periode emas kedua dalam kehidupan anak perempuan. Dalam periode ini, pertumbuhan fisik remaja meningkat pesat sehingga diperlukan asupan gizi seimbang untuk mencegah terjadinya malgizi. Di sisi lain, remaja makin kesadaran diri yang makin tinggi dan sangat tergantung pada opini teman. Mereka mulai mencoba-coba berdiet karena memiliki persepsi sendiri soal bentuk tubuh ideal.

"Padahal, dietnya belum tentu bener. Mereka hanya batasi makan tertentu, padahal tubuh mereka butuh makanan yang kaya zat besi, asam amino, lemak, protein, vitamin dan mineral," sambung dia.

 

 


Dampak dan Solusi

Ilustrasi menstruasi. (dok. Vanessa Ramirez/Pexels.com

Jika dibiarkan, kata Beta, anak-anak yang mengalami menstruasi dini tersebut akan mengalami kekurangan gizi lantaran kekurangan zat besi. Kondisi itu berpengaruh pada menurunnya prestasi di sekolah lantaran zat besi merupakan berperan penting dalam membawa darah bersih ke otak dan jantung.

Lebih jauh, menarche juga bisa berdampak meningkatkan risiko obesitas abdominal, kardiovaskuler, dan resistensi insulin. Menarche dini juga meningkatkan risiko kanker payudara dan endometriosis karena mereka lebih lama terpapar hormon estrogen. Mereka juga berpeluang mengalami kehamilan dini yang cenderung berisiko hingga bisa menyebabkan kematian maternal.

Lalu, bagaimana cara mengantisipasinya? Menurut Beta, hal pertama yang perlu dilakukan adalah tetap mempertahakan pola makan tiga kali sehari dan sedapat mungkin bersama keluarga. Momen tersebut bisa dimanfaatkan untuk menciptakan ikatan yang baik antara orangtua dan anak. Manfaatnya pun ganda, selain terjaga gizinya, perkembangan mental anak lebih stabil.

"Biasakan konsumsi aneka ragam makanan untuk memenuhi kebutuhan gizi mikro dan makro. Makan sayur dan buah dan usahakan tidak itu-itu saja...tidak ada satu jenis makanan yang sempurna," sahut Beta.

Biasakan pula anak membawa bekal dan air putih dari rumah. Batasi makanan berlemak dan usahakan rajin berolahraga, minimal 30 menit per hari. Saat mendidik anak soal itu, pendekatan yang dikedepankan adalah dengan cara positif.

"Role model itu sama orangtuanya. Orangtuanya juga harus bergaya hidup sehat dan aktif. Hindari body shaming, efeknya bisa dua, dia bisa jadi makin makan berlebih atau kalau makan bener, ada trauma psikologinya," tutur Beta.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya