300 Hari Harun Masiku Buron, ICW Sebut Firli Bahuri Tak Mampu Pimpin KPK

Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat, sejak ditetapkan KPK sebagai buron pada 17 Januari 2020 lalu, Harun sudah menghilang selama 300 hari.

oleh Fachrur Rozie diperbarui 13 Nov 2020, 09:02 WIB
Banner Infografis Harun Masiku Buronan KPK. (Liputan6.com/Triyasni)

Liputan6.com, Jakarta - Mantan Calon Anggota Legislatif Fraksi PDIP Harun Masiku masih menjadi buronan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Harun menjadi buron dalam kasus suap penetapan anggota DPR RI periode 2019-2024 melalui metode pergantian antar-waktu (PAW).

Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat, sejak ditetapkan sebagai buron pada 17 Januari 2020 lalu, Harun sudah menghilang selama 300 hari.

"Sejak KPK memasukkan Harun Masiku ke dalam daftar buronan (17 Januari 2020), praktis per hari ini genap sudah 300 hari mantan calon anggota legislatif PDIP seakan hilang bak ditelan bumi," ujar peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangannya, Jumat (13/11/2020).

Kegagalan tim satgas pemburu Harun Masiku membuat ICW mempertanyakan kinerja Ketua KPK Firli Bahuri. ICW menilai, mantan Kapolda Sumatera Selatan itu gagal memimpin lembaga antirasuah.

"Kegagalan KPK dalam meringkus Harun Masiku merupakan bukti ketidakmampuan Firli Bahuri memimpin lembaga antirasuah tersebut. Sekaligus telah mengubah KPK menjadi lembaga yang tidak lagi disegani oleh para pelaku kejahatan," kata dia.

ICW mendesak agar KPK segera membubarkan tim satgas pemburu Harun Masiku.

"Selain itu, Pimpinan KPK mesti mengevaluasi kinerja dari Deputi Penindakan, sebab, pada dasarnya tim satgas tersebut berada di bawah pengawasan dari yang bersangkutan," ujar Kurnia.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Lolos dari OTT

Harun Masiku lolos dari operasi tangkap tangan (OTT) yang digelar lembaga antirasuah pada awal Januari 2020. Saat itu, tim penindakan hanya berhasil menangkap dan menyeret eks Komisioner KPU Wahyu Setiawan, mantan anggota Bawaslu yang juga orang kepercayaan Wahyu, Agustiani Tio Fridelia, dan Saeful Bahri.

Wahyu dan Agustiani telah divonis dalam perkara tersebut. Wahyu divonis enam tahun penjara, sedangkan Agustiani Tio divonis empat tahun penjara.

Selain itu, keduanya diwajibkan membayar denda Rp 150 juta subsider empat bulan kurungan. Wahyu diyakini menerima suap sebesar Rp 600 juta dari Kader PDIP Saeful Bahri dan Harun Masiku.

Suap tersebut berkaitan dengan upaya agar caleg PDIP Harun Masiku terpilih menjadi anggota DPR RI periode 2019-2024 menggantikan Nazarudin Kiemas yang meninggal dunia.

Wahyu juga diyakini menerima gratifikasi sejumlah Rp 500 juta dari Gubernur Papua Barat Dominggus Mandacan. Uang itu diserahkan melalui perantara Sekretaris KPU Provinsi Papua Barat Rosa Muhammad Thamrin Payapo.

Sementara vonis yang dijatuhkan terhadap Saeful Bahri hanya 1 tahun 8 bulan penjara denda Rp 150 juta subsider 4 bulan kurungan.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya