Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak melemah pada perdagangan Jumat ini. Pelemahan rupiah merespons lonjakan kasus Covid-19 di AS.
Mengutip Bloomberg, Jumat (13/11/2020), rupiah dibuka di angka 14.150 per dolar AS, menguat jika dibandingkan dengan penutupan perdagangan sebelumnya. Namun menjelang siang, rupiah melemah ke 14.185 per dolar AS.
Advertisement
Sejak pagi hingga siang hari ini, rupiah bergerak di kisaran 14.150 per dolar AS hingga 14.197 per dolar AS. Jika dihitung dari awal tahun, rupiah masih melemah 2,3 persen.
Sedangkan berdasarkan Kurs Referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI), rupiah dipatok di angka 14.222 per dolar AS, melemah jika dibandingkan dengan patokan sebelumnya yang ada di angka 14.222 per dolar AS.
"Pasar menanggapi secara negatif kenaikan tinggi kasus COVID-19 di AS yang bisa menghambat pemulihan ekonomi di negara tersebut sementara vaksin belum tersedia," kata Kepala Riset dan Edukasi Monex Investindo Futures Ariston Tjendra dikutip dari Antara, Jumat (13/11/2020).
Menurut Ariston, faktor tersebut mendorong pelemahan dolar AS terhadap nilai tukar lainnya pagi ini.
"Namun, pasar harus mewaspadai sentimen kenaikan virus tersebut yang bisa menjadi sentimen negatif juga untuk nilai tukar emerging markets," ujar Ariston.
Ariston memperkirakan hari ini rupiah berpotensi bergerak di kisaran Rp14.100 per dolar AS hingga Rp14.200 per dolar AS.
Pada Kamis (12/11/2020) lalu, rupiah ditutup melemah 85 poin atau 0,6 persen ke posisi Rp14.170 per dolar AS dibandingkan posisi penutupan hari sebelumnya Rp14.085 per dolar AS.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Gubernur BI Sebut Rupiah Masih Undervalued
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo yakin nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bakal terus menguat. BI melihat bahwa nilai tukar rupiah saat ini masih di bawah nilai semestinya.
"Sekarang diperdagangkan sekitar 14.100 per dolar AS. Kami melihat bahwa nilai tukar rupiah masih berpotensi untuk menguat, kami melihat bahwa level sekarang secara fundamental masih undervalued," katanya dalam rapat kerja bersama dengan Komisi XI DPR RI, Jakarta, Kamis (12/11/2020).
Menurut Perry, jika melihat fundamental ekonomi Indonesia yang ada saat ini, nilai tukar rupiah masih jauh di bawah nilai fundamental. Oleh sebab itu, dia meyakini rupiah masih akan bisa menguat.
Dia mencontohkan dari sisi inflasi, saat ini masih berkisar di level 1,44 persen secara tahunan pada Oktober 2020. Sedangkan transaksi berjalan defisit USD 2,9 miliar kuartal II-2020 dan premi risiko menurun.
"Dengan melihat bahwa inflasi rendah, transaksi berjalan defisitnya rendah, daya tarik aset keuangan Indonesia yang tinggi dan premi risiko yang menurun," tegas dia.
Menurut Perry, beberapa indikator risiko di pasar keuangan juga mulai mereda sehingga bisa mendorong rupiah. contohnya adalah Credit Default Swap (CDS) yang di posisi 73 dan VIX Index di posisi 26 meskipun ketidakpastian pasar keuangan masih tinggi.
"Di pasar keuangan global juga ketidakpastian mulai turun meski tetap tinggi karean faktor geopolitik dan second wave Pandemi COVID. VIX dan CDS turun terutama di bulan-bulan November setelah pemilu di AS," ucap dia.
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com
Advertisement