Liputan6.com, Jakarta Juru Bicara Juru Bicara dan Koordinator Tim Pakar Satgas Penanganan COVID-19 Wiku Adisasmito memperingatkan adanya ancaman gelombang kedua wabah COVID-19, yang sudah dilaporkan di beberapa negara.
"Di banyak belahan dunia saat ini, kasus COVID-19 menurun dan di saat bersamaan, ada yang mengalami lonjakan bahkan muncul fenomena second wave (gelombang kedua)," kata Wiku dalam konferensi pers dari Graha BNPB, Jakarta pada Kamis kemarin.
Advertisement
Meski begitu, Indonesia sendiri dinilai belum melewati gelombang pertama, bahkan masih jauh dari puncak kasus COVID-19 itu sendiri. Pakar kesehatan masyarakat Hermawan Saputra mengatakan, datangnya gelombang kedua COVID-19 ke tanah air sulit diprediksi.
"Karena komunitas kita ini penduduknya luar biasa besar, sebarannya luas, negara kita dari Sabang sampai Merauke, tetapi kapasitas testing kita lemah sekali," kata kata Hermawan saat dihubungi oleh Health Liputan6.com pada Jumat (13/11/2020).
** #IngatPesanIbu
Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.
Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.
Simak Juga Video Menarik Berikut Ini
Syarat Terlewatinya Suatu Gelombang Wabah
Hermawan mengatakan, gelombang pertama baru suatu wabah baru dinyatakan terlewati apabila kasus sudah terkendali dalam minimal 14 hari, dan menunjukkan perlambatan secara signifikan.
Hal tersebut bisa dilihat apabila kapasitas pemeriksaan COVID-19 jumlahnya menetap atau stabil, namun kasusnya menurun.
Namun di Indonesia, Hermawan menilai kapasitas pemeriksaan COVID-19 yang terbatas membuat rendahnya temuan kasus. Hal ini memunculkan kesan bahwa kasus di Indonesia terbilang stabil.
"Setiap hari kan ada pengumuman oleh Satgas, di situ ada pemeriksaan spesimen, itu fluktuatif. Sekarang di atas 40 ribuan, tetapi sempat 25 ribuan, jadi fluktuasi kapasitas testing itu menyebabkan fluktuasi kasus temuan."
"Jadi di kita belum bisa dikatakan kalau kasusnya terkendali. Masih jauh," katanya.
Lebih lanjut, ia mengungkapkan sebenarnya ada banyak kerumunan di daerah-daerah yang menyebabkan transmisi lokal dan tidak terdeteksi atau tidak terlaporkan. "Karena kapasitas testing, tracing, dan treatment-nya terbatas. Sementara penularan terjadi silent transmission."
"Indikasi itu dapat diketahui di beberapa daerah dengan adanya klaster rumah sakit, puskesmas, akhirnya pada tutup, itu terjadi dimana-mana, terutama di daerah yang rawan pilkada. Ini kejadian-kejadian yang tidak terdata dengan baik."
Advertisement