Liputan6.com, Jakarta Sariawan tidak termasuk penyakit mulut yang serius dan berbahaya sehingga perawatannya kerap dianggap sebelah mata. Namun, sariawan dapat memicu kanker mulut jika tidak ditangani sejak dini.
Seperti disampaikan dokter gigi dari RS Mitra Keluarga Bintaro, Rusmawati, secara umum setiap orang perlu memiliki pengetahuan untuk membedakan sariawan biasa dengan kanker, katanya.
Advertisement
Mulai dari waktu penyembuhan sariawan, tingkat kesakitan, lokasi sariawan, meraba sekitar luka sariawan serta melihat perubahan warna seperti bercak putih dan merah di rongga mulut.
Ia juga menerangkan beberapa gejala yang merujuk pada kanker mulut. Gejala-gejala tersebut dapat berupa sariawan lebih dari satu bulan, rasa sakit di rongga mulut yang tidak sembuh.
“Adanya rasa ganjal di tenggorakan yang tidak hilang, kesulitan mengunyah dan menelan, gigi goyang atau tanggal di sekitar tumor, benjolan pada leher, penurunan berat badan dan bau mulut,” ujar Rusmawati dalam webinar Kalbe, Jumat (14/11/2020).
Dalam pengobatan sariawan, prinsip yang harus diperhatikan adalah mengatasi gejala dan mengatasi penyebabnya. Obat sariawan yang dianjurkan adalah obat berbahan alami. Obat sariawan yang baik adalah obat yang mudah digunakan, aman jika tertelan, dan tidak menimbulkan rasa perih.
Simak Video Berikut Ini:
Gerakan Sa-Mu-Ri
Rusmawati juga membagikan kiat dalam menjaga kesehatan mulut. Salah satunya dengan melakukan gerakan Sa-Mu-Ri.
Sa-Mu-Ri atau periksa mulut sendiri adalah gerakan yang terdiri dari beberapa langkah yaitu cuci tangan hingga bersih, berdiri di depan cermin, periksa bibir bagian atas dan bawah, periksa gusi atas dan bawah, periksa pipi bagian kanan dan kiri.
“Periksa lidah bagian atas dan bawah, periksa rongga mulut atas dan bawah, periksa lidah sisi kanan dan kiri serta periksa kelincahan, kekakuan dan pergerakan lidah.”
Kanker mulut masih terbilang jarang terjadi di Indonesia. Menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, jumlah kasus kanker mulut adalah 5,6 persen dari total kasus kanker. Akan tetapi, diperkirakan akan meningkat 21,5 persen di tahun 2020 akibat kurangnya deteksi dini dan gejala yang kerap diabaikan, pungkas Rusmawati.
Advertisement