Liputan6.com, Jakarta Pembuatan vaksin COVID-19 terbilang lebih cepat ketimbang vaksin-vaksin wabah sebelumnya. Padahal, pembuatan vaksin biasanya memakan waktu 5 hingga 10 tahun.
Menurut Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran (Unpad) Prof. Dr. dr Cissy Kartasasmita, Sp. A (K), M. Sc, hal ini dipengaruhi oleh berbagai faktor terkait perkembangan zaman.
Advertisement
Teknologi yang semakin maju dan ilmu pengetahuan serta kemampuan yang semakin berkembang menjadi alasan cepatnya uji klinik pembuatan vaksin COVID-19. Di sisi lain, pendanaan yang memadai juga turut mempercepat pengerjaannya.
“Mereka (peneliti vaksin) waktu itu belum mengetahui teknologinya, sekarang teknologi sudah maju, kemampuan sudah maju, biaya juga ada sehingga semua bisa dilakukan paralel,” ujar Cissy dalam webinar Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Senin (16/11/2020).
Hal lain yang mendukung pembuatan vaksin COVID-19 adalah kemajuan infrastruktur. Jika pun vaksinnya tidak berhasil maka data yang tersusun dapat dikaji ulang kemudian dilakukan perbaikan.
Pembuatan vaksin memerlukan waktu yang lama. Vaksin untuk wabah sebelum COVID-19 bahkan membutuhkan waktu 5 hingga 10 tahun untuk dapat digunakan.
** #IngatPesanIbu
Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.
Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.
Simak Video Berikut Ini:
Melalui Berbagai Proses
Vaksin tidak dapat dibuat secara sembarangan. Berbagai prosedur pengujian dan tata caranya harus dilalui dengan hati-hati.
Maka dari itu, pembuatan vaksin memakan waktu banyak karena harus melalui berbagai proses. Umumnya dimulai dari proses cek keamanan praklinik.
Sebelum diuji pada manusia, vaksin diujikan dulu pada hewan. Pengujian vaksin pada hewan juga memiliki prosedur tersendiri. Setelah masuk ke tubuh hewan percobaan, vaksin dilihat keamanan dan efeknya.
Jika vaksin dapat digunakan pada hewan maka tahap selanjutnya adalah uji klinik. Uji klinik sendiri dilakukan dalam 4 fase dan melibatkan banyak relawan.
Para relawan akan disuntik dengan vaksin tersebut dan jika aman maka akan ada proses persetujuan dari Badan Pengawas Makanan dan Obat (BPOM). Jika BPOM sudah mengizinkan pemakaian vaksin tersebut maka vaksin dapat digunakan.
Tak sampai di sana, selama penggunaan pun vaksin masih dipantau dan dievaluasi lagi tingkat efektivitas dan keamanannya.
Advertisement