Bamsoet: Waspada Deep Fake, Bisa Jadi Sarana Baru Hoaks dan Ujaran Kebencian

Mengingatkan anggota Press Room Parlemen mewaspadai 'deep fake', yang kini sedang meresahkan Amerika Serikat dan berbagai negara lainnya.

oleh Liputan6.com diperbarui 16 Nov 2020, 20:01 WIB
Bamsoet terima Pengurus Wartawan Koordinatoriat Parlemen.

Liputan6.com, Jakarta - Ketua MPR Bambang Soesatyo atau Bamsoet menyambut hangat kepengurusan wartawan koordinatoriat MPR/DPR/DPD RI (Press Room Parlemen) periode 2020-2022 yang dipimpin Ketua Marlen Erikson Sitompul, Sekretaris Jenderal Ariawan dan Bendahara Kiswondari. Dirinya turut mendukung program kerja pengurus dalam memasifkan sertifikasi kompentensi wartawan bagi para jurnalis yang bertugas di komplek Parlemen.

"MPR RI siap memfasilitasi anggota press room Parlemen untuk mengikuti ujian kompetensi wartawan. Sehingga mereka bisa semakin meningkatkan kemampuan dirinya di bidang jurnalistik. Ujian kompetensi ini juga sesuai Peraturan Dewan Pers Nomor 01/Peraturan-DP/X/2018 tentang Standar Kompetensi Wartawan, yang salah satu tujuannya untuk menjaga kehormatan profesi wartawan," ujar Bamsoet saat menerima Pengurus Wartawan Koordinatoriat MPR/DPR/DPD RI (Press Room Parlemen) periode 2020-2022, di Ruang Kerja Ketua MPR RI, Senin (16/11/2020).

Pengurus Press Room yang hadir antara lain Ketua Marlen Erikson Sitompul, Sekjen Ariawan, Wasekjen Johan Oktavianus Tallo, Bendahara Kiswondari, Wabendum Poppy Rahmawati, Wakil Ketua I Charlie Lopulua, Wakil Ketua II Carlos Kartika Yudha Paath, Wakil Ketua III Farid Kusuma, Wakil Ketua IV Chaerul Umam, Wakil Ketua V Mahedra Dewa Nata, dan Wakil Ketua VI Mokhamad Munib.

Ketua DPR RI ke-20 ini juga mengingatkan anggota Press Room Parlemen mewaspadai 'deep fake', yang kini sedang meresahkan Amerika Serikat dan berbagai negara lainnya. Yakni berupa rekayasa video menyerupai seseorang yang dibuat menggunakan artificial intelligence.

Deep fake bisa memperlihatkan video seakan mantan Presiden Barack Obama sedang mengatakan sesuatu kepada rakyat Amerika, dengan gerak bibir yang nyaris sempurna. Padahal, 'orang' dalam video tersebut bukanlah Obama, bukan juga diperankan oleh seseorang yang mirip Obama. 'Orang' dalam video tersebut dibuat menggunakan artificial intelligence.

"Deep fake bisa menjadi sarana baru mengembangkan hoaks dan hate speech. Sehingga bisa membuat kebingungan di masyarakat. Bahkan pada skala yang lebih besar, bisa membuat perpecahan di masyarakat. Antara benar dan salah, antara fakta dan ilusi, menjadi sangat tipis sekali perbedaannya. Saat ini Amerika Serikat dan berbagai negara maju lainnya sedang disibukan dengan deep fake. Tak menutup kemungkinan dalam waktu dekat Indonesia juga menghadapi masalah serupa," tandas Bamsoet.

Kepala Badan Bela Negara FKPPI yang juga mantan wartawan ini menekankan, disinilah letak pentingnya kehadiran media massa sebagai tempat acuan utama masyarakat dalam memperoleh informasi. Agar media massa bisa menyajikan informasi faktual yang sesuai fakta, butuh wartawan handal yang memiliki kompetensi.

"Wartawan harus bisa mencari dan mendalami sebuah kejadian secara cermat. Bisa memisahkan antara fakta dengan hoax, maupun antara hate speech dengan opini. Sehingga informasi yang disajikan kepada masyarakat tidak bias. Dengan demikian, tatkala masyarakat mendapatkan informasi melalui media sosial maupun sarana lainnya, mereka bisa mengkroscek kebenarannya ke media massa," pungkas Bamsoet.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya