Lewat OBOX, OJK Awasi Ketat Transaksi Jasa Keuangan

OBOX merupakan aplikasi yang memungkinkan penyedia layanan keuangan meningkatkan alur informasi kepada OJK.

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 17 Nov 2020, 14:30 WIB
Tulisan OJK terpampang di Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Jakarta. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Peran pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kerap dipertanyakan saat ada masalah terkait layanan keuangan. Sebut saja seperti kasus pembobolan bank, hingga skandal asuransi yang sempat gempar beberapa waktu lalu.

Namun, Anggota Dewan Komisioner Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK, Tirta Segara mengatakan, OJK telah menyiapkan aturannya.

Ibarat lalu lintas, Tirta menjelaskan pelaku jasa keuangan seperti pengendara kendaraan. Sementara OJK sebagai pihak yang membuat peraturan lalu lintas.

“Semua sudah dikasih aturannya, terus kita awasi. Kalau ada kendaraan umum yang melanggar aturan, OJK itu tidak ada di dalamnya. Yang adalah di dalamnya itu dewan direksi, kemudian pengawasnya kalau ada komisarisnya, dan sebagainya," kata Tirta dalam MA Chapter Webinar Series Episode 2, Selasa (17/11/2020).

Saat ini OJK memiliki sistem pengawasan OJK Box (OBOX). OBOX merupakan aplikasi yang memungkinkan penyedia layanan keuangan meningkatkan alur informasi kepada OJK, utamanya yang bersifat transaksional. Artinya, OJK bisa mengakses data bank secara real-time.

"Tapi ini belum lama, baru sekitar 1 tahun belakangan kita lakukan. Ini bisa langsung (terlihat), seperti pengawasan CCTV. Yang lainnya kita awasi juga," sebut Tirta.

Selain itu, juga ada pengawasan pada market conduct. Dimana OJK akan mengawasi perilaku jasa keuangan dalam hubungannya dengan konsumen. Jika merugikan, OJK akan menegur dan memberi sanksi kepada penyelenggara.

"Sebuah LJK (Lembaga Jasa Keuangan) bisa saja profitable, tapi merugikan konsumennya. Ada hidden cost (biaya tersembunyi), ini tidak adil. Itulah yang diawasi oleh market conduct, hubungan antara bank dengan konsumen," kata Tirta.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


OJK Beberkan Tantangan bagi Fintech di Masa Depan

Petugas saat bertugas di Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Jakarta. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Kepala Grup Inovasi Keuangan Digital Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Triyono Gani mengatakan tantangan ke depan yang akan dihadapi oleh sektor fintech adalah bagaimana memiliki manajemen resources yang baik.

“Tentu saja kita sudah punya cohesiveness, yang menjadi tantangan ke depan adalah manajemennya. Jadi kita harus melakukan manajemen resources supaya bisa memanfaatkan kekuatan yang kita jalin dengan cohesiveness, dan akhirnya kita memiliki kekuatan yang bisa teraktualisasi di pasar,” kata Triyono dalam Pekan Fintech Nasional 2020, Senin (16/11/2020).

Menurutnya dengan diadakan Pekan Fintech Nasional 2020 harus dimanfaatkan dengan baik oleh semua stakeholder, baik itu regulator, Pemerintah, dan para pelaku Fintech. Dengan begitu, fintech di Indonesia bisa tumbuh lebih baik lagi.

“Ini adalah suatu momentum yang sangat bagus untuk kita berlari cepat sehingga kita bisa memanfaatkan pekan fintech ini untuk kepentingan bersama,” ujarnya.

Lantaran pihaknya sebagai regulator dari OJK sering dihadapkan pada suatu kondisi dimana pihaknya belum siap atau masih menentukan dan belajar ke arah mana regulasi yang harus dibuat.

“Saya pribadi ini mungkin untuk concern saya kebetulan di grup inovasi keuangan digital, kami terus belajar dan mempelajari apa yang harus kami terapkan arahnya kemana dan regulasinya kemana dan itu adalah tantangan yang sangat berat,” katanya.

Oleh karena itu, ia berharap segala regulasi yang keluarkan dan diputuskan tidak terlalu ketat dan terlalu longgar, pihaknya selalu mengusahakan mengeluarkan regulasi yang baik.

“Kita mencoba untuk memformulasikan sesuatu secara tepat, kita dengan regulasi  tidak boleh overkill tapi kadarnya regulasi itu harus pas, jangan sampai regulasi ini terlalu longgar jangan juga terlalu ketat,” jelasnya.

Ia pun menyadari pasti ada track off yang  tidak bisa dilepaskan, artinya OJK sudah terbiasa berhubungan dengan sektor yang sangat teratur (regulated sector yang diatur). 

Maka dari itu, dirinya berharap dari sisi asosiasi fintech bisa belajar menjadi self regulatory organization yang baik. Agar kedepannya segala tantangan menyangkut regulasi bisa teratasi dengan baik oleh para pelaku fintech di Indonesia.    

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya