Hari Toleransi Internasional, Ini 8 Jenis Diskriminasi Versi PBB

Hari Toleransi Internasional mengingatkan untuk melawan diskriminasi di sekitar kita.

oleh Tommy K. Rony diperbarui 17 Nov 2020, 18:33 WIB
Ilustrasi sahabat . (Sumber Pixabay)

Liputan6.com, Jakarta - Tanggal 16 November merupakan World Tolerance Day atau Hari Toleransi Internasional. Perayaan hari itu diprakarsai oleh badan PBB, yakni UNESCO. 

Hari Toleransi Internasional diperingati sejak 1996. UNESCO menyebut manusia adalah makhluk yang beragam, sehingga toleransi dibutuhkan dalam masyarakat. 

"(Toleransi) menghormati dan mengapresiasi beraneka kekayaan dari budaya dunia kita, bentuk-bentuk berekspresi, dan cara-cara kita untuk menjadi manusia," tulis UNESCO di situs resminya, seperti dikutip Selasa (17/11/2020). 

Musuh dari toleransi merupakan diskriminasi. Beberapa jenis diskriminasi contohnya seperti diskriminasi ras, agama, orientasi seksual, serta kewarganegaraan. 

Untuk merayakan Hari Toleransi Internasional, berikut delapan jenis diskriminasi di sekitar kita versi PBB:

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:


1. Diskriminasi Masyarakat Adat

Masyarakat suku Kayapo memegang tongkat saat memblokir jalan raya utama Trans-Amazonian di Negara Bagian Para, Brasil (17/8/2020). Aksi tersebut dilakukan di tengah pandemi Covid-19 ini sebagai unjuk rasa adat. (AFP Photo/Carl De Souza)

PBB telah melarang diskriminasi terhadap masyarakat adat (indigenous people). Masyarakat adat berhak mendapat kesehatan, pendidikan, kesehatan, pekerjaan, serta budaya.

PBB juga menyebut masyarakat adat memiliki hak untuk memiliki prioritas sendiri dalam pembangunan ekonomi, sosial, dan budaya.

Negara diminta supaya bisa harmonis dengan masyarakat adat.


2. Diskriminasi Migran

Seorang anak pengungsi Venezuela makan di tempat penampungan Divina Providencia, La Parada, Cucuta, Kolombia, Senin (18/2). Tempat penampungan ini melayani sekitar 4.500 makan siang per hari. (AP Photo/Fernando Vergara)

PBB memiliki banyak acuan untuk membantu hak migran. Ini termasuk hak migran untuk bekerja. 

Hak migran di dunia internasional juga tertuang dalam Deklarasi HAM PBB, serta berbagai konvensi yang melindungi anak-anak dan perempuan migran. 

PBB juga memiliki protokol untuk melindungi migran dari penyelundupan manusia.


3. Diskriminasi Minoritas

Topeng bendera Turkestan Timur yang dipakai peserta Aksi Save Uighur selama CFD, Jakarta, Minggu (22/12/2019). Aksi digelar sebagai bentuk peduli terhadap muslim Uighur di Xinjiang yang diduga hingga saat ini terus mengalami tindakan kekerasan oleh pemerintah China. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

PBB memiliki deklarasi untuk melindungi minoritas dalam berbagai aspek.

Komitmen itu tertuang dalam Deklarasi tentang Hak-Hak Orang-Orang yang Tergolong ke dalam Minoritas Nasional atau Etnis, Agama, dan Bahasa.

Pada pasal 1, negara-negara diminta melindungi eksistensi kaum minoritas. Selain itu, minoritas juga tak perlu menyembunyikan budaya, agama, atau bahasa mereka.

Kelompok minoritas juga berhak berpartisipasi dalam kehidupan budaya, agama, sosial, ekonomi, dan kehidupan publik.


4. Diskriminas Disabilitas

Atlet para tenis Prancis Pauline Deroulede bersiap untuk melakukan servis pada turnamen tenis kursi roda French Riviera Open edisi ke-4 di Biot, 28 September 2020. Pauline Deroulede menjadi calon Prancis pada tenis kursi roda dalam waktu kurang dari dua tahun. (FRANCK FIFE/AFP)

Dalam Konvensi PBB dalam Hak Orang dengan Disabilitas, negara diminta agar menjamin perlindungan kelompok difabel dari diskriminasi.

PBB menyebut diskriminasi terhadap orang dengan disabilitas merupakan pelanggaran terhadap martabat dan nilai dari seorang manusia.

PBB menyorot bahwa perempuan dengan disabilitas seringkali memiliki risiko yang lebih besar baik itu di dalam atau luar rumah. Risiko yang mengintai seperti penelantaran, kekerasan, dan eksploitasi.

Negara diminta untuk menyertakan perlindungan dan promosi HAM dari penyandang disabilitas dalam semua kebijakan dan programnya.


5. Diskriminasi Perempuan

Ilustrasi Wanita (pixabay.com)

PBB memiliki Konvensi mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Wanita.

Konvensi ini menegaskan bahwa laki-laki dan perempuan memiliki martabah setara.

Perjuangan perempuan masih sangat panjang di berbagai lini kehidupan. Di bidang politik, makin banyak pemimpin perempuan, seperti Perdana Menteri Inggris Margaret Thatcher dan Kanselir Jerman Angela Merkel.

Kini, isu mengenai hak perempuan di tempat kerja dan melawan kekerasan seksual sedang menjadi sorotan dunia.


6. Diskriminasi Ras

Ilustrasi rasisme (Dok.Unsplash)

Sejak 1960, PBB sudah memiliki Konvensi Internasional tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial. Konvensi itu menegaskan bahwa semua manusia lahir dengan merdeka tanpa memandang ras, warna kulit, atau negara. 

Meski begitu, isu rasial masih terus menjadi topik panas hingga 2020. 

Di Indonesia, politisi dari ras minoritas kerap diserang dengan hinaan rasis. Bahkan, Amerika Serikat masih punya masalah ras terkait kehidupan warga kulit hitam. 

Konvensi PBB menegaskan tak ada ras yang lebih superior. Pandangan itu secara sains tidak benar, secara sosial tidak adil, dan tak ada justifikasi bagi diskriminasi rasial.


7. Diskriminasi Agama dan Kepercayaan

Ilustrasi Berdoa Credit: freepik.com

Kebebasan beragama atau kepercayaan telah dijamin oleh Deklarasi HAM PBB di pasal 18.

Setiap orang memiliki hak untuk beribadah serta memiliki rumah ibadah.

PBB tak membenarkan adanya paksaan untuk mengganti agama. Namun, setiap orang juga berhak untuk keluar dari agama tertentu.

Negara diminta untuk menjamin perlindungan dari diskriminasi agama, sehingga pemeluk agama apapun bisa menikmati kehidupan sipil, ekonomi, politik, sosial, dan budaya.


8. Diskriminasi LGBT

Ilustrasi pasangan LGBT (iStockphoto)

Pada 2016, Dewan HAM PBB telah mengadopsi resolusi untuk melawan diskriminasi terhadap orientasi seksual dan indentitas gender. PBB menyebut perlindungan melawan diskriminasi termasuk juga melindungi kelompok LGBT.

PBB turut mengecam dengan keras tindakan kekerasan dan diskriminasi terhadap individu karena orientasi seksual mereka.

Mayoritas negara maju mendukung resolusi ini, seperti Jerman, Prancis, Belanda, Korea Selatan, Inggris, dan Swiss. Portugal dan Paraguay juga mendukung.

Ada beberapa negara yang menolak seperti Kongo, Pantai Gading, Kenya, Etiopia, Nigeria, serta Indonesia.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya