Liputan6.com, Jakarta - Ketua Umum DPN Persaudaraan Mitra Tani Nelayan Indonesia (Petani), Satrio Damardjati mengatakan, perlindungan lahan pertanian tetap menjadi prioritas dalam Undang-Undang (UU) Cipta Kerja. Tak hanya itu, Omnibus Law ini juga dinilai memberikan ruang bagi peningkatan kesejahteraan petani.
"Kami melihat perlindungan terhadap lahan pertanian atau jalur hijau tetap menjadi prioritas utama dalam UU Cipta Kerja," kata Satrio.
Advertisement
Sebagaimana diketahui, alih fungsi lahan menjadi ancaman nyata bagi pertanian di Indonesia. Sepanjang periode 2013-2019 menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), terdapat 287 ribu hektare sawah yang berubah peruntukannya.
Data lain menyebutkan, setidaknya ada 100 ribu hektare sawah yang berganti rupa menjadi perumahan, industri, atau infrastruktur tiap tahunnya.
Satrio mengungkapkan, adanya UU Cipta Kerja justru akan membendung alih fungsi lahan yang terjadi. Sebab selama ini celah alih fungsi lahan itu terletak pada aspek pembiaran di daerah.
"Dengan adanya UU Cipta Kerja yang baru ini, alih fungsi lahan dapat dibendung. Alih fungsi itu kan kebanyakan terjadi karena ada pembiaran di tingkat Kab/Kota atau Provinsi. Nah, adanya UU ini akan memperkuat perlindungan lahan di daerah," tutur Satrio.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Tingkatkan Kesejahteraan Petani
Tak hanya itu, UU Cipta Kerja juga memberikan ruang bagi peningkatan kesejahteraan petani, terutama terkait dengan pengolahan hasil produksi pertanian.
Misalnya, dalam Omnibus Law ini pemerintah menggratiskan sertifikasi halal bagi produk pertanian. Kedua, petani atau kelompok tani diberikan kemudahan untuk mengurus perizinan usaha.
Dan ketiga, petani akan lebih mudah untuk melakukan ekspor produk pertanian. Karena mereka bisa langsung mengurus perizinan di Badan Karantina Pertanian.
"Dengan begitu, saya rasa memang ada keterkaitan antara UU Ciptaker dengan usaha peningkatan kesejahteraan petani," pungkas Satrio.
Advertisement