Liputan6.com, Jakarta - Ada kekhawatiran bagi sebagian pasien diabetes dalam berolahraga. Gula darah yang seharusnya dapat dikontrol, setelah olahraga justru rendah. Namun, benarkah hal tersebut?
Menurut dokter ahli geriatri di RSCM dan RS Swasta sekaligus dosen staff divisi geriatri departemen ilmu penyakit dalam di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), dr Ika Fitriana SpPD K-GER, anggapan tersebut hanyalah mitos.
"Secara umum mitos, karena diabetes bisa dikontrol dengan olahraga. Tapi ada diabetes yang memang ditunda dulu olahraganya. Misalnya diabetes yang tidak terkontrol," katanya, di sela-sela webinar Mitos dan Fakta Diabetes belum lama ini.
Baca Juga
Advertisement
Ika, menjelaskan, kalau (kadar gula darah) >250 memang sebaiknya dikontrol dulu gula darahnya sehingga ketika olahraga nanti tidak terjadi dampak-dampak yang tidak diinginkan.
"Nah, jadi harus dicari dulu kenapa gula darahnya nggak terkontrol, faktornya apa. Karena kan pada saat olahraga itu kita membutuhkan energi lebih banyak. Jadi sel-sel itu butuh kadar gula yang banyak untuk bergerak," ujarnya.
Simak Video Berikut Ini:
Perlu kontrol gula darah sebelum olahraga
Menurut Ika, jika misalkan kadar gula darahnya tidak terkontrol di dalam darah, lalu kadar insulinnya juga kurang, enzimnya juga kurang maka yang terjadi selnya "lapar" karena dia butuh energi yang banyak untuk olahraga.
"Jadi untuk pasien-pasien diabet, harus kontrol dulu gula darahnya," katanya.
Lantas, bagaimana cara mengetahui apakah diabetesnya terkontrol atau tidak? Ika menuturkan, idealnya pada lansia ada yang diabetesnya terkontrol dan tidak. Pada diabetesi yang tidak terkontrol pun dilihat kembali apakah ia memiliki penyakit lain, seperti jantung atau ginjal. Kemudian massa ototnya masih bagus atau tidak.
"Jika pada lansia sehat dengan diabetes terkontrol, biasanya mereka sudah punya program kontrol seminggu sekali, tiga bulan sekali, tergantung kadar gula darahnya. Namun kalau pasien lansianya udah ada sakit gula, disertai sakit jantung, sakit gijal, mungkin kontrolnya menjadi lebih ketat. Karena takut kalau nge-drop, atau nanti malah terlalu tinggi," jelasnya.
Yang penting, kata Ika, diabetesi harus selalu mendapat support dari keluarga. "Karena semakin kita sepuh, apalagi misalnya udah ada gangguan mata, lihat obatnya aja udah susah, burem-burem, sehingga memudahkan terjadi kesalahan minum obat. Terus kalo yang pakai suntik insulin, mengukurnya saja sudah susah, tangannya sudah kaku, pada kena rematik, misanya. Nah faktor-faktor seperti itu yang berbeda pada lansia dengan usia muda. Jadi tetap harus kontrol ke dokter," pungkasnya.
Advertisement