Liputan6.com, Jakarta Resistensi antimikroba masih menjadi salah satu ancaman besar bagi kesehatan masyarakat dunia. Bahkan, masalah ini berpotensi menjadi pembunuh nomor satu di dunia di masa depan.
Fadjar Sumping Tjatur Rassa, Direktur Kesehatan Hewan, Direktorat Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian mengatakan, dalam beberapa dekade terakhir, berbagai negara melaporkan peningkatan laju resistensi antimikroba.
Advertisement
"Di sisi lain, penemuan dan pengembangan jenis antibiotik atau antimikroba yang baru, itu berjalan sangat lambat," kata Fadjar dalam temu media virtual pada Rabu (18/11/2020).
Menurutnya, hal tersebut bisa diartikan bahwa pola peningkatan laju resistensi antimikroba sudah berbanding terbalik dengan penemuan obat antimikroba baru. Hal inilah yang menyebabkan masalah resistensi antimikroba sudah menjadi isu global.
"Pada tahun 2016, dirilis sebuah laporan global review tentang perkembangan resistensi antimikroba. Dalam laporan tersebut digambarkan model simulasi di mana kejadian resistensi antimikroba, diprediksi akan menjadi pembunuh nomor satu di dunia pada tahun 2050," kata Fadjar.
Simak Juga Video Menarik Berikut Ini
Kematian 10 Juta Jiwa per Tahun
Dia mengungkapkan, jika prediksi soal resistensi antimikroba itu terjadi, tingkat kematian global bisa mencapai 10 juta jiwa per tahun, dan kematian tertinggi bisa terjadi di kawasan Asia.
"Gambaran ini mungkin akan terjadi jika masyarakat internasional tidak memiliki upaya yang konkrit dalam pengendalian penggunaan antimikroba," ujarnya.
Selain itu, ancaman resistensi antimikroba juga bisa terjadi di sektor peternakan dan kesehatan hewan.
"Harus dapat kita pahami juga bahwa resistensi antimikroba ini merupakan ancaman yang serius bagi keberlangsungan ketahanan pangan. Karena di samping itu pembangunan kesehatan hewan yang berkelanjutan tetap diperlukan."
Maka dari itu, semua pihak diminta untuk tetap menjaga agar efektivitas dari antimikroba tetap memberikan manfaat bagi kehidupan secara lestari, dengan digunakan secara bijak, cerdas, dan bertanggung jawab.
Advertisement