Liputan6.com, Jakarta - Penjualan mobil bekas menjadi salah satu yang terkena dampak pandemi Corona Covid-19 di Indonesia. Namun, salah satu diler milik Astra Group, Mobil88 tetap optimistis meraih penjualan yang signifikan hingga akhir tahun.
Meskipun sulit diprediksi karena pandemi, Halomoan Fischer, Chief Operating Officer (COO) Mobil88 menjelaskan, jika dalam keadaan normal, akhir tahun memang biasanya menjadi salah satu waktu untuk pesta otomotif (liburan Natal dan tahun baru).
Baca Juga
Advertisement
"Tapi, karena ini pandemi, sangat tergantung dengan putaran ekonominya, apakah stabil atau tidak. Karena jika bicara mobil, bukan sebuah kebutuhan primer yang harus dibeli, kalau ini bicara ada uangnya atau tidak," jelas Fiscer saat diskusi di acara Ngobrol Virtual Dulu (Ngovid) bersama Fowot, Rabu (18/11/2020).
Lanjut Fiscer, prediksinya saat ini putaran ekonominya sudah mulai membaik (November-Desember) dibanding bulan-bulan sebelumnya. "Tapi, memang belum akan normal dibanding periode yang sama tahun lalu," tambahnya.
Sementara itu, berbicara target penjualan dua bulan ini, pihak Mobil88 percaya diri mampu menjual sebanyak 900 sampai 1.000 unit mobil bekas sebulan.
"Dari awal sampai akhir tahun, target kita bisa 9.000 sampai 10.000 unit. Target awalnya sih sebelum tahu akan pandemi, 20.000 ribu unit, turun 50 persen. Sama lah dengan mobil baru, yang revisi target menjadi 525 ribu unit dari target biasanya sekitar 1,050 sampai 1,1 juta unit," pungkasnya.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Model terlaris
Berbicara soal model yang paling laris di pasar mobil bekas, tetap dipegang oleh mobil murah ramh lingkungan atau LCGC dan juga low MPV. Dua segmen ini sendiri, penjualannya memang didukung oleh perusahaan pembiayaan.
"Kalau dukungan cukup atau kuat, market bisa bergerak dengan baik karena segmen ini memang 70 sampai 80 persen, adalah pembelian dengan kredit," tegasnya.
Bahkan, lembaga pembiayaan yang mendukung penjualan Mobil88 memang sudah bergerak agresif dan fleksibel. Pasalnya, untuk segmen ini, yang menjadi perhatian adalah uang muka atau down payment yang rendah.
"Kalau DP tinggi, 40 sampai 50 persen ya susah, karena segmen ini sensitif dengan itu. Tapi dua bulan belakangan, perusahaan pembiayaan yang mendukung kami sudah fleksibel dalam pemberian DP," pungkasnya.
Advertisement