Pentingnya Pengetatan Protokol Kesehatan di Instansi Pemerintah Sulut

Harus ada tindakan tegas dari pemerintah daerah baik tingkat Provinsi Sulut maupun di kabupaten dan kota, agar protokol kesehatan di instansi pemerintah secara ketat dilaksanakan.

oleh Yoseph Ikanubun diperbarui 20 Nov 2020, 07:00 WIB
Gambar ilustrasi Virus Corona COVID-19 ini diperoleh pada 27 Februari 2020 dengan izin dari Centers For Desease Control And Prevention (CDC). (AFP)

Liputan6.com, Manado - Penyebaran Covid-19 di sejumlah kantor pemerintahan di Sulut disinyalir dipicu oleh beberapa faktor. Salah satunya adalah terjadinya kerumunan massa di perkantoran. Hal ini disampaikan Mohammad Abast dari Yayasan Suara Nurani Minaesa (YSNM).

"Belakangan ini sudah tidak jadi rahasia umum lagi, kalau kebiasaan menjaga jarak tidak lagi terlalu ketat seperti di awal pandemi. Kerumunan orang-orang di masa new normal meningkat sangat signifikan," ujar Abast, Kamis (19/11/2020).

Dia mengatakan, kerumunan itu juga terjadi di ruang-ruang perkantoran di Sulut. Meskipun menjadi tempat di mana penerapan protokol dianggap ketat dengan selalu mengukur suhu misalnya, tetapi ini tidak cukup jika kerumunan di dalam lingkungan kerja juga tidak terkendali.

"Sebut saja salah satu faktor mungkin adalah ruang kerja yang kecil, namun ditempati banyak pegawai. Meskipun tetap menggunakan masker dan mencuci tangan atau menggunakan hand sanitizer," ujar Abast yang baru-baru ini bekerjasama dengan Indonesia Corruption Watch (ICW) memantau berbagai kebijakan pemerintah terkait Covid-19.

Dia mengatakan, ada beberapa kantor di Sulut yang menjadi tempat penyebaran Covid-19, seperti Dinas Dukcapil Manado, Dinas Dikda Sulut, dan Sekretariat DPRD Sulut. Padahal, jika dibandingkan dengan Pasar Bersehati Manado misalnya yang sampai saat ini tetap buka, dengan tidak adanya protokol kesehatan yang memadai, masih terkendali.

"Dalam survei BPS, Pasar Tradisional adalah tempat yang paling tidak safety melaksanakan protokol kesehatan dengan 17,32 persen," ujarnya.

Dia mengungkapkan, meskipun kecil persentase responden yang menyatakan kantor pelayanan publik tidak menjalankan protokol kesehatan yakni hanya 1,40 persen dari total responden, tetapi ini sudah cukup memberi gambaran di mana ada banyak celah yang bisa berakibat pada terpaparnya setiap orang yang pernah mengakses tempat layanan publik.

"Bisa jadi masyarakat yang datang atau bahkan pegawai pada kantor pelayanan publik tersebut yang akan terpapar," ujarnya.

Abast mengatakan, ketidakpahaman orang terhadap informasi di mana ada kerumunan berpotensi rentan penularan di ruangan tertentu menjadi sangat penting. Informasi seperti ini sangat banyak disampaikan oleh para ahli dan dokter serta tenaga kesehatan dan pemerintah, bahwa ruangan tertutup lebih besar rentan penularan di bandingkan dengan ruangan terbuka.

"Saya kira bukan pola edukasi lagi yang perlu ditingkatkan oleh pemerintah dalam hal melakukan penyampaian informasi ini dan sebaiknya dilaksanakan, tapi memulai dari diri sendiri untuk tetap safety adalah hal yang paling ideal dilakukan," ujarnya.

Terkait dengan itu, harus diikuti dengan penindakan tegas dari pemerintah jika mengetahui tempat-tempat kerja mana saja yang sudah terkesan longgar pelaksanaan protokol kesehatan. Sebab kewenangan pemerintah daerah untuk memastikan penerapan protokol kesehatan di manapun.

"Harus ada tindakan tegas dari pemerintah daerah baik tingkat Provinsi Sulut maupun di kabupaten dan kota, agar protokol kesehatan di instansi pemerintah secara ketat dilaksanakan," ujarnya.

Simak juga video pilihan berikut:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya