Liputan6.com, Jakarta Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral mengapresiasi dan mengajak masyarakat untuk beralih menggunakan BBM yang ramah lingkungan karena berdampak besar mengurangi emisi gas rumah kaca serta mendukung kesehatan.
Hal itu dikemukakan Direktur Teknik dan Lingkungan Migas Adhi Wibowo mewakili Menteri ESDM Arifin Tasrif dalam dialog publik dengan tema: Tingkatkan Kualitas Udara Sehat di Masa Transisi New Normal Dengan Implementasi BBM Ramah Lingkungan, yang diselenggarakan oleh Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Rabu (18/11).
Advertisement
Adhi menuturkan, peningkatan kualitas BBM guna memenuhi tuntutan teknologi kendaraan yang telah berkembang serta untuk menunjang penurunan emisi, merupakan sesuatu hal yang penting. Sesuai PP No.36 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hilir Migas, Kementerian ESDM dalam pengaturan spesifikasi BBM di Indonesia, memperhatikan 4 aspek yaitu perkembangan teknologi, kemampuan produsen, kemampuan dan kebutuhan konsumen, serta K3LL.
Terkait BBM ramah lingkungan, telah diterbitkan Peraturan Menteri LHK No. P.20 Tahun 2017, di mana sesuai Permen LHK tersebut, kendaraan bermotor yang sedang diproduksi wajib memenuhi baku mutu emisi gas buang paling lambat pada bulan Oktober 2018 untuk kendaraan berbahan bakar bensin, dengan spesifikasi BBM yang dipersyaratkan yaitu nilai RON minimal 91 dan kandungan sulfur maksimal 50 ppm. Selanjutnya, pada bulan April 2021 untuk kendaraan berbahan bakar solar. Spesifikasi BBM yang dipersyaratkan yaitu nilai Cetane Number minimal 51 dan kandungan sulfur maksimal 50 ppm.
"Sebagai bentuk komitmen Kementerian ESDM guna mendukung implementasi BBM ramah lingkungan, telah ditetapkan SK Dirjen Migas No. 177K Tahun 2018 tanggal 6 Juni 2018 tentang Standar dan Mutu BBM jenis Bensin RON 98 yang dipasarkan di Dalam Negeri. Bensin RON 98 ini telah memenuhi persyaratan sesuai Permen LHK No. P.20 Tahun 2017 yakni RON 98 dan kandungan sulfur maksimal 50 ppm, dapat dikatakan spesifikasi ini setara dengan EURO IV," papar Adhi.
Sedangkan untuk BBM jenis minyak solar, telah diterbitkan SK Dirjen Migas No. 0234.K Tahun 2019 di mana untuk kandungan sulfur solar CN 51 telah sesuai dengan ketentuan Permen LHK No. 20 Tahun 2017.
Upaya lain yang dilakukan Kementerian ESDM untuk meningkatkan penyediaan BBM yang ramah lingkungan adalah meningkatkan kapasitas pengolahan kilang baik melalui pembangunan kilang baru ataupun pengembangan kilang yang sudah ada.
"Harapan kami kapasitas pengolahan kilang yang saat ini sekitar 1 juta barel per hari, nantinya pada tahun 2027 akan meningkat menjadi 2 juta barel per hari dengan produksi BBM setara Euro IV," ujar Adhi.
Lainnya, pembangunan green refinery di Kilang Plaju dan kilang Dumai dengan masing-masing kapasitas 20.000 bopd, pencampuran BBM fosil dengan Bahan Bakar Nabati (BBN) yang berasal dari sumber terbarukan, serta studi dan penelitian yang masih terus berlangsung antara Pemerintah, badan usaha dan para ahli mengenai bagaimana kilang Indonesia mampu mempoduksi BBM yang berkualitas lebih baik.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua YLKI Tulus Abadi mengatakan, BBM ramah lingkungan tidak dapat dipisahkan dengan Program Langit Biru yang dicetuskan Pemerintah lebih dari 20 tahun lalu. Salah satu upaya program tersebut adalah mengurangi emisi gas buang. "Emisi gas buang berkontribusi 70% terhadap kualitas udara," katanya.
Dikatakan Tulus, masyarakat perlu diingatkan kembali untuk mewujudkan kualitas udara dengan Program Langit Biru, khususnya kualitas BBM yang digunakan. Ini harus dilakukan karena Indonesia merupakan salah satu negara yang tertinggal dalam penggunaan BBM berstandar Euro.
(*)