Mendorong Petani Sawit Wujudkan Bahan Bakar Nabati

Pemerintah tengah menggencarkan program green fuel berupa bahan bakar nabati di mana sawit menjadi bahan baku utama dan PTPN V siap mendorong produktivitas petani.

oleh M Syukur diperbarui 21 Nov 2020, 07:00 WIB
Hamparan kebun milik petani sawit plasma PTPN V sebagai bahan baku utama bahan bakar nabati program green fuel. (Liputan6.com/M Syukur)

Liputan6.com, Pekanbaru - Pemerintah Indonesia tengah menggencarkan bahan bakar nabati (BBN) melalui program green fuel. Disebut ramah lingkungan, sawit menjadi bahan baku utama sebagai pengganti bahan bakar fosil atau minyak bumi.

Sebelumnya, pemerintah sudah menerapkan program mandatori B30 pada Januari lalu. Bahan bakar ini merupakan campuran antara biodiesel dalam solar yang didapatkan dari kelapa sawit.

Semua program ini bisa berjalan karena di Indonesiaada 14,7 juta hektare areal perkebunan sawit nasional. Dari jumlah itu, 41 persen di antaranya merupakan milik petani.

Menurut CEO PT Perkebunan Nusantara V Jatmiko K Santosa, menggencarkan BBN juga bertujuan memperkuat petani sawit. Namun, kendalanya selama ini, produktivitas sawit rakyat terpaut cukup jauh dengan perusahaan.

"PTPN V mendukung BBN ini agar produksi sawit rakyat terdongkrak sehingga ketersediaan tandan buah segar (TBS) sebagai salah satu unsur BBN terpenuhi," ucap Jatmiko di Pekanbaru, Kamis siang, 19 November 2020.

Hal ini juga sudah disampaikan Jatmiko saat menjadi pembicara Forum Group Discussion (FGD) oleh Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral di Bogor. Kegiatan ini disiarkan secara daring.

Jatmiko menjelaskan, permasalahan umum petani rakyat di antaranya, usia sawit renta dan kesulitan mendapatkan bibit sawit unggul tersertifikasi. Sebagai solusi perusahaan milik negara ini meluncurkan program BUMN Untuk Sawit Rakyat

"Agar petani sawit memainkan peranan penting mewujudkan green fuel di masa mendatang," kata Jatmiko.

Melalui program ini, PTPN V sejak April 2019 berupaya mengakselerasi peremajaan sawit rakyat (PSR) dengan melibatkan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), perbankan serta petani. Sebelum PSR diluncurkan, perusahaan pelat merah di Provinsi Riau ini juga membentuk direktorat yang menangani petani plasma.

PTPN V juga menyiapkan bibit unggul bersertifikat bagi para petani. Di mana saat ini sudah ada 1,5 juta bibit unggul di tujuh sentra pembibitan dan sudah siap di lepas ke masyarakat.

"Bibit ini juga untuk petani non mitra atau berlaku umum," kata pemimpin perusahaan yang 100 persen telah mengantongi sertifikasi Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) ini.

 

Simak video pilihan berikut ini:


Dorong Kantongi RSPO

Upaya lainnya, PTPN V juga memboyong teknologi geospasial ke tengah perkebunan sawit plasma. Penggunaan teknologi dimaksudkan agar mendapatkan data yang presisi untuk menentukan setiap keputusan penting.

Pihaknya juga menerapkan sistem single management dengan para petani. Hal tersebut agar praktik good agriculture diterapkan oleh petani.

"Dengan demikian produktivitas meningkat dan kami berani berikan jaminan jika produktivitas petani di bawah standar nasional, akan kami ganti rugi," tegas Jatmiko.

Selain itu, PTPN V turut memperkuat para petani yang tergabung dalam koperasi unit desa (KUD) melalui bimbingan teknis. Ini bertujuan supaya petani lebih kuat dari sisi organisasi.

Di sisi lain, Jatmiko juga mendorong petani mengantongi Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) atau sertifikasi berkelanjutan standar internasional. Ini berkontribusi pada insentif harga komoditas karena saat ini 75 persen kebun dan pabrik kelapa sawit PTPN V telah mengantongi sertifikasi RSPO.

"Harapannya dengan penguatan petani sawit, perusahaan dapat mengambil bagian dalam akselerasi program BBN Nasional," ujarnya.

Sebagai informasi, green fuel diharap yang menghasilkan Green Diesel (D100), Green Gasoline (G100) dan Bioavtur (J100) yang berbasis Crude Palm Oil (CPO). Produk green fuel ini mempunyai karakterisitik yang mirip dengan bahan bakar yang berbasis fosil, bahkan untuk beberapa parameter kualitasnya jauh lebih baik dari bahan bakar berbasis fosil fuel.

Perkembangan BBN cair di Indonesia memang sangat pesat, terlebih Indonesia mempunyai potensi bahan baku yang cukup. Oleh karena itu, regulator perlu dibekali pengetahuan teknis terkait definisi, jenis-jenis dan proses produksi dari bahan baku sampai menghasilkan produk BBN cair.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya