Liputan6.com, Jakarta - Alangkah terkejutnya Winda Earl dan ibunya, Floletta Lizzy Wiguna ketika mengetahui uang sebesar Rp 20 miliar raib setelah menabung lima tahun di Maybank. Keduanya juga belum memperoleh penggantian uang atas kehilangan tersebut.
Titik terang belum juga diperoleh Winda Earl atau Winda Lunardi. Padahal, wanita yang berprofesi sebagai gamer tersebut telah melaporkan kasus itu ke Bareskrim Polri sejak 8 Mei 2020.
Advertisement
Pihak Maybank dianggap Winda dan Floletta belum memberikan respons yang menyelesaikan kegelisahan mereka. Maybank juga menunjuk pengacara kondang Hotman Paris sebagai kuasa hukum mereka untuk kasus hilangnya uang Rp 20 miliar milik Winda Earl dan sang ibu.
Sebanyak 23 saksi telah di periksa pihak kepolisian, 10 di antaranya merupakan pegawai Maybank. Dari hasil penyelidikan, Kepala Kantor Cabang Maybank Cipulir dengan inisial AT ditetapkan sebagai tersangka.
Menurut Karopenmas Mabes Polri Brigjen Awi Setiyono, berdasarkan perhitungan penyidik jumlah kerugian yang diderita Winda dan sang ibu terkait kasus ini diperkirakan mencapai Rp 22,879 miliar.
Pada Senin 16 November 2020, penyidik Bareskrim Polri ternyata sudah memeriksa Kepala Cabang Bank Maybank Cipulir berinisial AT. Pemeriksaan terkait kasus dugaan penggelapan dana nasabah dilakukan AT.
Penyidik Bareskrim Polri telah mengantongi izin dari Ketua Pengadilan Negeri Tangerang untuk melakukan pemeriksaan lanjutan tersangka AT di rutan Polda Metro Jaya. Pemeriksaan terhadap AT dilakukan selama 15 jam, tepatnya dari Senin (16/11/2020) pukul 12.00 WIB hingga Selasa (17/11/2020) 03.00 WIB.
Tersangka AT dicecar dengan 37 pertanyaan oleh penyidik. Saat ini, tersangka AT ditahan di Kejaksaan Negeri (Kejari) Tangerang. Polisi juga menelusuri aset-aset tersangka serta aliran dana yang digunakan.
Menurut polisi, tersangka AT memiliki rekening untuk menampung uang dari nasabah. Rekening tersebut juga digunakan AT untuk transaksi kebutuhan dan membayar cicilan rumah. Penyidik Polri masih terus melakukan pendalaman terhadap hal itu.
Kasus Winda Earl dan Maybank ini menyita perhatian publik. Berbagai pertanyaan pun muncul, termasuk bagaimana sistem keamanan Perbankan kita sehingga dana nasabah bisa digelapkan oleh staf bank? Bagaimana bank mengedukasi secara terbuka kepada nasabah terkait program-program mereka?
Selain itu, jaminan keamanan bagi konsumen, dalam hal ini nasabah juga dipertanyakan, apabila melihat Maybank belum mengganti dana Winda selaku nasabah yang dananya digelapkan pejabat bank tersebut.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini
Kronologi
Winda Earl diketahui pada 2014 dibukakan tabungan oleh keluarganya di kantor cabang Maybank. Hal itu setelah Ayah Winda, Herman Lunardi, diiming-imingi oleh tersangka AT bahwa tabungan akan mendapat bunga besar yakni 9,25 sampai 10 persen per tahun.
Kemudian, Ayah Herman Lunardi pada 2015 mengirim uang Rp5 miliar ke rekening sang anak sebanyak dua kali sehingga total dana yang ditransfer sebesar Rp10 miliar. Melalui rekening koran yang rutin dikirim Maybank, Winda dapat mengetahui perkembangan tabungannya.
Sang ayah sendiri secara bertahap menambah tabungan Winda hingga jumlahnya mencapai Rp15.879.000.000. Ibunda Winda, Floletta ikut membuka tabungan pada 2016.
Sang suami atau Herman Lunardi mentransfer uang sekitar Rp5 miliar ke rekening istrinya yang baru dibuka itu di Maybank. Total yang ditransfer selama 2015 dan 2016 untuk Winda dan ibunya mencapai Rp20.879.000.000.
Kuasa hukum Winda, Joey Pattinasarany, mengatakan, pihak Maybank menjanjikan bunga sekitar 10 persen kepada kliennya ketika membuka tabungan. Pihak keluarga Winda percaya yang disimpan dengan aman, karena selalu dikirimi rekening koran sejak 2015 hingga Desember 2019.
Kecurigaan datang saat rekening koran dari Maybank tidak datang mulai Januari 2020. Pada Februari 2020, Floletta mengecek dan ingin mengambil uang di Maybank Argo Mangga Dua, namun saldonya disebut tidak cukup. Dia terkejut melihat saldonya hanya Rp 17 juta, padahal seharusnya uang tabungannya berjumlah Rp 5 miliar.
Setelah itu, Floletta langsung mengontak Winda agar juga mengecek saldo tabungannya yang berjumlah sekitar Rp 15 miliar. Winda ternyata mengalami kejadian serupa dengan sang ibu. Uangnya raib, bahkan saldo Winda hanya tersisa Rp 600 ribu.
Winda dan Floletta pun melaporkan kasus kehilangan uang mereka ke Kantor Pusat Maybank di Plaza Senayan, Jakarta. Pada 10 Maret 2020, Winda dan ibunya mendapat nomor keluhan. Dua hari berselang, Maybank menyatakan masalah selesai. Kemudian, Winda dan ibunya menelepon ke center care Maybank, yang menyebut permasalahan mereka telah dtangani bagian Fraud.
Merasa tidak ada kepastian dan uangnya anak dan istrinya tak kunjung kembali, Herman Lunardi membuat laporan di Bareskrim Polri atas raibnya dana sang istri dan anak di Maybank pada 8 Mei 2020. Setelah laporan itu, barulah diketahui bahwa pihak Maybank juga sudah membuat laporan serupa ke Polda Metro Jaya, tapi tak diketahui tanggal pastinya.
Kuasa hukum Winda, Joey Pattinasarany, menekankan, kliennya hanya ingin uang mereka di tabungan dikembalikan Maybank termasuk bunganya. Apabila berdasarkan perhitungan penyidik Polri, jumlah kerugian mencapai Rp 22,879 miliar.
Menurut Karopenmas Mabes Polri Brigjen Awi Setiyono, uang yang disetorkan korban ke Maybank ternyata dipindahkan oleh Kepala Kantor Cabang Maybank Cipulir yang berinisial AT ke rekening rekanannya.
Polri tengah melacak ke mana larinya uang nasabah tersebut, sehingga diharapkan dapat mengetahui pergerakan uang milik Winda dan keluarganya. AT yang sudah berstatus tersangka diduga memakai dana nasabah, termasuk mengirim ke beberapa teman-temannya untuk diputar kembali sebagai investasi.
Awi mengungkapkan bahwa tersangka AT ternyata sedang menjalani proses hukum kasus perbankan lain di Polda Metro Jaya, sehingga ketika polisi hendak memeriksa, perlu ada koordinasi serta izin dari Pengadilan Negeri Tangerang.
Sebab, tersangka AT sudah menjadi tahanan Kejaksaan Negeri Tangerang. Status kasus perbankan lainnya tersebut, juga menurut Awi sudah p21. Dalam kasus perbankan lain yang ditangani Polda Metro Jaya, teman-teman Albert juga terlibat dan sudah ditahan. Awi menyebut tim penyidik masih terus mengembangkan dan meng-crosscheck hasil penyidikan.
Sejak AT ditetapkan sebagai tersangka, yang bersangkutan sudah pernah diperiksa satu kali dan penyidik perlu memeriksa lagi. Polri ingin tracing asset tersangka AT dan melakukan pemeriksaan tambahan setelah diizinkan PN Tangerang.
Berdasarkan penyidikan polisi, dalam melakukan aksi penggelapan dana, tersangka AT ternyata menitipkan beberapa dokumen aplikasi data diri nasabah seperti blangko formulir pembukaan rekening, sejumlah slip aplikasi kiriman uang, serta pemindahbukuan ke ayah Winda, Herman Lunardi, untuk ditandatangani Winda. Data itu kemudian dibawa kembali oleh tersangka, sedangkan buku tabungan dan kartu ATM tidak diberikan kepada Winda.
Lalu, formulir itu dibawa tersangka ke kantor dan diisi oleh tersangka dengan nomor telepon yang sudah disiapkan oleh tersangka apabila ada pengecekan dari bank. Berikutnya data itu dimasukkan ke dalam sistem bank dan nasabah diberi buku dan kartu ATM, tapi oleh tersangka tidak diberikan kepada Winda.
Advertisement
Sikap Maybank
Kepala Bagian Tindak Kejahatan Finansial Maybank Andiko, mengungkapkan, membenarkan jenis rekening yang dibuka Winda pada 27 Oktober 2014 adalah rekening tabungan. Jenis rekening itu memiliki buku tabungan dan kartu ATM.
Andiko menyatakan, rekening yang dibuka oleh Winda dan ibunya adalah rekening dengan buku tabungan, bukan dengan account statement. Namun, buku tabungan dan kartu ATM Winda dipegang oleh tersangka AT.
Berdasarkan adanya tanda terima buku tabungan dan kartu ATM yang ditandatangani Winda, Andiko mempertanyakan mengapa tersangka AT yang memegangnya. Selain itu, Winda juga tidak pernah melayangkan keluhan atau pengaduan ke Maybank terkait kartu ATM dan buku tabungan yang dipegang oleh tersangka AT.
Andiko juga mengatakan, jumlah uang tabungan Winda dan sang ibu senilai Rp 22,9 miliar. Tapi, terdapat keanehan pembayaran bunga atas tabungan tersebut, di mana ditemukan adanya aliran dana dari tersangka AT bukan ke rekening nasabah, melainkan ke Ayah Winda, Herman Lunardi, sebesar Rp576 juta, yang diakui tersangka AT sebagai pembayaran bunga. Dana disalurkan pelaku lewat rekening pribadinya, baik rekening A di Maybank maupun rekening A di BCA.
Padahal, seharusnya besaran bunga yang dibayarkan lebih besar yakni mencapai Rp1,2 miliar. Tapi, tersangka AT hanya membayar Rp576 juta, itu pun dikirim ke rekening Herman Lunardi. Selanjutnya ditemukan aliran dana dari rekening Winda ke perusahaan asuransi Prudential sebesar Rp6 miliar. Dana itu untuk pembelian polis atas nama Winda dan ditransfer oleh tersangka AT.
Menurut Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Brigjen, Helmy Santika, tersangka AT mengaku menggunakan uang Winda untuk asuransi demi meningkatkan nama baik sebagai kepala cabang dan keuntungan pribadi.
Selain itu, tersangka AT membuat asuransi Prudential atas nama ayah Winda Earl, Herman Lunardi. Nilai asuransinya sendiri mencapai Rp 4,8 miliar dan tanpa sepengetahuan Herman Lunardi.
"Tujuannya adalah untuk mendapatkan performance (target cabang) untuk mendapat nama dan keuntungan pribadi tersangka. Pengelolaan rekening tersebut adalah tersangka sendiri tanpa sepengetahuan Herman Lunardi," papar Helmy Santika.
Sebelumnya, Kuasa Hukum Maybank, Hotman Paris Hutapea, menyebut ada beberapa hal aneh dalam kasus ini. Dia sempat mempertanyakan nasabah yang membiarkan buku tabungan dan kartu ATM-nya dipegang oleh pihak lain.
Hotman mengatakan, keanehan-keanehan itu yang mendorong pihak Maybank belum mengambil keputusan mengganti uang nasabah yang hilang, sebab kasus yang terjadi bukan seperti kasus Malinda Dee di citibank.
Melalui juru bicaranya, Tommy Hersyaputera, Maybank Indonesia sendiri menegaskan untuk berkomitmen mematuhi peraturan yang berlaku di industri keuangan sebagai bentuk pertanggung-jawaban terhadap nasabah, pemegang saham dan publik.
PT Bank Maybank Indonesia Tbk (BNII) juga menjajaki beberapa opsi untuk mengganti dana milik Winda. Direktur Maybank, Muhamadian, menyebut bahwa upaya penggantian dana itu dilakukan lewat upaya mediasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Maybank juga menghormati proses hukum yang sedang berlangsung dan siap mematuhi putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Dengan begitu, penggantian memiliki dasar hukum yang dipatuhi kedua belah pihak.
Perlindungan Nasabah
Wakil Ketua Pengurus Harian YLKI, Sudaryatmo, mengatakan, Maybank harus bertanggung jawab dan mengganti kerugian nasabah, walaupun semua terjadi karena adanya kesalahan oknum.
"Pertama, konsumen atau nasabah yang beritikad baik harus dilindungi. Jadi, kalau berhubungan dengan bank, kemudian ada oknum bank yang bermain, kemudian konsumen tidak tahu bahwa oknum itu tidak menjalankan tugas dengan semestinya, ya itu bukan urusan konsumen, tapi urusan bank. Jadi, tidak bisa kesalahan oknum, kerugiannya dibebankan kepada konsumen," kata Sudaryatmo kepada Liputan6.com.
"Kalau kasus-kasus yang sudah, walaupun kesalahan oknum, tapi karena dia atas nama bank, jadi tetap bank harus ganti rugi pada nasabah. Kasus Citibank sebelumnya seperti itu. Maybank itu kesalahan oknum, tapi Maybank tak bisa lepas tangan, harus tetap tanggung jawab. Minimal lalai mengontrol anak buahnya."
"Bagaimana bisa, konsumen mengetahui bahwa karyawan bank itu bertindak bukan atas nama bank, ketika transaksi itu dilakukan di kantor banknya."
Sudaryatmo berharap kasus ini jadi pelajaran untuk pihak bank dan konsumen ke depannya.
"Kalau dari sisi konsumen, harus memastikan uangnya disimpan di dalam produk bank yang resmi, yang legal. Kalau dari sisi bank, bagaimana mengawasi perilaku petugas bank untuk tidak menjalankan praktek bank dalam bank."
"Kasus Maybank itu bukan hanya konsumen dijanjikan bunga lebih tinggi daripada tabungan biasa, tapi ternyata oleh oknum bank, duitnya diputar sendiri, bukan dimaksudkan dalam produk perbankan. Kalau Maybank tuntut balik konsumen, boleh-boleh saja, tapi kontraproduktif. Reputasi Maybank yang dipertaruhkan," ucap Sudaryatmo.
Advertisement
Sistem Keamanan Perbankan
Kasus Kepala Cabang Maybank Cipulir menggelapkan dana nasabah, memunculkan pertanyaan mengenai sistem keamanan perbankan di Indonesia. Pengamat Perbankan Universitas Bina Nusantara, Moch. Doddy Ariefianto, menjelaskan, sistem keamanan bank sesungguhnya ada tiga lapis.
Yang pertama yaitu kepala unit kerja, lalu yang kedua internal control, dan yang ketiga adalah whistleblower, di mana auditor turun tangan. Doddy mengatakan, di bank-bank besar juga biasanya di tiap akhir hari ada pemeriksaan terhadap transaksi.
"Lapis Yang pertama, kepala unit kerja. Transaksi di bank kan terjadi kalau enggak melalui teller ya customer service. Jalur lain seperti internet banking itu pun ada kepalanya. Ada kepala unit operasinya. Kepala-kepala unit operasi itu yang bertanggung jawab. Itu lapis pertama. Yang kedua, internal control. Ini biasanya bagian dari compliance (kepatuhan). Setiap bank itu harus punya direktur compliance, bahkan unitnya sampe tinggi, sampai direksi dan mereka lumayan independen. Mereka melaporkan ke OJK," terang Doddy ketika dihubungi Liputan6.com.
"Lapis ketiga, biasanya kalau di kantor pusat atau siapapun yang bisa melalui sistem namanya whistleblower. Kejadian seperti ini (Maybank vs Winda), biasanya auditor turun. Melakukan investigasi. Bisa di-draft gara-gara ada kasus seperti Winda ini, atau diketahui oleh bank yang merasa ada kejanggalan dalam balance di sebuah cabang. Diterjunkan audit, investigasi ke sana."
Namun, Doddy menekankan, adanya sistem itu bukan berarti tidak bisa dijebol. Dalam kasus Maybank vs Winda yang melibatkan orang dalam seperti kepala cabang, berarti lapis pertama sistem keamanan perbankan sudah tidak berdaya. "Namanya sistem buatan manusia, bisa saja dijebol, apalagi melibatkan orang dalam," ucapnya.
Doddy juga berpendapat, Maybank tidak perlu langsung mengganti uang Winda dan lebih baik menunggu hasil proses hukum yang berlangsung. Menurut Doddy, belum tentu kesalahan sepenuhnya dari Maybank dan juga bukan kesalahan 100 persen dari nasabah. Dia menilai kasus seperti ini harus ada pembuktian, karena cukup rumit.
Selain itu, kasus ini bukan seperti bank yang tutup atau bangkrut, di mana uang nasabah diganti oleh LPS (Lembaga Penjamin Simpanan), baru kemudian dilakukan pemeriksaan. Doddy menerangkan LPS mengganti uang nasabah bank yang bangkrut demi menjaga sistem kepercayaan masyarakat kepada bank. Untuk kasus Maybank vs Winda berbeda, karena individual
Doddy menunggu cerita versi lengkap kasus Maybank vs Winda agar terlihat bagaimana peran dan kelemahan masing-masing pihak sehingga terjadi masalah seperti ini. Bukan tidak mungkin pula ada perdamaian di luar pengadilan, karena kasus diselesaikan secara kekeluargaan.
"Biarkan penegak hukum bekerja, mengonstruksi seluruhnya kasus ini seperti apa sih sebenarnya. Siapa pelaku-pelakunya, situasinya bagaimana hingga terjadi seperti ini. Kita bisa petakan kontribusi kesalahan. Nanti pun resolusinya belum tentu hitam-putih. Apakah pilihannya uangnya dibalikin atau tidak dibalikin."
Kasus Maybank vs Winda ini juga diharapkan menjadi momentum untuk pihak bank, nasabah, dan regulator melakukan instropeksi. Dengan adanya kasus ini, perlu disosialisasikan tahap-tahap berurusan dengan bank dengan bahasa yang lebih mudah dimengerti.
"Yang bertanggung jawab atas keselamatan rekening Anda yang Anda sendiri. Ini yang perlu ditanamkan. Regulator bisa push. Di sini peran media, perlu meneruskan sosialisasi ini. Perlu juga edukasi," papar Doddy.
"Tugas edukasi masyarakat jangan diserahkan ke bank. Kasus-kasus seperti ini bagian yang tidak terpisahkan. Jadi, kalau kita mengharapkan zero, sepertinya tidak mungkin. Ini ekses dari yang namanya orang berbisnis, akan timbul begini. Kasus-kasus ini dengan varian-variannya nanti kan, kejahatan kan beradaptasi juga. Edukasi dibangun untuk tanggung jawab."
Dia juga meminta nasabah rajin melakukan crosscheck terkait tabungan di bank. Untuk hal ini, Doddy menilai seharusnya disosialisasikan oleh regulator demi menumbuhkan kesadaran di masyarakat.
"Misalnya, kita nabung di cabang cipulir, kita bisa cek tabungan kita di bank itu, tapi di cabang yang lain, untuk memastikan dana kita ada di buku bank. Yang kaya begini, seharusnya disosialisasikan oleh regulator. Yang bertanggung jawab atas keselamatan harta dan nyawa kita, kan kita sendiri. Dalam kasus ini, hak nasabah di-enforce," tuturnya.
INFOGRAFIS
Advertisement