Bagaimana Cara Memprediksi Gunung Berapi akan Meletus?

Beberapa gunung berapi memiliki erupsi secara konstan, seperti Kīlauea di Hawaii.

Oleh The Conversation diperbarui 15 Jul 2021, 09:38 WIB
Pemandangan ketika lava panas keluar dari puncak Gunung Mayon yang berada di Kota Legazpi, Provinsi Albay, Filipina, Selasa (23/1). Gunung berapi paling aktif di Filipina ini mengeluarkan lava, abu, dan asap. (AP Photo/Bullit Marquez)

Jakarta - Aktivitas Gunung Merapi di Jawa Tengah kian meningkat. Hingga saat ini Gunung Merapi berstatus siaga meletus dengan kondisi magma masih bergerak menuju ke permukaan kawah.

Memprediksi gunung berapi meletus sangat sulit. Beberapa gunung berapi memiliki erupsi secara konstan, seperti Kīlauea di Hawaii.

Namun, ada juga yang memiliki jarak ratusan bahkan ribuan tahun antar erupsi. Saat ini, kita dapat memprediksi lebih akurat dibanding 20 tahun yang lalu, berkat pengembangan teknik yang baru atau lebih baik.

Pertama, sangat penting untuk mengetahui aktivitas gunung vulkanik di masa lalu karena mereka memiliki perilaku yang berbeda-beda. Para ilmuwan, disebut sebagai ahli vulkanologi, akan mempelajari material hasil letusan gunung berapi tersebut.

Apabila meletus perlahan, maka akan membentuk aliran lava, terdiri dari batuan beku. Batuan ini akan mendingin dan menjadi padat untuk membentuk lapisan batuan yang keras, seperti dilaporkan The Conversation, Jumat (20/11/2020).

Ada juga gunung berapi yang meletus disertai ledakan. Hasil ledakan ini adalah serpihan bebatuan, kristal, dan kaca vulkanik (batu yang telah membeku cepat di permukaan).

Mempelajari material-material ini dapat membantu ahli vulkanologi untuk mengerti betapa kerasnya letusan dan seberapa sering gunung meletus disertai ledakan. Ahli vulkanologi dapat memprediksi erupsi gunung berapi dengan menggunakan beberapa teknik.

Permukaan gunung akan menjadi panas, karena magma (batu cair bawah tanah yang mengalir keluar sebagai lava ketika gunung berapi meletus) berpindah lebih dekat ke permukaan sebelum erupsi. Ini bisa dipantau dengan alat deteksi pada satelit pengukur panas.

Saksikan video pilihan di bawah ini:


Deteksi dari Angkasa

Pengunjung diizinkan untuk berkeliling mulut gunung berapi White Island meskipun ada peringatan baru-baru ini tentang semburan gas dan uap. (Liputan6/Auckland Rescue Helicopter Trust)

Permukaan gunung berapi bisa naik atau turun selama pergerakan magma di bawah permukaan. Ini bisa terdeteksi di dasar, tapi juga bisa diukur dari angkasa dengan satelit yang menggunakan radar.

Cara kerja deteksi gerakan gunung berapi adalah mempelajari setiap perubahan selama waktu tertentu untuk memantulkan gelombang radio dari satelit ke gunung berapi dan kembali lagi. Waktu ini akan lebih singkat jika gunung berapi menunjukkan kenaikan.

Memantau gunung berapi dari angkasa saat ini sudah sering dilakukan. Cara ini lebih aman dan murah dibandingkan harus mendatangi lokasi gunung berapi, terutama jika sedang meletus atau di daerah yang sangat terpencil.

Cara lain untuk melihat kapan gunung berapi akan erupsi adalah dengan mengukur gas yang keluar. Ketika magma bergerak ke permukaan, gas keluar dengan cepat dan mendahului magma.

Gas ini bisa diukur dari angkasa atau dari daratan. Apabila campuran gas yang berasal dari gunung berapi berubah, ini dapat menunjukkan bahwa magma di bawah sedang bergerak.

 


Magma yang Bergerak

Beberapa saat setelah asteroid menabrak Bumi, gunung berapi mulai meletus dengan intensitas tak biasa dan amat kuat. (AFP)

Ahli vulkanologi sering memakai dua metode lain untuk melihat apakah gunung akan meletus. Ketika magma bergerak, ia akan menggetarkan daratan, menciptakan jenis gempa bumi yang disebut getaran harmonik.

Getaran ini bisa mengindikasi seberapa cepat dan kemana magma sedang bergerak. Metode kedua adalah pengukuran gravitasi.

Gravitasi adalah, tentu saja, kekuatan yang menghentikan segala sesuatu lepas dari permukaan Bumi ke luar angkasa. Namun, kekuatan tersebut sedikit menurun jika permukaan menjadi kurang padat.

Ini tidak berarti objek akan langsung terbang ke orbit karena perubahannya sangat kecil. Tapi, bisa diukur alat bernama 'gravimeters'.

Batuan cair memiliki kepadatan yang lebih rendah dibandingkan ketika padat, sehingga area gravitasi yang lebih rendah pada gunung berapi, terutama jika mereka berubah dari waktu ke waktu, mungkin menunjukkan magma - dan kemungkinan letusan.

Dengan mempelajari sejarah gunung berapi dan menggabungkan informasi dari berbagai teknik daratan maupun angkasa, kita bisa memahami dan memperingatkan di waktu yang tepat kepada masyarakat yang tinggal di sekitar gunung sebelum erupsi.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya